Respon masyarakat mencuat setelah Presiden Joko Widodo akan menaikan gaji Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pasalnya gaji berikut tunjangan DPRD sudah mencukupi yakni mencapai Rp 21 juta per bulan.
Tokoh masyarakat Tangsel, Rasyud Syakir menilai gaji dan tunjangan DPRD saat ini sudah cukup. Untuk itu sebetulnya tak perlu dinaikan dalam waktu dekat ini. “Kami menilai mereka sudah mendapatkan gaji dan tunjangan cukup besar. Mencapai Rp 21 juta per bulan jika melihat kondisi masyarakat dan ekonomi saat ini sedang memburuk,” katanya.
Syakir menambahkan, kenaikan gaji juga harus dilihat dari prestasi kinerja anggota dewan itu sendiri. Sejauh mana kinerja DPRD selama ini jika kurang maksimal sebaiknya ditangguhkan terlebih dahulu.
“Jangan sampai gaji dan tunjangan dinaikan namun kinerjanya kurang maksimal. Tentu ini menjadi preseden buruk. Mereka wakil rakyat, kepercayaan rakyat semestinya harus memperhatikan rakyat jangan memikirkan kesejahteraan sendiri,” ujarnya.
Sementara, anggota Komisi IV DPRD Tangsel Rizki Jonis menegaskan soal kenaikan gaji atau tunjangan DPRD perlu dianalisa lebih dalam. Karena selama 13 tahun peraturan ini tidak pernah direvisi, sementara PNS sudah pernah direvisi.
“Ini berkat teman-teman yang mengajukan kepada Presiden untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2004 yang mengatur tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD. sudah 13 tahun lamanya belum pernah direvisi sementara PNS gajinya naik, termasuk kepala daerah sudah naik,” kata Rizki.
DPRD sebut Rizki, kedudukanya sama dengan jabatan eselon II setara dengan Kepala Dinas dan dapat disamakan dengan kepala daerah. Sayangnya gaji pokok per bulan hanya Rp 2.100.000. ada tambahan sebagai anggota Badan Legislasi Rp 90 ribu, sementara untuk ketua Banleg Rp 150 ribu.
“Bayangkan gaji DPRD lebih kecil dengan UMR Tangsel yang mencapai Rp 2,8 juta. Ini miris sekali,” beber Rizki.
Ditambah dengan tunjangan lain-lain, per bulan hanya kisaran puluhan juta, tidak sampai Rp 21 juta. DPRD mendapatkan beban kerja cukup berat, rapat hingga larut malam dan kegiatan reses dalam setahun tiga kali dengan anggaran hanya belasan juta.
“Kami kerjanya cukup berat. Harus reses kepada konstituen setahun tiga kali dengan laporan cukup njelimet. Sedangkan anggota DPR RI reses anggaran ratusan juta tidak ada laporannya,” ia membandingkan.
Sedangkan menurut Wakil DPRD Saleh Asnawi menerangkan kenaikan gaji atau tunjangan DPRD tepat untuk daerah seperti Tangsel. Yang jadi persoalannya jika ini dialami oleh daerah kabupaten kota lain dengan pendapatan darah hanya miliaran rupiah.
“Kami melihat, kenaikan ini tepat untuk di Tangsel karena pendapatannya besar. Tapi apakah ini tidak jadi masalah bagi daerah-daerah dengan pendapatan cukup kecil,” tanya Saleh.
Ia sendiri sepakat jika gaji atau tunjangan DPRD dinaikan. Dirinya berlatar belakang sebagai pengusaha gaji Rp 21 juta begitu kecil. Tapi juga apabila ditetapkan tahun ini, menurut Saleh tidak tepat sebab ekonomi sedang memburuk.
“Kalau akhir tahun ini dinaikkan pun saya kurang sepakat. Jangan sampai kita naik gaji, masyarakat sedang kesulitan. Kalau tahun mendapat tidak masalah,” imbuh Saleh.
Saleh menampik, apabila ada asumsi kenaikan gaji atau tunjangan DPRD untuk menghalau potensi korupsi. Sebab korupsi tidak ada korelasinya dengan gaji besar fakta ini sudah banyak dibuktikan pejabat bergaji besar tetapi masih saja melakukan korupsi.
“Tidak ada kaitanya kenaikan gaji untuk menekan korupsi. Bagi saya itu salah besar. Korupsi itu kerusakan tatanan moral pada oknum sehingga melakukan tindakan korupsi,” pungkasnya. (ded)
Ah….
Anggota dewan yang malas rapat jangan jadi anggota dewan….. jadi pedagang sayur aja….
Yang menganggap 21 juta kecil…….
Ya jadi pengusaha aja…… ngapain jadi anggota dewan….
Anggota dewan ya mereka yang punya care dengan masyarakat…..