Beranda Berita Masjid Al Itjihad Pinang Pusat Syiar Islam dan Perjuangan

Masjid Al Itjihad Pinang Pusat Syiar Islam dan Perjuangan

0

Masjid Al itjihad, Jl Hasyim Ashari, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang ini adalah salah satu masjid yang berada di lokasi strategis di tengah ramainya lalu lintas.

Seperti pada bulan suci Ramadhan ini, karena  keberadaannya sangat membantu umat Islam yang sedang berada di perjalanan untuk mrnyempatkan diri berbuka puasa dan sholat Maghrib sebelum melanjutkan perjalanannya.

“Seperti tahun-tahun lalu, panitia Ramadhan di sini menyiapkan takjil untul berbuka puasa ,” kata Abdulah Syafei, salah seorang pengurus Masjid.

Kegiatan lainnya pun, dikatakannya, telah diagendakan selsma bulan puasa  hingga pelsksanaan sholat Iedul Fitri nanti.

“Daya tampung masjid yang berdiri di atas lahan lebih dari 600 meter persrgi ini sekitar 1500 lebih jamaah dan seperti biasanya selalu penuh setiap waktu sholat di bulan puasa ini,” jelasnya lagi.

Selain untuk kegiatan ibadah, mahir yang kini dibawah pembinaan H Wahidin Halim, Gubernur Banten sebagai Ketiua DKM nya itu juga diisi rutin dengan kegiatan  seni islami oleh remaja masjid.

Memiliki Histrori Pusat Syiar dan Perjuangan.

Dib kesyahduannya saat ini, ternyata Masjid Al Itjihad sudah ada sebelum Indonesia merdeka.

Awalnya, menurut cerita turun temurun , masjid itu berawal dari sebuah surau yang dibangun oleh seorang pemuda dari wilayah Rawa Buaya, Jakarta bernama Muhamad Kup Maksin Bin H. Musrin pada sekitar tahun 1940-an silam.

Diceritakan oleh Abdullah Syafei yang merupakan cucu dari Muh.Kup , bahwa masjid itu pada awal betdirinya menjadi  pusat penyebaran agama Islam di wilayah Cipondoh dan Ciledug pada tempo dulu.

” Cerita ibu saya Hj. Masrulloh yang merupakan anak bungsu dari Muh.Kup banyak pemuda dari Cipondoh hingga Ciledug yang mengaji di sini,” paparnya.

Dikisahkannya juga , banyaknya santri yang mengaji saat itu membuat Muh.Kup mewakafkan tanahnya dan dibantu warga lainnya untik memperluas masjid dan terakhir oleh H. Wahidin Halin  sebagai ketua DKM pembangunannya  dilanjutkan  hingga seperti saat ini.

Cerita heroik juga pernah melengkapi sejarah masjid itu dengan banyaknya  santri muda yang belajat saat itu, tumbuhlah perlawanan sporadis terhadap tentara penjajah saat itu.

Bahkan dulu di sekitar masjid itu ada sebuah bunker yang menjadi markas pengaturan strategis perjuangan para santri muda di bawah pimpinan Muh. Kup Maksin.

“Ibu saya mengaku pernah masuk ke bunker yang cukup luas dan suasananya seperti sebuah ruangan dengan meja dan kursi,” katanya.

Sayang bunker itu kini sudah tidak ada lagi dan yang tersisa sekarang hanya masjid dan nilai religius  yang  dijaga kuat oleh seluruh warga beserta keturunan KH. Muhamad Kup Maksin pada saat ini. (Adr)