Berita
Penanganan Aksi Mahasiswa Sulit Dibawa ke Mahkamah Internasional
Belum lama ini, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) mengajukan sembilan agenda tuntutan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sembilan agenda tuntutan tersebut merupakan ‘Nawacita’ versi BEM SI yang dinilai representatif dari berbagai macam daerah di Indonesia.
Sembilan tuntutan para mahasiswa tersebut meliputi Bidang Ekonomi dam Ketenagakerjaan, Bidang Hukum dan HAM, Bidang Pendidikan, Bidang Agraria, Bidang Maritim, Bidang Infrastruktur, Bidang Kesehatan, Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Bidang Lingkungan.
Dalam Diskusi Opini Live MNC Trijaya FM, di D’consulate and Lounge, Jakarta, Jum’at (25/10/2019), Pakar Hukum Internasional Ogiandhafiz Juanda, mengatakan, sangatlah sulit untuk menilai apakah ada pelanggaran HAM atau tidak dalam penanganan aksi demonstarasi mahasiswa yang dilakukan aparat kepolisian.
“Demonstrasi sebagai bentuk sebuah demokrasi, dijamin Undang-Undang merupakan hak berdaulat yang istimewa dan konstitusional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang memberikan jaminan tentang kebebasan menyampaikan pendapat yang juga dijamin oleh dunia internasional dalam hak sipil dan politik ,” kata Ogiandhafiz dalam diskusi yang dipandu Margy Syarief sebagai Host dan Jaka Lelana sebagai Produser MNC Trijaya FM.
Menurutnya, aksi demonstrasi mahasiswa yang menelan korban jiwa, dalam pelaksanaan demonstrasi tetap harus ada dalam koridor batasan-batasan antara demonstran dan Polri.
“Kita harus melihat pada konteks yang objektif, yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa dan Polri juga tidak dibenarkan melakukan kekerasan, seperti pemukulan dan pengeroyokan. Ketika dilakukan oleh aparat dan peserta aksi demonstrasi, tentu penangannya harus dilakukan secara adil dan proses pemeriksaan yang harus dilakukan, apakah benar terbukti melakukan pelanggaran? Kita tidak bisa membenarkan aksi kekerasan meski dalam konteks kita membela diri,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan, bahwa sangat sulit sekali, kasus penyerangan aparat terhadap mahasiswa dapat dibawa ke Mahkamah Internasional, karena belum ada kesepakatan antar negara dalam menyelesaikan masalah nasional.
“Apakah bisa dibawa ke Mahkamah Internasional, agak susah juga, kenapa? Kita sampai hari ini bukan merupakan anggota yang meratifikasi statuta roma, sehingga kewenangan mahkamah pidana internasional tidak bisa diterapkan pada negara kita,” ungkapnya.
Ia mengatakan, Mahkamah Internasional memiliki batasan dan tidak bisa menerima segala jenis perkara yang masuk. Apalagi jika bicara negara dengan negara, tentu harus ada kesepakatan internasional, kecuali ada yang melakukan pelanggaran HAM berat.
Menurut Pakar Hukum Abdul Fickar Hadjar, beberapa oknum kepolisian yang diperiksa Propam Polri ukurannya adalah Apakah dari segi profesi-profesi itu harus diteruskan ke peradilan umum, tentu tidak lepas dari soal pembuktian hukum. Sebab, demonstrasi yang di gelar BEM seluruh Indonesia bukanlah pelaku kejahatan. Karena demonstrasi dijamin Undang-Undang dan tidak melanggar HAM.
Di Hongkong, misalnya, tiga bulan aksi demonstrasi di lakukan masyarakat Hongkong, tidak terjadi apa-apa, itu artinya ada kedewasaan dengan menyeimbangkan dua kepentingan yakni demonstran dan aparat keamanan, karena memang demonstrasi itu tidak bisa dihindarkan.
Pakar Hukum Razman Nasution, mengatakan, sebaiknya mahasiswa memberi kepercayaan kepada pemerintah. Sebab, pemerintah sudah menawarkan untuk berdialog, namun mahasiswa menolak.
“Demonstrasi sebaiknya dilakukan dengan cara-cara dialogis yang baik.Tidak berarti Polisi selalu benar, maka ada Kapolda Sultra yang di copot. Polisi juga harus melakukan protap yang benar sesuai SOP,” kata Pakar Hukum yang juga politisi PKB ini.
Ketua Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kepemudaan PB HMI, Heru Slana Muslim, mengatakan, tidak semua persoalan hukum di suatu negara harus dibawa ke Mahkamah Internasional.
“Masyarakat kita gampang tidak puas, contohnya kemarin dalam hasil pemilu pun akan dibawa ke Mahkamah Internasional dan minta diselesaikan di luar.Saya berharap kita tunggulah tunggu hasilnya dari aparat hukum yang bekerja,” katanya.
“Saya rasa yang perlu teman-teman mahasiswa lakukan adalah mengawal pemerintahan yang sudah dilantik ke depan itu bagaimana? Di kepolisian kan ada juga kan aturan-aturan tambahan, mungkin tidak hanya pemberhentian dari jabatan, ketika terbukti bersalah hukuman maksimal yang kami inginkan,” kata Heru lagi.
“Kita optimis, kami kritis tapi bukan tidak percaya pada pemerintah.Kami sudah berkoordinasi dengan HMI Sultra dan ada pencopotan Kapolda,” tutup Heru.(MRZ