Berita

Kalapas Kelas IIA Serang: Kedepankan HAM Dalam Melakukan Pembinaan Kepada Narapidana

Published on

Winston Churchill seorang negarawan Inggris mengatakan bahwa suasana hati, sikap, perilakuan dan penghormatan suatu bangsa terhadap para pelanggar hukum dapat dijadikan sebagai alat uji yang sahih dalam menentukan tinggi rendahnya peradaban bangsa tersebut.

Ungkapan ini memberikan pemahaman bahwa untuk menjadi negara yang beradab maka negara mempunyai kewajiban untuk menjamin terpenuhinya hak-hak pelanggar hukum.

Hal itu, dibenarkan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Kelas IIA Serang, Heri Kusrita, saat menghadiri diskusi rutin Kupas Aspirasi (KUPI) Bersama PWI Kota Serang, di Kantor PWI Banten, Senin (15/3) malam.

Heri mengatakan, dalam melakukan pembinaan kepada warga binaan atau bisa disebut Narapidana dan Tahanan dilingkungan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Serang, dirinya mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam melakukan pembinaan kepada warga binaan.

Heri mencontohkan, pada Lapas yang dipimpin 20 orang lanjut usia (lansia) yang menjadi warga binaan. Mereka, kata Heri, diberikan sejumlah fasilitas kursi roda dan dibangunkan akses jalan khusus yang mudah mereka lalui.

“Hal ini semata kita lakukan untuk memberikan mereka akses berinteraksi dengan penghuni lainnya,” kata Heri kepada awak media.

Heri menjelaskan, dalam masa hukuman yang dijalani oleh warga Binaan, negara hanya mengambil hak kebebasan berupa fisik saja. Sedangkan, hak beribadah ataupun hak-hak lainnya, seperti dikunjungi keluarga dan hidup sehat tetap diberikan, sesuai dengan fasilitas yang ada di Lapas atau Rumah Tahanan (Rutan).

“Mereka semua tetap kita fasilitasi hak-hak dasarnya. Kita pun saat ini sudah memiliki gereja, yang diperuntukkan bagi warga Binaan Kristen yang melakukan ibadah,” kata Heri.

Selain dihadiri Heri Kusrita, Kalapas Kelas IIA Serang, diskusi yang bertajuk “Pembinaan Narapidana dan Tahanan Berbasis HAM” ini juga dihadiri oleh Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Kelas IIB Serang, Aliandra Harahap, dan Kepala Balai Pemasyarakatan (Bapas) IIB Serang, Cipto Edy.

Kelas IIB Serang, Aliandra Harahap menambahkan, ada sejumlah program yang dimiliki Dirjen Pemasyarakatan dalam melakukan pembinaan, antara lain pendidikan life skill, seperti pertukangan (bangunan) dan perbengkelan.

“Dari pelatihan-pelatihan tersebut, kami berharap setelah keluar mereka dapat membuka usaha dan tidak mengulangi kembali perbuatannya,” jelas Aliandra.

Kemudian, dari pelatihan tersebut mereka mendapat sertifikat dari lembaga yang berwenang. Hal yang sama, kata dia, juga diberlakukan kepada warga binaan yang terjerat kasus narkoba. Pembedanya, sambungnya, untuk mereka diberikan program rehabilitasi medis dan sosial.

“Setiap harinya kita mendatangkan enam konselor, untuk kasus narkoba. Dalam kegiatan tersebut, mereka diberikan pemahaman dan ditanamkan tentang kerugian dalam menggunakan narkoba,” jelasnya.

Sebenarnya, lanjut Aliandra, mereka yang ditangkap dan menjadi warga binaan termasuk orang-orang yang beruntung. Bagaimana tidak, lanjutnya, mereka (warga binaan) diberi kesempatan untuk menebus kesalahan secara langsung di dunia.

“Mudah-mudahan kesalahan tersebut tidak menjadi beban yang bersangkutan ketika di akhirat nanti,” ujarnya.

Sementara, Kepala Bapas Kelas IIB Serang, Cipto Edy mengungkapkan, semenjak 7 hari masuknya seseorang menjadi tahanan, pihaknya sudah mulai melakukan pembinaan. Bahkan, kata Cipto, pihaknya juga menyiapkan pendampingan hukum, melalui pengacara secara probono (gratis).

“Bagi tahanan yang tidak mampu, kita mempersiapkan pengacara secara gratis, untuk mendampingi tahanan dalam menjalankan proses hukum atau persidangan,” ungkapnya.

Pihak Pemasyarakatan, lanjutnya, selalu berupaya semaksimal mungkin dalam melakukan pembinaan, agar tidak ada lagi mantan Napi yang mengulang kembali perbuatannya. Pihaknya, kata dia, juga melakukan pendampingan kepada eks Napi sehingga dapat diterima kembali di masyarakat.

“Meskipun mereka telah bebas, bila diminta, kami selalu siap untuk mendampingi eks Napi hingga diterima oleh masyarakat,” katanya.

Oleh karena itu, pihaknya, terus memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa eks Napi tidak perlu ditakuti atau dicurigai. Sebab, tambahnya, ketika menjadi seorang Napi, mereka terus diberi pemahaman atas kesalahan-kesalahan mereka dan di doktrin untuk tidak mengulangi kembali perbuatannya.

“Kami pun telah memberikan berbagai pelatihan keterampilan bagi mereka, sehingga mereka dapat membuka usaha sendiri dan tidak menutup kemungkinan membuka lapangan kerja bagi masyarakat,” paparnya.

Sementara itu, Ketua PWI Kota Serang, Teguh Akbar Idham, mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang memiliki pandangan negatif terhadap eks Napi. Padahal, lanjut dia, para eks Napi tersebut telah mendapat pembinaan yang mencukupi untuk mereka, sebelum kembali ke masyarakat.

“Saya sepakat dengan kepala Bapas, dengan keterampilan mereka, tidak menutup kemungkinan mereka dapat membuka lapangan kerja,” ucapnya.

Namun, lanjutnya, akibat stigma-stigma negatif yang beredar di masyarakat, membuat para eks Napi menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Bukan hanya itu, lanjutnya, pembuatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), sebagai syarat diterima kerja perusahaan juga menjadi salah satu kendala bagi eks Napi, karena didalamnya tercantum status eks Napi yang bersangkutan.

“Akibatnya, perusahaan jadi enggan menerima yang bersangkutan. Padahal, mereka telah menjalani hukuman atas kesalahan yang telah mereka perbuat. Jadi tidak sepatutnya kita sebagai memberikan sanksi sosial kembali,” tutur Akbar.

Kondisi ini, tambahnya, dapat menimbulkan perasaan terbuang dan dikucilkan. Kata dia, ini secara tidak langsung mengakibatkan para eks Napi tersebut menjadi putus asa dan tergoda untuk kembali melakukan pelanggaran hukum.

“Bila semuanya bisa bersinergi, dan mau membuang pemikiran negatif pada eks Napi, tentunya apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan tidak akan sia sia. Dan tidak ada yang kembali lagi menjadi pelanggan hukum,” pungkasnya. (Smn)

Exit mobile version