Pada Rabu pagi, 20 Januari 2021, saya sudah mengatur waktu untuk janjian dengan penebang pohon di sebuah komplek perumahan di Depok, Jawa Barat. Rumah ini saya beli beberapa tahun lalu dan belum sekalipun saya tempati. Dengan memakai masker, saya memacu kendaaraan dijalan yang sedikit lengang, karena memang waktu itu ada penerapan PPKM Covid-19, sehingga tak banyak orang keluar rumah, kalau tidak penting.
Setelah melintasi beberapa Pos Security, tibalah saya di kediaman yang sudah ditumbuhi beberapa jenis pohon dan beberapa tanaman lainnya.
“Semua ditebang Pak Reza, termasuk pohon pisang itu,” tanya sang penebang pohon.
Saya pun mengiyakan dan memerintahkan agar semua tanaman ditebas habis, sehingga terlihat tanah merah saja Karena rencananya rumah itu akan direnovasi dan akan kami tempati.
Hujan gerimis terus membayangi penebangan pohon di rumah saya yang sudah hampir beberapa tahun tak pernah saya sambangi. Ranting demi ranting mulai ditebang, hingga akhirnya berujung pada batang pohon utama yang diratakan dengan tanah.
Satu mobil pick up datang untuk mengangkut dedaunan, ranting dan batang pohon yang tadi ditebang.Sementara cuaca mendung disertai gerimis yang tak kunjung usai terus mengguyur kediaman kami. Saat gerimis datang, terpaksa kami berteduh didalam rumah atau pun tenda yang ada di luar rumah.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11.15 WIB, dua pohon lamtorogung sudah berhasil di tebang. Saya kemudian membelikan beberapa gelas kopi hitam dan beberapa camilan untuk mereka seruput di cuaca yang dingin itu, dengan bantuan security perumahan. Sementara saya memilih minuman yang saya siapkan sendiri di mobil dalam botol kemasan. Saya sadar dengan Protokol Kesehatan 3M (menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker).
Beberapa batang rokok saya hisap, sambil bercengkerama dengan para penebang pohon –sekaligus mengawasi- saat mereka memulai lagi pekerjaan penebangan pohon berikutnya yakni pohon Bintaro yang ada didepan rumah.
“Pohon Bintaro ini, berkhasiat untuk menangkal tikus,” kata seoarang tetangga yang kebetulan mampir melihat ada acara penebangan pohon.
Tetangga lain menimpali “Kalau tikus nya gak kabur, timpuk pakai buahnya aja,” kata tetangga sambil memperagakan cara melemparnya.
Guyonan itu membuat tawa pecah di hiruk pikuknya suasana mendung. Masker yang semula terpasang, lepas, karena semua ahli hisab alias tukang merokok.
Ada sekitar 5 orang tetangga yang datang menghampiri utk bicara. Menurut info security Covid-19 di komplek itu tinggi dan disebut zona merah, karena setiap hari ada saja yang dijemput ambulance dari Kelurahan.
Tak lama setelah itu, saya pergi keluar untuk membeli nasi padang untuk makan para pekerja penebang pohon. Saya membeli 5 bungkus nasi padang lengkap dengan air teh tawar hangatnya (4 untuk kami dan satu untuk security di Pos depan). Sesampai di rumah, saya ajak mereka makan siang bersama sambil berbincang-bincang, tentu saya mengambil posisi jaga jarak satu meter, sementara mereka tetap berdekatan.
Tak lupa, usai makan siang kami pun menghisap beberapa batang rokok. Tiba-tiba, hujan deras mengguyur, kami pun langsung masuk ke dalam rumah lagi. Karena memang giliran dalam rumah harus dibersihkan.Dengan menghisap rokok, otomatis masker yang dari tadi buka tutup di wajah terpaksa ditanggalkan. Kami berbincang didalam rumah dan pintu dibuka lebar agar ada sirkulasi udara, angin kenang berhembus di dalam rumah.
Singkat cerita, sore itu, sekitar pukul 03.00 WIB, pekerjaan menebang pohon dan membersihkan rumah sudah kelar. Setelah berbincang-bincang dengan petugas PLN dan security setempat, saya pun bergegas pulang ke rumah saya yang satu lagi, yang saat ini saya tinggali.
Seperti biasa, setibanya dirumah, saya selalu menuju kamar mandi untuk membersihkan badan dan mengganti pakaian untuk dipakai didalam rumah (pakaian yang saya pakai selama beraktivitas saya masukkan diember cucian).
Kamis, 21 Januari, saya beraktivitas seperti biasa, namun badannya terasa lemah dan lemas. Saya isi hari itu dengan tiduran, sarapan, minum obat darah tinggi dan mencuci mobil agar berekringat. Hal itu berlangsung hingga hari Senin, 25 Januari. Saya kemudian menghubungi Dokter tempat biasa saya memeriksakan diri. Ia merupakan Dokter di Kementerian (tidak perlu saya sebut nama Kementeriannya, boleh kan?).
“Besok (Rabu), bisa gak Pak Reza, datang ke Klinik,” kata sang Dokter melalui pesan instannya. Saya pun menjawab: “Siap Dok,”.
Seperti biasa, bila saya berkunjung dengan Dokter yang juga merupakan sahabat lama saya, maka saya akan diperiksa soal sakit darah tinggi saya, yang tensinya hingga saat ini masih tinggi. Terakhir, tensinya 180/100, tinggi sekali. Hari itu, saya memiliki jadwal untuk buang darah, agar mengurangi darah tinggi saya. Itu dilakukan setiap tiga bulan sekali.
Setelah berbincang tentang kondisi kesehatan saya, sang Dokter menyarankan untuk Tes Swab Antibodi. “Kita Swab dulu ya,” pintanya. Saya pun menyetujui. Setetes darah saya diambil, hanya sekian detik, hasilnya langsung keluar dan saya dinyatakan “Reaktif Covid-19”.
Namun, Dokter menyatakan, anti bodi saya kuat, sehingga bisa melawan virus yang masuk kedalam tubuh saya. Hati saya menjadi gundah gulana, walaupun Alhamdulillah saya tak merasakan keanehan-keanehan sebagaimana orang yang terpapar Covid-19. Yang saya rasakan hanya mulut saya pahit dan makanan yang saya makan tetap masuk kedalam perut saya, nafsu makan saya tetap ada.
Saya tetap menjalani prosesi pembuangan darah sebanyak 360 cc dan setelah selesai, saya sepertti biasa berbincang dengan Dokter sambil menghisap beberapa batang rokok, maklum Dokter saya juga perokok. Setelah beberapa menit berbincang, saya berpamitan. “Cepat sembuh ya Pak Reza,” kata sang Dokter. Saya memacu kendaraan agar segera tiba dirumah dan cepat istirahat.
Saya sempatkan mampir ke Indomaret untuk membeli Vitamin C 1000 mg dan susu steril bear brand. Terjadi keanehan dalam tubuh saya. Mata saya sayu, badan lemas, dan tiba-tiba nafas sesak dan bisa dikatakan tak bisa bernafas dalam beberapa detik, seperti tercekat atau tercekik. Saya terkejut, karena nafas saya hilang didalam ruangan Indomaret yang ber-AC itu. Posisi saya saat itu sudah antri didepan kasir. Saya ingin segera keluar dari ruangan yang berpendingin AC itu, tapi masih ada satu antrian lagi.
Sementara nafas sudah sesak.Susu bear brand yang ada dalam genggaman saya, langsung saya minum, meski belum saya bayar di Kasir.
Dengan kondisi meriang dan badan lemas, secepat kilat saya masuk ke dalam mobil. Dua botol susu beruang (bear brand) saya tenggak sekaligus. Saya starter mobil sambil berdoa kepada Allah SWT agar aku dilindungi dari terpaparnya Covid-19. Saya langsung melaporkan kepada Dokter dan WAG keluarga atas kondisi saya usai Rapid Tes Antibodi Covid-19 dan jawaban Dokter tetap jaga imunitas tubuh dan banyak mengkonsumsi vitamin.
Saya pun tiba dirumah.
Malam hari, saya laporkan kepada kakak saya tentang kondisi saya yang reaktif. Dia terkejut. Besok pagi, istri saya diminta datang untuk mengambil obat-obatan, multi vitamin, minyak ikan omega, alat semprot euchaliptus, Rhea Health dari Negara Armenia (obat ini semacam minyak yang diteteskan dilidah), masker Evo satu box dan banyak lagi yang lainnya.
Kondisi saya, sekali lagi alhamdulillah, hanya mulut saya saja yang terasa pahit, ketika mencoba makan makanan. Untuk makanan tertentu saya merasakan nikmatnya makanan. Misalnya, sapo tahu seafood dan capcai kuah, saya melahapnya dengan dua kali nambah nasi. Indera penciuman saya, alhmadulillah normal, begitu pula dengan indera pengecap, normal saja, Cuma kadang ada yang terasa pahit.
Sebagai jurnalis senior, saya mengetahui bagaiamana cara melawan virus Covid-19 ini. Misalnya bagaimana menjaga Protokol Kesehatan 3M dan asupan gizi yang seimbang untuk menjaga imunitas tubuh kita. Teman-teman dekat saya dan kakak saya memberikan dukungan, agar saya melakukan isolasi mandiri. Mengingat dirumah ada istri dan dua orang anak yang harus kami lindungi.
Saya adalah orang yang sangat disiplin dan keras dalam menerapkan Protokol Kesehatan 3M (menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan) pada diri saya dan anak istri saya. Di dalam mobil saya, saya tempatkan hand sanitizer dan beberapa masker cadangan untuk jaga-jaga. Setiap bersentuhan dengan “Polisi Cepek” ketika berputar arah atau berbelok, saya selalu menyemprotkan hand sanitizer ketangan saya, saking ketatnya saya meproteksi diri daris serangan Covid-19.
Ketika istri pulang dari pasar maka pakaian yang ia kenakan harus dilepas dan langsung mandi. Di rumah saya saya tempel aturan masuk dan keluar rumah. Hand sanitizer terpajang di meja tamu, meja makan dan meja belajar. Beberapa box masker saya siapkan di mobil dan dirumah untuk berjaga-jaga kalau ada tamu, maka kami wajin mengenakan masker. Intinya Protokol Kesehatan saya perlakukan dengan sangat ketat.
Saya berpikir keras, dimana saya bisa terpapar Covid-19? Saya ingat-ingat, lupa entah dimana. Karena saya Work From Home (WFH), kalau pun bertemu seseorang, saya selalu menjaga jarak 1,5 meter. Apakah mungkin, bertemu orang saat ngopi di kantin? Apakah mungkin bertemu teman lainnya yang juga ngopi. Tapi, seingat saya, saya tetap menjaga jarak aman 1,5 meter?Ya sudahlah, tak usah dipikirkan, yang jelas saya dinyatakan reaktif dan saya harus melawan virus Covid-19 dan meminta pertolongan Allah SWT agar diberi kesembuhan.
Saya jalankan isolasi mandiri selama 14 hari. Dokter di Kementerian tetap memonitor saya melalui Whatsapp.
Masuk Isolasi Mandiri hari ketujuh, anak saya yang nomor satu yang duduk dibangku SMA, tiba-tiba meriang dan ada gejala campak dibadannya, matanya sayu. Saya laporkan ke Dokter. Ia pun memberikan resep untuk ditebus di apotik. Selain minum obat campak, anak dan istri saya minum obat-obatan yang diberikan kakak saya tadi untuk menjaga imunitas.
Beberapa hari kemudian, istri saya mengalami meriang. Obat-obatan dan vitamin yang sudah ada saya tambah dengan asupan susu bear brand sehari dua kali minum. Meski isolasi mandiri, saya tetap keluar untuk membeli makanan dan susu untuk kebutuhan sehari-hari, tentu tetap memakai masker dan membawa hand sanitizer.Memasuki hari keempat belas saya sudah memiliki tenaga dari sebelumnya teras lemah dan lemas.
Alhamdulillah saya sudah mulai sehat, anak saya juga begitu, termasuk istri saya juga sehat. Anak kami yang paling kecil aman, dia termasuk anak “pembersih”, artinya dia sering cuci tangan pakai sabun, setiap berkativitas dia selalu cuci tangan. Saat isolasi mandiri, kami terpisah, saya di kamar depan, anak saya di kamar tengah dan istri saya di kamar belakang. Dirumah kami memakai masker agar tidak menulari yang sehat.
Oh iya, sebagai catatan, waktu itu sekitar dua minggu lebih, hujan terus turun tiada henti sehingga tak pernah ada matahari muncul dilangit sehingga kami tak bisa berjemur. Saat saya dinyatakan reaktif itu, sedang musim penghujan berminggu-minggu. Bahkan burung Jalak kesayangan saya mati karena cuaca dingin.
Telepon saya berbunyi, ada telepon dari teman saya di Kementerian (sekali lagi saya tak sebut nama kementeriannya ya) yang mengabarkan bahwa ada undangan liputan kebudayaan. Keesokan harinya saya berangkat liputan dengan menggunakan kendaraan pribadi agar lebih aman dari penularan Covid-19. Tiba di lokasi, saya bertemu dan berbincang-bincang dengan teman dari TVRI.
“Sebelum masuk, harus Swab dulu,” katanya Bambang sambil menghisap sebatang rokok di smoking area.
Saya pun bergegas menemui petugas kesehatan dari TNI Angkatan Laut. Hidung saya mulai dicolok bersama teman-teman lainnya. Tak lama kemudian hasilnya, negatif Covid-19. Alhamdulillah.
Keesokan harinya, teman saya dari LKBN Antara menelepon, seperti biasa kami suka berbicara tentang bisnis.
“Elo kan habis buang darah, maka otomatis imunitas lo menurun, makanya elo gak bisa nafas kemarin,” kata teman saya menganalisa.
Sebagai wartawan senior kami sering berkomunikasi dan harus mencari tambahan penghasilan agar dapur tetap ngebul. Setelah saya ceritakan tentang saya yang reaktif, ia pun menimpali bahwa dia pernah kena Covid-19 medio Desember 2020 lalu.
Dia ternyata lebih parah, tidak bisa menelan karena tenggorokan sakit, badan meriang, mata sayu dan pingsan saat rapat dengan Korps Marinir. Dia juga isolasi mandiri dan minum vitamin dan obat-obatan dan sembuh setelah isolasi mandiri.
“Serasa mau mati bro,” katanya di ujung telepon.
Menjadi pelajaran bagi kita semua, bahwa virus Covid-19 bisa menyasar siapa saja dan tak tau kapan kena nya. Maka, tetap jaga Protokol Kesehatan 5M (menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas serta interaksi) dan tak lupa makan makanan bergizi agar imunitas kita tetap kuat, serta tetap ingat kepada sang pencipta agar kita dilindungi. (MRZ)