Index
Jika Keinginan Kita tak Sejalan Dengan TakdirNya, Mungkin Ikhlas Adalah Sebuah Jawaban
Penulis : Syindi Melati Utami
(Mahasiswi Universitas Pamulang)
“Dia (Allah) yang menciptakan segala sesuatu, lalu Dia menetapkan atasnya qadar
(ketetapan) dengan sesempurna-sempurnanya”
(QS Al-Furqan[25]: 2)
_Bismillaahirrahmaanirrahiim…_
_Assalamualaikum Wr.Wb_
Semoga kita semua dalam keadaan sehat wal afiat serta masih dalam keadaan mengingatNya
serta memujaNya. Aamiin..
Manusia sebagai makhluk yang diberi akal, kekuatan fisik, ambisi serta nafsu oleh Allah SWT
untuk menjadi khalifah dimuka bumi untuk memenuhi bumi dengan segala isinya. Bukan
hanya pemimpin yang menjabat sebagai ketua didalam organisaasi atau kelompok, namun juga
pemimpin terhadap diri mereka sendiri. Menjadi pemimpin bagi diri sendiri dengan diberi
kebebasan untuk memilih apa yang kita inginkan. Setiap manusia dapat menentukan sendiri
jalan hidupnya, akan menjadi apa, dan bagaimana menjalankannya. Semuanya dapat diatur
oleh akal dan nafsu manusia.
Akal merupakan suatu anugerah Allah SWT yang diberikan oleh kepada manusia untuk
berpikir dalam segala hal, seperti mentafakuri alam semesta sehingga ia mendapat petunjuk
untuk beriman kepada Allah dan RasulNya.
Nafsu adalah keinginan atau dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik
dan cenderung berlebihan.
Islam mengajarkan agar hawa nafsu itu diatur dan dikendalikan, bukan dibunuh. Perjuangan
mengendalikan hawa nafsu merupakan suatu jihad yang sangat besar, pernah selepas suatu
peperangan. Nabi Muhammad SAW menyampaikan kepada para sahabat bahwa mereka baru
kembali dari suatu peperangan kecil dan akan berhadapan dengan perang yang akbar. Sahabat
terheran dan bertanya kenapa perang yang sudah lalu itu kecil dan siapa yang dihadapi dalam
perang yang besar nanti. Nabi Muhammad SAW menjawab bahwa perang yang besar itu ialah
jihad melawan hawa nafsu, sebab kita berperang dengan diri sendiri. Berjihad melawan musuh
dapat dilihat dan disiasati. Tetapi berperang melawan keinginan hawa bafsu justru inilah yang
paling sulit.
Akal dan nafsu inilah yang menjadikan kelebihan bahkan keterbatasan, baik dalam pikiran,
perasaan, perbuatan, maupun dalam karya manusia. Salah satunya manusia memiliki tabiat atau
watak serta karakter.
*1. Karakter manusia berdasarkan Al-Quran*
Secara terminologi (istilah), karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang
bergantung pada faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Pengertian karakter dengan
makna akhlak ini sejalan dengan pandangan al-Ghazali yang mengatakan bahwa karakter
(akhlak) adalah sesuatu yang bersemayam dalam jiwa yang dengannya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.”
(QS An-Nisaa’[4]: 28)
Pada ayat diatas menurut Syekh Nawawi Al-Bantany menerangkan bahwa, tafsir “lemah”
dalam Surah An-Nisaa’ itu adalah lemah dalam melawan hawa nafsu. Begitulah kiranya
manusia mempunyai keterbatasan, salah satunya keterbatasan dalam memerangi hawa nafsu.
Betapa pun sulitnya menghindari tabiat yang sudah Allah lekatkan dalam diri manusia, dengan
bertobat dan terus berdoa kepada-Nya, niscaya Allah meminimalkan karakter buruk tersebut
dari dalam diri kita.
*2. Kecintaan manusia pada dunia*
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan,
perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan
anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;
kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian
menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah
serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.”
(QS Al-Hadid [57]: 20)
Jika disuruh melawan dan mengendalikan hawa nafsu, usaha manusia dalam perjuangan
melawan hawa nafsu ini tentu bertingkat-tingkat, tergantung pada kemampuan dan kekuatan
imannya. Sekali lagi, manusia mempunyai keterbatasan dalam memerangi hawa nafsunya.
Hawa nafsu inilah yang menjadikan manusia mempunyai sifat cinta terhadap dunia. Mencintai
dunia berarti mengagungkan dunia, padahal ini adalah perbuatan atau sifat yang sangat hina di
mata Allâh Azza wa Jalla. Termasuk dosa yang paling besar adalah mengagungkan sesuatu
yang direndahkan oleh Allah Azza wa Jalla.
Sudah tabiat manusia tak pernah puas dengan apa yang saat ini dimilikinya. Selalu saja, ingin
memiliki yang lebih dari sekedar yang dimilikinya saat ini. Ya, dunia memang akan terus
menggoda siapa saja yang berada di dalamnya. Dunia menawarkan sejuta kenikmatan, yang
dapat membuat manusia tergiur akan kelezatannya. Bagaikan air laut, semakin diminum maka
akan semakin bertambah hauslah kita. Semakin kita berhasrat untuk mengejar dunia, maka
akan semakin terlena pula kita dibuatnya. Begitulah tipu daya dunia yang fana ini.
*3. Ketika takdir tidak sejalan dengan keinginan*
Orang yang mencintai dunia (secara berlebihan) tidak akan lepas dari tiga (macam
penderitaan): Kekalutan (pikiran) yang selalu menyertainya, kepayahan yang tiada henti, dan
penyesalan yang tiada berakhir. Namun dibalik indahnya kehidupan pasti ada titik dimana
Allah ingin kita kembali dengan cara memberikan sesuatu yang kita tidak menyukainya.
Setiap dari kita pasti mempunyai rencana, yang sudah dirancang dikejauhan hari tiba-tiba tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada, tapi sadarlah! Semua itu Allah tulis demi kebaikan kita.
Harapan, rencana, dan keinginan yang kita anggap baik belum tentu baik untuk kita, tapi dikala
Allah yang merencanakan segalanya tentu akan baik untuk kita.
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-
habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana.”
(QS Lukman [31]: 27)
Jadi, apa yang harus kita lakukan saat harapan tidak sejalan dengan kenyataan? Yaitu ikhlaslah,
karena ikhlas adalah obat terbaik untuk merelakan dan kembali tenang.
Yakinlah bahwa setiap takdir Allah untuk kita selalu baik, apapun bentuk takdir itu. Takdir
yang baik, tentu baik untuk kita. Takdir yang nampak tidak menguntungkan buat kita, ternyata
ada kebaikan yang Allah ’paksakan’ untuk kita, yang tidak kita sadari saat itu. Yakinlah bahwa
Allah mengetahui yang terbaik untuk kita…
*4. Ujian sebagai pengingat*
Sesungguhnya manusia mempunyai keterbatasan terhadap kesimpulan menilai takdirNya,
ketika takdir Allah tak sejalan dengan keinginan, maka hendaklah kita berkhusnudzon dan
jangan berburuk sangka terhadap takdir Allah. Sebab, pada ujian yang Allah berikan terdapat
sisi atau hikmah besar yang tersembunyi. Jangan terlalu berkomentar buruk Ketika Allah
menetapkan satu takdir yang mungkin kita tak senangi.
Di ruang tunggu kehidupan inilah hendaknya kita memupuk diri agar lebih bersabar dalam
menerima takdir serta ujianNya. Apabila nikmat melalaikan kita, dan ujian tak mampu mendekatkan kita pada Allah, maka lewat mana lagi kita bisa mendapatkan pahala dan
mendapatkan cinta Allah?
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia
mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari
(kejahatan) yang diperbuatnya”.
(QS Al-Baqarah [2]: 286)
Ada yang hartanya melimpah ruah. Ada yang kepayahan dalam menghadapi keadaan
finansialnya, begitu sampai mati. Ada yang di usia 25 tahun sudah sukses dan mendapatkan
apa yang diinginkan, namun meninggal di usia muda. Atau mungkin ada yang sukses di usia
40 tahun namun dihari tuanya bermanfaat bagi orang sekitar.
Seketika kita sadar saat nyawa telah sampai di kerongkongan, bahwa ‘apa arti kehidupan semua
ini?’
Pencapaian dunia memang sedap dipandang, nikmat untuk di bicarakan, tetapi membinasakan.
Allah tahu perasaan kita dan Allah tahu apa yang kita butuhkan bukan dari apa yang kita
inginkan. Ketika nafsu dunia seakan membuat kita lupa dan ingin mengejar dunia, berharap
apa yang kita mau sejalan dengan takdir namun, Allah memberikan ujian sebagai bahan
pengingat bahwa dunia ini hanyalah sementara.
Allah juga maha mengetahui tentang obat serta hikmah terbaik dari ujian serta pengharapan
yang tidak sejalan dengan keinginan kita. Menjadikan kita manusia yang lebih sabar serta
ikhlas dalam menerima takdirNya. Percayalah takdir Allah selalu yang terbaik, bila terasa
belum baik, itu berarti takdirNya belum selesai dibentuk. Sekali lagi, semua hanya tentang
waktu.
Hari ini, kita masih diberi kesempatan bernafas untuk memperbaiki segalanya, tentang masa
depan dunia dan yang terpenting masa depan Akhirat yang kekal abadi.
Demikianlah tulisan ini dibuat sebagai bahan pengingat juga pembelajaran untuk diri sendiri
maupun orang lain. Mudah-mudahan Allah SWT senantiasa merahmati serta meridhoi setiap
Langkah kita. _Aamiin yaarobbal’alamin._
_Wassalamualaikum wr.wb_