Berita

Cerita Guru Belajar Jadi Pemantik Guru Percaya Diri dan Berinovasi Saat Pandemi

Published on

Cerita Guru Belajar adalah lembaga pengembangan karir protean (protein) guru. Saat ini, telah mendampingi sekitar 9.000 guru untuk mengembangkan karir melalui berbagai jalur karir guru yakni guru penulis, pembicara, pelatih, desainer komunikasi visual, assesor maupun penyunting.

Yayasan Cerita Guru Belajar ini memiliki beberapa program yakni temu pendidik nusantara yang merupakan program konferensi tahunan yang mempertemukan guru, pemimpin, murid, aktivis pendidikan dan seluruh pemangku kepentingan dieksosistem pendidikan untuk bertemu, berbagi praktik baik dan saling menginspirasi.

“Kemarin dalam program temu pendidik ini, kita mendapat apresiasi dari Unesco, masuk kedalam lima nominasi sebagai program pengembangan karir guru untuk mewakili Indonesia ke kancah dunia, “ terang Ketua Cerita Guru Belajar, Adelia Anggraini, dalam sesi daring Fellowship Jurnalis Pendidikan (FJP) Batch IV, Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), (25/.4/22) di Jakarta.

Selain itu, ada “Surat Kabar Guru Belajar” dan “Surat Kabar Pemimpin Belajar”, yang merupakan media digital yang berisi tulisan praktik baik dari guru, murid, yang akan menulis cerita pengalaman pembelajaran di kelas. Kemudian ada pemimpin dan penggerak dan peneliti pendidikan yang akan menuliskan tentang cerita praktik baik dan konsep-konsep inspirasi pendidikan. Selain menjadi penulis, guru-guru dan pemimpin juga mendapatkan kesempatan menjadi tim dewan redaksi surat kabar tersebut.

Kemudian ada juga kelas penulisan praktik merdeka belajar. Program ini gratis untuk guru dan pemimpin yang ingin belajar menulis praktik baik yakni praktik menulis untuk pemula dalam kerangka yang sederhana. Harapannya, selain dapat menggali kompetensinya juga meningkatkan keterampilan menulis dan dapat mengembangkan jenjang karir sebagai guru penulis.

“Nantinya guru akan menjadi pembicara di temu pendidik nusantara, seperti itu,” kata Adelia.

Ada juga program manajemen karir guru belajar, yang berfokus pada pengembangan karir guru dimana guru dapat  mengaktualisasikan kompetensinya dan mengembangkan karirnya melalui berbagai jalur karir.

“Jenjang karir guru tidak hanya struktural saja, seperti menjadi Kepala Sekolah, tapi kami percaya guru itu mampu mengembangkan karirnya dengan beragam jalur karirnya, seperti guru pembicara, pelatih atau penyunting,” beber Adelia.

Program temu pendidik nusantara itu, sudah ada selama sembilan tahun belakangan ini. Temu pendidik nusantara sudah dilakukan di 33 daerah di Indonesia secara offline. Ajang The First International Blanded Conference for Educators, diselenggarakan pada 30 Juli sampai Agustus 2022 dengan 50 daerah dan pada 3-9 Oktober 2022 diikuti 20 negara dengan 2.000 pembicara menemani belajar 30.000 guru serta pemimpin pendidikan dari 155 daerah di 20 negara.

Dalam ajang tersebut, antara guru Indonesia dengan guru dari berbagai negara berada dalam satu panggung, mereka berbagi cerita praktik baik, saling belajar dan hasilnya mereka bagikan di komunitas mereka di masing-masing daerah. Di temu pendidik nusantara ini para guru tak hanya sebagai pembicara dan peserta saja, namun diajak sebagai penyelenggara maupun pemandu acara tersebut.

Adalah Titik Kartikawati, seorang guru yang juga Kepala Sekolah di Kalimantan, sering berbagi menceritakan praktik baik pembelajaran di kelas dan mengirimkan artikel ke surat kabar guru belajar serta aktif berbagi dalam acara-acara berskala nasional.

Ada juga, Suhud Rois, seorang penulis dan penyunting surat kabar guru belajar, yang sudah banyak menerbitkan buku dan Rahmat Hidayat yang merupakan content creator guru belajar yang sering membagikan cerita-cerita, pengalaman kemerdekaan belajarnya tentang mata pelajaran matematika. Ia mengusung konsep bahwa belajar matematika itu adalah hal yang menyenangkan dan bukan hal yang menakutkan.

Bagaimana cerita guru-guru selama Pandemi Covid-19 dalam dua tahun  belakangan ini? Menurut Adelia, dengan berkolaborasi maka akan saling menguatkan, salah satunya dengan sekolah lawan corona. Program ini adalah program pelatihan dan pendampingan guru yang siap mengajar saat pandemi yang berisi modul-modul guru merdeka belajar, perancang strategi pembelajaran hingga assesment.

Selain sekolah lawan corona, ada temu pendidik spesial yang merupakan seminar telegram yang pertama di Indonesia yang diselenggarakan oleh guru dan untuk guru, agar para guru siap mengajar dimasa pandemi. Tak hanya itu, ada lagi kerja barengan lawan corona (KBLC) yang merupakan kerja bareng dari beberapa organisasi yang penyelenggaraannya bisa dikuti guru dan murid.

“Saat pandemi itu, semua begitu cepat, kita langsung belajar barengan, kita latih bersama, agar guru-guru juga siap untuk menghadapi proses pembelajaran masa pandemi. Dengan cerita guru belajar, harapannya para guru semakin percaya diri yang dapat memantik percakapan sehari-hari diekosistem pendidikan,” tuturnya.

Sementara itu, Guru SMP Negeri 1 Nagreg, Bandung, Jawa Barat, Iwan Ardhie Priyana, mengatakan, saat pandemi tidak semua guru siap untuk belajar dengan menggunakan teknologi terutama masalah sinyal dan banyaknya tugas yang diberikan. Sementara guru harus memberikan pelajaran kepada murid dan hal ini merupakan tantangan yang harus dihadapi.

“Banyak sekali keluhan dari orang tua murid, salah satunya banyak sekali tugas-tugas yang dibebankan guru kepada siswa dan ini merupakan tantangan tersendiri,” kata Penggerak Komunitas Guru Belajar di Bandung ini.

Tak lama, muncul kebijakan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Anwar Makarim, yang menyederhanakan kurikulum, dimana tidak dituntut untuk pencapaian kurikulum, namun yang penting memberikan penilaian yang bermakna.

Maka, Iwan kemudian membuat sebuah sistem pembelajaran yakni belajar dengan kehidupan yang terinspirasi dari negara Finlandia yang pernah ia lihat dan ia baca. Anak-anak saat kembali kerumah akan menjadikan rumah sebagai sekolah.

Lalu, dibuatlah rancangan pembelajaran enam hari yang diberikan pada siswa. Para siswa diminta untuk mengerjakan pekerjaan rumah secara mandiri, seperti tata cara mencuci baju, belajar menjaga kebersihan di rumah, belajar berempati tentang bagaimana rasanya orang tua bekerja, belajar memasak dan menulis refleksi yakni menulis kegiatan selama berhari-hari yang mereka lakukan selama seminggu itu.

“Mereka diminta untuk membuat teks narasi tentang kegiatan mereka selama di rumah membantu orang tuanya, sehingga bisa merasakan betapa repotnya orang tua mengurus anak-anaknya,” kata Iwan yang mengajar Bahasa Indonesia ini.

Harapannya saat pandemi Covid-19 para siswa memiliki sebuah dokumentasi  tentang bagaimana mereka bekerja membantu orang tua dirumah sambil belajar dalam sebuah buku dan akan diberi penilaian pada akhir semester. Pendapat orang tua yang melihat anaknya menjalankan tugas sekolah sangat positif, karena kegiatan tidak menyedot kuota internet dan tugas-tugas membereskan rumah agak terbantukan oleh anak-anaknya.

Hal senada juga disampaikan, Li’lli Nur Indah Sari, seorang Guru SD Islam Nurul Hikmah, Tangerang, Banten. Ia sudah lama merasakan keresahan pembelajaran anak-anak, terutama saat anak-anak belajar hanya menghabiskan isi buku pelajaran dan diujungnya anak-anak diminta mengerjakan soal-soal pelajaran. Hal ini menjadi masalah, karena selama ini tidak bisa menghantarkan murid untuk mencapai kompetensinya.

“Nah, ini saya merasa, masalah banget, begitu. Karena ketika pada akhirnya saya belajar assesment, makna assesment itu adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui update kondisi murid untuk membuat treatment, untuk membantu proses belajarnya murid dan pada akhirnya untuk mencapai kompetensi,” kata wanita yang biasa disapa Lilik ini.

Setelah berdiskusi dengan Kepala Sekolah, Lilik kemudian memulai pembelajaran baru tanpa menggunakan buku, namun melakukan aktivitas yang sesuai dengan kondisi anak sekolah dasar (SD). Ia kemudian mengenalkan tentang sebuah aturan didalam rumah. Seperti kedisiplinan merapihkan mainan ketika selesai bermain, menjemur handuk usai mandi atau tidak boleh menyalakan kompor saat sendirian  di rumah dan membereskan rumah yang berantakan.

“Maka projectnya kita namakan menjadi Polisi aturan di rumah,” kata Lilik.

Anak-anak diajarkan untuk merumuskan sendiri, disisi mana mereka akan berperan menjalankan aturan secara konsiten dan penilaian dari guru dilakukan dengan dibantu orang tua murid, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

“Anak-anak itu sebenarnya kalau kita ajak apapun, pasti respons mereka senang. Kita ingin merubah pembelajaran dari kebiasaan mengerjakan soal pada buku, dimana dengan buku, anak-anak itu biasanya tidak belajar untuk mencapai kompetensinya,” urainya.

Untuk penilaian dari tugas yang diberikan dilihat dari kondisi rumah sebelum dan sesudah diberikan tugas menjadi Polisi aturan di rumah, menjadi lebih baik dari sebelumnya atau tidak.

“Jadi penilaian kita tidak sehari, tapi satu bulan, untuk melihat perubahan kondisi di rumah setelah anak-anak menjadi Polisi aturan di rumah, konsistensinya kita lihat atas laporan orang tua,” ucap Lilik.

Cara pembelajaran yang dilakukan Iwan dan Lilik, sedikit berbeda dengan cara pembelajaran. yang dilakukan seorang Guru SMA Negeri 1 Sijuk, Bangka Belitung, Virandy Putra. Ia tetap memberikan pelajaran dari buku namun medianya berbeda. Menurutnya, pembelajaran di masa pandemi Covid-19, membuat guru harus memikirkan cara dan ide-ide kreatif agar pembelajaran dapat tetap berlangsung.

Berdasarkan data dari Tanoto Foundation 2020, kata dia, sebanyak 47 persen murid merasa kurang senang belajar di rumah karena banyaknya tugas yang diberikan oleh guru dan kegiatan pembelajaran yang dilakukan terlalu membosankankarena tidak adanya interaksi yang baik antara guru dan murid.

Ia kemudian memilih dan meninbang-nimbang sistem pembelajaran menggunakan aplikasi pembelajaran yang memang sangat beragam, diantaranya ada youtube, instagram, dan whatsapp. Ia berpikir, pembelajaran jarang yang menggunakan aplikasi instagram, padahal fitur-fitur dalam instagram sangat banyak untuk bisa digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi.

“Saya memilih Instagram sebagai media pembelajaran Instagram merupakan salah satu sosial media yang paling banyak digunakan di Indonesia,” kata Guru Fisika ini.

Fitur Instagram yang ia gunakan yakni feed Instagram untuk materi pelajaran, komunikasi langsung melalui fitur Live IG, daftar hadir belajar melalui link di bio tertaut ke google form dan penilaian menggunakan fitur kuis di Instagram. Ia meniru cara orang-orang berjualan produk di Instagram dan mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran lewat instagram kepada muridnya.

Pembelajaran melalui Instagram membuatnya memahami bahwa pembelajaran daring tidak harus dirancang melalui aplikasi pembelajaran yang konvensional.

“Dengan aplikasi atau sosial media pun kita juga bisa membuat pembelajaran lebih menarik. Mereka seperti merasa tidak sedang belajar, padahal mereka sedang belajar,” terang Virandy.

Sebagai Guru Fisika, ia mengajar di Instagram untuk murid-muridnya tentang bagaimana saat musim hujan kita sering merasakan besi terasa lebih dingin dibandingkan kayu. Padahal dalam kondisi lingkungan yang sama, suhu benda adalah sama, lalu mengapa hal tersebut dapat terjadi? Ia lalu menjelakan bahwa itu semua terjadi karena suhu tubuh kita ditelapak tangan kita rendah karena aliran kalori yang terjadi dari telapak tangan ke besi. Sehingga sesuai dengan kehidupan sehari-hari.

“Jadi menjadi guru itu membutuhkan sebuah kreatifitas, sehingga guru bisa melihat apa yang menjadi kebutuhan murid dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Kita berusaha agar yang susah itu dibuat sederhana,” tutup lulusan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini. (MRZ).

Exit mobile version