Berita
KPMH: Sutrisno Lukito jangan mafia teriak mafia dengan bela diri ngaku korban kriminalisasi
Pengadilan Negeri (PN) Tangerang Kelas 1 A Khusus sedang menyidangkan kasus dugaan turut serta pemalsuan surat dengan nomor perkara 681/Pid.B/2023/PN Tng. Adapun yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut adalah Sutrisno Lukito Disastro.
Direktur Eksekutif Komite Pemberantasan Mafia Hukum (KPMH) Muannas Alaidid menilai bahwa pihak Sutrisno Lukito tengah menggiring opini seolah-olah menjadi korban dalam perkara tersebut.
“Saat ini Sutrisno Lukito sedang manuver teriak seolah korban kriminalisasi, padahal catatan kriminalnya ada beberapa. Selain sedang disidang di PN Tangerang, Lukito juga baru saja menjalani tahap II atas perkara dugaan penipuan investasi di Polda Metro Jaya,” kata Muannas dalam keterangannya yang diterima pada Rabu (14/6/2023).
Menurut Muannas, Sutrisno Lukito sedang bermain dengan opini di media. Padahal lanjutnya, keterlibatannya dalam kasus dugaan turut serta memalsukan dokumen, di mana terdapat surat yang dibuat oleh Lurah Dadap Subur Johari tahun 2009.
“Nyatanya Lurah Dadap Subur Johari itu baru menjabat di tahun 2012, surat ini yang digunakan oleh Djoko sukamtono (anak buah Sutrisno Lukito) untuk menerbitkan sertifikat,” ujarnya.
Muannas juga membantah bahwa pihaknya pernah menawarkan berdamai dengan Sutrisno Lukito dengan uang damai Rp3 miliar. Dirinya menegaskan bahwa berita tersebut adalah mengada-ada alias informasi bohong.
“Sutrisno Lukito ini sangat tidak jujur, dia menyatakan kita dari pihak pelapor (Idris) pernah mengajaknya berdamai dan mau berikan uang damai 3 milyar, ini jelas informasi bohong, terindikasi tindak pidana menyebarkan berita bohong. Karena yang benar itu dia yang mengajak damai lalu mengutus orang untuk bicarakan perdamaian dikantor kami di sekitar Petogogan, Jakarta Selatan, yang minta uang itu kata utusannya adalah Sutrisno Lukito,” jelasnya.
Semula lanjut Muannas, pihak Sutrisno Lukito meminta Rp milyar dengan alasan untuk sumbangan dan infak ormas-ormas Islam.
“Lalu pihak sana menolak dan karena sumbangan hanya disanggupi maksimal 3 milyar dengan catatan dia harus kembalikan SHM yang dibuat dengan dasar surat palsu tersebut, lalu utusannya menyatakan sepakat dan dibuatlah draft perdamaian,” tuturnya.
“Anehnya, saat pertemuan penandatanganan, SHM-nya yang semula diakui ada padanya mendadak katanya hilang, maka oleh karena itu kami menilai pihak Lukito memang tidak kooperatif, kita batalkan perdamaian,” kata Muannas.
Lebih lanjut Muannas menjelaskan, ketika ditetapkan sebagai tersangka dan masuk daftar pencarian orang (DPO) pihak Sutrisno Lukito agar perdamaian tetap dilaksanakan. Namun, permintaan damai tersebut ditolak.
“Bahkan pada saat Sutrisno Lukito berstatus DPO dan ditangkap oleh Polres Metro Tangerang Kota terinformasi dia lari ke bandung, salah satu kuasa hukumnya masih sempat menghubungi kami, minta agar perdamaian dengan Sutrisno Lukito tetap dilaksanakan, namun kami menolaknya karena kita tahu Sutrisno Lukito ini licin, kami kita tidak mau dibohongi dia lagi,” ujarnya.
Masih menurut Muannas, mengidentifikasi ciri mafia tanah itu mudah, salah satunya selain bekerjasama sama dengan oknum pertanahan adalah suka memanipulasi atau memalsukan dokumen pertanahan.
“Dalam kasus Sutrisno Lukito ini fakta hukumnya terdapat surat dari kelurahan yang ternyata telah dipalsukan yang diurus oleh Djoko Sukamtono (anak buah dari Sutrisno Lukito atau orang suruhan), kemudian surat itu digunakan untuk menerbitkan sertifikat hak milik atas nama Djoko Sukamtono. Bukti dan keterangan saksi sudah lengkap, kuat dugaan otak dalam pengurusan surat itu adalah Sutrino Lukito sendiri,” katanya.
“Jangan pura-pura gak tau dia apa yang dituduhkan, baginya peristiwa ini sudah mencirikan mafia tanah, dia sudah tidak bisa mengelak lagi dari jeratan hukum dan harus dijatuhi sanksi pidana yang berat, meski Djoko Sukamtono kabarnya sempat dibebaskan Pengadilan Tinggi Banten, tapi dia sempat kena di Pengadilan Tangerang 2,6 tahun penjara, masih ada kasasi sedang berproses, kita ikuti semua masih sementara belum berkekuatan hukum tetap,” sambungnya lagi.
Singkatnya saat utusan Sutrisno Lukito saat itu menemui kami, disitu utusannya cerita kalau Sutrisno memiliki banyak sertifikat, malah sempat menawarkan ke kita salah satu bidang tanah di dekat tanah yang saat ini sedang bermasalah saat ini.
Dari sini kami justru menduga, kalau sutrisno lukito ini semacam tengkulak tanah, tukang modalin tanah-tanah bermasalah, ya sejenis mafia tanah”.
Sementara itu, Ketua Umum Barisan Ksatria Nusantara (BKN), Muhammad Rofi`i Mukhlis yang akrab disapa dengan nama Cak Rofi`i atau Gus Rofi`i menilai tidak tepat kalau Sutrisno Lukito dianggap dikriminalisasi sebagaimana pengakuannya atau Lukito menyebutnya sebagai kriminalisasi ulama. Di mana, Sutrisno berlatar belakang bukan ulama tapi pengusaha.
Rofi`i bahkan menantang Lukito membaca Al-Quran atau bacaan tajwid kalau terus mengaku ulama. Ia juga meminta agar sebaiknya Lukito fokus atas apa yang dituduhkan saja.
“Termasuk Lukito yang mengaku diminta jadi pengurus di 3 ormas islam, itu permintaan salah dan keliru sebab tidak boleh orang sudah jadi pengurus NU dia jadi pengurus Muhammadiyah juga, kalo pengurus Muhammadiyah sekaligus menjadi pengurus MUI tidak apa-apa atau pengurus NU merangkap sebagai pengurus MUI itu boleh, tapi kalo dia menjadi pengurus NU dan Muhammadiyah ormas keduanya, berarti orang ini memang bermasalah,” ujarnya.
“Jelas dia tidak paham berorganisasi yang baik dan benar, jangan-jangan dia sengaja masuk semua ormas itu memang tujuannya untuk melancarkan modusnya berlindung dibalik ormas-ormas. Saya ikuti kasus Lukito ini memang dari awal bahkan sempat komunikasi dengannya,” tambahnya.
Rofi`i juga pernah diminta membantu mendamaikan atau memediasi oleh kiyainya sebab Lukito sempat tercatat jadi pengurus NU apalagi dia seorang mualaf.
“Jadi kalau dia sudah ditetapkan daftar pencarian orang (dpo) setelah dipanggil aparat penegak hukum tidak juga datang berarti dia memang orang tidak taat hukum,” pungkasnya. (ris)