Connect with us

Seminar HUT ke-40 FKPPI, Menhan Ungkap Kekuatan Soft Power Rusak Jatidiri Bangsa

Berita

Seminar HUT ke-40 FKPPI, Menhan Ungkap Kekuatan Soft Power Rusak Jatidiri Bangsa

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, memberikan ceramah dalam rangka ulang tahun Ke-40, Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI-Polri (FKPPI), Senin (29/10/18) di Jakarta. Dalam rangka hari lahir FKPPI digelar Seminar Nasional Bela Negara yang bertemakan “Peran Masyarakat Dalam Mempertahankan Nilai-Nilai Kebangsaan Sebagai Upaya Bela Negara dan Ketahanan Nasional”.

Menhan mengatakan, dalam era perkembangan modernisasi dan globalisasi ini, disamping ancaman-ancaman berbentuk fisik baik Ancaman Nyata dan Ancaman Belum Nyata, kita tetap harus selalu waspada terhadap ancaman Non-Fisik yaitu ancaman terhadap “Mindset” bangsa Indonesia yang berupaya untuk merubah ideologi negara Pancasila.

Menurut Menhan Ryamizard, ancaman ini berbentuk kekuatan “soft power” yang berupaya untuk merusak jati diri bangsa Indonesia melalui pengaruh kehidupan ideologi asing yang beraliran materialisme.

“Idelogi berbasis materialisme yang saya identifikasi berpotensi mengancam keutuhan ideologi Pancasila disini adalah ideologi liberalisme, komunisme, sosialisme dan radikalime agama,” terangnya.

Ia mengatakan, serangan ideologis inilah yang sering disebut dengan istilah perang modern atau yang populer saat ini dengan istilah “Proxy War” yaitu suatu bentuk perang jenis baru yang mempengaruhi hati dan pikiran rakyat dengan tujuan untuk membelokkan pemahaman terhadap ideologi negara.

Metode operasional perang ini, kata Menhan, dilakukan melalui infiltrasi ke dalam dimensi intelijen, militer, pendidikan, ekonomi, ideologi, politik, sosbud atau kultur dan agama, bantuan-bantuan, kerja sama berbagai bidang dan media atau informasi.

Setelah infiltrasi berhasil, kata Menhan lagi, dilanjutkan dengan mengeksploitasi dan melemahkan central of gravity kekuatan suatu negara melalui politik adu domba untuk timbulkan kekacauan/kekerasan, konflik horisontal (SARA), memunculkan keinginan untuk memisahkan diri atau separatisme dimulai dengan eskalasi pemberontakan pada akhirnya terjadi pertikaian antar anak bangsa atau perang saudara.

“Muara akhir dari Perang Modern yang benuansa materialisme ini adalah guna menguasai sumber-sumber perekonomian termasuk menguasai sistim tata kelola dan aturan hukum (rule of law) negara,” ujar Menhan Ryamizard.

“Metode perang modern ini relatif murah meriah, karena hanya dengan bermodalkan sarana media sosial dengan kata-kata tertentu dan janji-janji yang menggiurkan masyarakat sudah dapat terpengaruh untuk kemudian mengikuti paham yang disebarkan tersebut,” tambahnya.

Ia mengungkapkan, strategi yang paling efektif didalam menghadapi pengaruh ideologi bermuatan materialis ini adalah dengan mengedepankan aktualisasi dan pemurnian implementasi nilai-nilai Pancasila sebagai basis kekuatan ideologi bangsa dan negara Indonesia.

Ideologi Pancasila ini merupakan satu-satunya ideologi dunia yang berbasiskan filsafat idealisme. Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi idealisme tidak akan pernah berubah sejak dulu sekarang dan yang akan datang. Idealisme, menurut Menhan, adalah sifat batiniah dan materialisme adalah sifat lahiriah. Di dalam persaingan antara batin dan lahir, maka yakinlah batin yang akan selalu menang.

Karena sifat kebatinan identik dengan sifat spiritual yang selalu mendapatkan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Besar. Oleh karena itu, kata Menhan lagi, konsep idealisme Pancasila inilah yang paling ampuh di dalam mencegah masuknya pengaruh-pengaruh keempat ideologi materialisme.Konsep Pancasila sebagai kekuatan Idealisme ini juga tercermin dari pidato Jenderal Soedirman pada saat beliau dilantik sebagai panglima Tentara Komando Rakyat pada tanggal 25 Mei 1946.

Jenderal Soedriman ketika itu mengatakan, “Hendaknya perjuangan kita harus kita dasarkan pada kesucian. Dengan demikian, perjuangan lalu merupakan perjuangan antara jahat melawan suci. Kami percaya bahwa perjuangan yang suci itu senantiasa mendapat pertolongan dari Tuhan,”.

“Apabila perjuangan kita sudah berdasarkan atas kesucian, maka perjuangan ini pun akan berwujud perjuangan antara kekuatan lahir melawan kekuatan bathin. Dan kita percaya kekuatan bathin inilah yang akan menang. Sebab, jikalau perjuangan kita tidak suci, perjuangan ini hanya akan berupa perjuangan jahat melawan tidak suci, dan perjuangan lahir melawan lahir juga, tentu akhirnya si kuat yang akan menang,” kata Menhan mengutip Jenderal Soedirman.

Saat ini, lanjutnya, salah satu ancaman yang sangat nyata dan merupakan salah satu bentuk penistaan terhadap agama, negara dan bangsa Indonesia yang sangat berpengaruh terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa adalah Terorisme. Terorisme tidak hanya menimbulkan kerugian material dan nyawa serta menciptakan rasa takut dimasyarakat, tetapi terorisme juga telah mengoyak keutuhan berbangsa dan bernegara.

Dalam menangkal derasnya arus radikalisme dan ektrimisme agama, pemerintah melalui Kemhan telah mengambil langkah pendekatan soft power melalui konesp Bela Negara dan deradikalisasi yang sinergis dan integral serta komprehensif. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Tokoh Agama, KH Hasyim Asyari, yaitu: “Agama dan Nasionalisme adalah dua kutub yang tidak berseberangan. Nasionalisme bagian agama, keduanya saling menguatkan”.

Menhan Ryamizard melanjutkan, ending stat dari konsep ini adalah demi menjaga dan menguatkan mindset dan jiwa bangsa melalui pemantapan ideologi Pancasila sebagai satu-satunya konsep ideologi negara yang dikemas dengan sosialisasi secara terus-menerus dengan nilai-nilai Bela Negara.

Konsep ini juga dibangun agar seluruh rakyat Indonesia yang memiliki kekuatan pikiran serta memiliki jati diri yang tidak mudah terpengaruh oleh ajakan-ajakan yang memakai kedok agama Islam, sekaligus sebagai kekuatan daya tahan dan daya tangkal terhadap ajakan dan doktrin paham radikal, untuk kemudian melawan paham-paham tersebut dengan ideologi Pancasila.

Indonesia mengedepankan konsep deradikaliasi dengan pendekatan kepada para ulama dan tokoh-tokoh agama, pengarahan-pengarahan, ceramah kepada ormas-ormas termasuk ormas Islam, pesantren-pesantren dan melatih kader-kader Bela Negara.

“Saat ini sudah terbentuk 85 juta kader Bela Negara, dimana pada akhir tahun masa pemerintahan Bapak Presiden Jokowi ditargetkan sudah mencapai 100 juta kader dari 260 juta penduduk Indonesia,” ujar Menhan Ryamizard dihadapan peserta seminar FKPPI.

Menurut Menhan, penguatan kesadaran Bela Negara ini dimulai sejak ssia dini hingga ke Perguruan Tinggi. Sehingga anak-anak dan generasi muda yang belum terpengaruh akan semakin dikuatkan agar tidak mudah di pengaruhi oleh ideologi radikal.

Sementara itu, katanya, untuk kelompok masyarakat yang telah terpengaruh ideologi radikal, pemerintah Indonesia mengedepankan konsep deradikalisasi untuk memberikan kesadaran dan pada saatnya dapat dikembalikan kepada masyarakat.

Kemudian untuk anggota teroris yang tertangkap beserta jaringanya, pemerintah melakukan upaya deradikalisasi untuk membersihkan mindset paham radikal yang ditanamkan oleh kelompok Teroris.

“Namun bagi yang sudah terlalu keras pemahanan ideologi radikalnya dan sulit dikembalikan, maka pemerintah mengambil langkah keras secara norma hukum dan memeranginya dengan senjata,” tegasnya.(MRZ)

Continue Reading
You may also like...

More in Berita

Advertisement
To Top