Berita
Warga Parigi Keluhkan Tanahnya tak Dibayar BPN
Warga RW 06 Kelurahan Parigi, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Saman mengeluhkan tanah miliknya hingga kini belum mendapatkan ganti rugi pasca lahannya tergerus proyek Tol Kunciran-Serpong.
Alasannya, tanah milik Saman yang tercatat memiliki luas 174 meter persegi dengan leter C 1020 itu diakui sebagai aset Pemkot Tangsel sebagai jalan lingkungan. Sementara Saman mengaku tidak pernah menghibahkan tanahnya menjadi jalan lingkungan.
Diketahui, berdasarkan informasi yang dihimpun, Badan Pengelolaan dan Keuangan Aset Daerah (BPKAD) Kota Tangsel dalam keterangannya, jalan lingkungan yang merupakan tanah milik Saman tidak tercatat sebagai aset dari Pemkot Tangsel.
Sementara, BPN Kota Tangsel melalui surat resmi bernomor 716/36.07.600/VI/2018 tertanggal 8 Juni 2018 ditandatangani oleh Wartomo selaku Kepala Kantor BPN Tangsel, yang ditujukan kepada kuasa hukum dari ahli waris, pada poin 2 huruf E menerangkan bahwa tanah milik Saman difungsikan secara sosial untuk keperluan umum, sehingga tidak dibayarkan.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) memastikan perihal status bidang tanah yang terdampak proyek pembangunan Jalan Tol Serpong-Kunciran milik Saman selaku ahli waris Lisin Bin Kunta, sebagaimana berdasarkan surat bernomor 716/36.07.600/VI/2018 tertanggal 8 Juni 2018 bahwa bidang yang dimaksud difungsikan secara sosial sudah sesuai dengan prosedur.
Kepala BPN Kota Tangsel Wartomo saat ditemui awak media di ruangannya di Kantor BPN Tangsel Jalan Raya Letnan Sutopo, BSD City juga menjelaskan, pernyataan BPN dalam surat tersebut berdasarkan fakta di lapangan.
“Itu adalah merupakan jalan yang difungsikan secara sosial untuk keperluan umum, sehingga tidak dibayarkan. Jadi yang kami lihat dari sini adalah secara faktanya di lapangan jalan, kemudian disitu juga ada konblok. Jadi ini jalan, jalan Konblok, kita melihatkan untuk umum, tanah yang dipergunakan untuk sosial sebagai sarana jalan umum,” kata Wartomo, Selasa (15/1/2019).
Ia melanjutkan, menurut aturan memang tidak boleh dibayarkan, jika bidang tersebut tetap dibayarkan, maka akan menjadi temuan.
Lebih lanjut Wartomo menerangkan bahwa berdasarkan data Pemerintah Kota (Pemkot) tahun 1987 bidang tanah tersebut merupakan jalan.
“Kalau faktanya di lapangan itu jalan kami pasti tidak akan bayar, kalau kami harus bersandar harus masuk aset Pemkot banyak jalan itu yang tidak tercatat di Aset Pemkot, tapi faktanya itu jalan, kalau jalan itu ditutup akhirnya akses warga untuk mobilitas disitu tidak bisa. Kalau faktanya di lapangan jalan, kami tidak akan bayar, tanpa harus melihat surat. Tidak bisa digeneralisasikan setiap tanah punya cerita tersendiri,” jelasnya.
“Pertama kami lihat faktanya di lapangan, kemudian kalau ada komplen-komplen kami lihat per kasus, setelah kami teliti ke bawah memang itu fungsinya untuk jalan,” imbuhnya.
Peneliti Kebijakan Publik dari Tangerang Transparancy Public Watch (TRUTH) Suhendar menanggapai, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang menyebutnya aset adalah Pemerintah Daerah (Pemda) kemudian, BPN melegalisasi kepemilikan itu.
Ketika BPN menyatakan aset, ini menjadi pertanyaan dasarnya apa? Kalau hanya pengawasan dan pengamatan lapangan, menurutnya, tidak bisa. Ini merugikan masyarakat, tinggal motifnya dibalik tersebut bisa dicari tahu.
“Kalau memang terbukti merugikan pihak ketiga, maka dasar penyalahgunaan kewenangan dan sewenang-wenang,” ujarnya.(Ban)
