Berita
8 Point Dinilai Merugikan, Inilah Tuntutan Buruh Di Banten Tentang Omnibus Law
Serang, Omnibus Law atau bisa dikenal dengan RUU Cipta Kerja menimbulkan polemik di kalangan buruh. Ternyata, disebabkan 8 point yang di nilai merugikan.
Menurut Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Banten, Intan Indria Dewi. Ia mengatakan, 8 point di dalam RUU Cipta Kerja tersebut sangat merugikan buruh. Hal disebabkan, pada poin pertama, tidak adanya kepastian hubungan kerja. Karena sistem kerja (Outsourcing) dibebaskan di segala jenis pekerjaan, dan sistem kerja kontrak menjadi seumur hidup. Tanpa pernah diangkat menjadi karyawan tetap.
Intan juga menjelaskan pada poin kedua, ia mengaku sistem pengupahan berbasis jam menjadi hilang. Bahkan upah minimum pun ditiadakan. “Dengan begitu, kita sebagai buruh tidak dapat terlibat dalam penentuan upah melalui Dewan Pengupahan,” ungkap Intan melalui sambungan telephone, Jum’at (6/3).
Point ketiga maupun keempat, Intan menegaskan, sistem hubungan kerja yang dibuat sangat fleksible dan perizinan untuk Tenaga Kerja Asing (TKA) akan dipermudah. Sehingga membebaskan TKA Unskill, untuk bekerja di Indonesia.
“Saya kira, di point ketiga dan keempat. Nilai pesangon yang didapatkan buruh akan jauh berkurang dibandingkan nilai yang sudah di atur sebelumnya. Bahkan ada kemungkinan, buruh tidak akan mendapatkan pesangon,” jelas Intan dengan nada datar.
Intan merasa keberatan untuk point kelima, enam, tujuh, dan delapan. Hal itu disebabkan, hilangnya perlindungan untuk buruh. Bahkan aturan hukum pidana kepada pengusaha di tiadakan.
“Ini yang membuat kami berat, karena hilangnya perlindungan Jaminan Sosial (Jamsos) terhadap pekerja. Jam kerja panjang dan eksploitatif terhadap Pekerja. Lalu, PHK dapat dilakukan sesuka hati oleh pengusaha, tanpa ada kesepakatan yang jelas dengan pihak pekerja. Kemudian, hilangnya aturan Hukum Pidana terhadap Pengusaha, yang tidak memenuhi hak para pekerjanya. Sehingga pengusaha tidak akan memiliki efek jera saat melakukan pelanggaran,” tegas Intan.
Intan juga merasa Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja sangat merugikan kaum buruh, dan sangat radikal dalam prosesnya pembuatannya.
“Semata-mata hanya untuk membuka pintu investasi seluas-luasnya. Tanpa memikirkan nasib masyarakat di Indonesia,” kata Intan Indria.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang yang mendapatkan amanat dari Pemerintah Pusat, untuk mensosialisasikan Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja. Belum dapat berbuat apa-apa.
Kepala Bidang Hubungan Industrial (Kabid Hi), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Serang, Iwan Setiawan menerangkan, menunggu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam melakukan tindakan.
Iwan mengakui, telah membaca draf RUU Cipta Kerja di Kementrian. “Saat ini tuntutan menolak RUU OMNIBUS LAW CIPTA KERJA, kita belum bisa menanggapinya. Yang jelas, kita menunggu Pemprov Banten memberikan komando, atau telah dinyatakan sebagai undang-undang. Barulah kita mensosialisasikan, dan bila ada yang memberatkan disarankan masukan secara tertulis. Lalu kita kirimkan kepada kekementrian,” tutup Iwan seraya mengakhiri pembicaraan.
