News Update
Pedagang Pasar Keluhkan Peran Organisasi Yang Memonopoli Lapak PKL
Sudah jatuh tertimpa tangga sebuah ungkapan yang pas untuk Ibu Mawar (46). Mawar adalah pedagang serabutan musiman di pasar Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
Di ketahui, pasca relokasi pedagang pasar Ciputat ke Plaza Ciputat omset mereka dapat di katakan merugi. Di tambah situasi masa pandemi Covid 19, uang retrebusi sampah, keamanan, dan lainnya tak mampu mereka bayar.
Dalam kehidupan Mawar, setiap harinya Mawar berjualan di pasar Ciputat, dan suaminya merupakan driver online yang pendapatannya belum bisa di pastikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Di dalam rumah kontrakan petak, Mawar di titipi amanah 3 orang keponakannya yang masih aktif mengenyam dunia pendidikan. Beruntung, sekolah online tidak lagi membuat ia pusing lantaran biaya ongkos untuk pergi ke sekolah.
Mawar menceritakan suka duka yang ia alami saat dirinya sudah tak berjualan lagi di pasar Ciputat, sebab pasar tersebut dalam masa perbaikan dan belum tentu ia mendapatkan kesempatan untuk kembali berjualan disana.
“Saya sudah tidak ada lagi pendapatan untuk menyekolahkan ponakan saya. Empat bulan lalu, saya malah di mintai uang sebesar Rp. 200.000 ribu oleh Assosiasi pedagang kaki lima (Apkli Ciputat) untuk ongkos mereka mengurus agar kami tetap dapat berjualan di pasar Ciputat namun tidak saya kasih. Saya juga lagi susah mas,”
Dikatakannya, ia sudah putus asa untuk memperjuangkan haknya berdagang lantaran tidak mengikuti kemauan mereka, dan memilih tetap di dalam paguyuban pedagang pasar Ciputat (P3C)
Saat di hubungi wartawan, Udin, Bendaraha Apkli Ciputat berdalih, Bahwa isu tentang pungutan uang tersebut adalah tidak benar. Menurutnya, informasi itu adalah isue gelap.
“Itu isue tidak jelas bang. Bila perlu pertemukan saya saja kepada pedagang tersebut. Tidak ada sama sekali pungutan. Namun ada iuran anggota sesuai dengan AD/ART besarannya Rp. 100.000 pertahun,” kilahnya
Ia menambahkan, adapun iuran tersebut di gunakan untuk kegiatan-kegiatan. Saat di tanya Aplki bisa menjamin pedagang untuk mendapatkan lapak di pasar Ciputat, ia menjawab informasi itu juga tidak benar.
“Aplki hanya sebagai jembatan. Menyembatani pedagang kepada walikota Tangsel. Intinya kami mempertemukan saja. Terlepas dapat atau tidaknya lapak, itu di luar kewenangan Apkli,” jelasnya
Sementara itu, saat di hubungi oleh tangerangonline.id melalui telepon selulernya Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Ciputat (P3C), Yuli Sarlis berharap, pembangunan pasar Ciputat dapat di percepat agar pendapatan mereka kembali normal.
“Hingga hari ini, pendapatan kami menurun drastis. Di plaza ciputat sangat tidak bisa di andalkan. Anggota kami banyak yang keluar dari sini. Kami tak ada omset pak,” ucapnya kepada wartawan.
Saat di tanya terkait Apkli, dirinya tidak ada kaitannya di organisasi tersebut. Menurutnya, pengurus apkli adalah mantan pengurus di P3C.
“Kami beda pak, mereka hanya menaungi pedagang kaki lima. Kalau kami yang ada di toko. Meski demikian, di P3C ada juga PKL yang meminta bergabung kepada kami,” tutur Yuli (8/4/2021)
Yuli yang memiliki anggota sebanyak 160 pedagang berharap, pemerintah Kota Tangerang Selatan dapat segera mempercepat pembanguan pasar Ciputat. Pasalnya, meski tidak memiliki omset, beban retrebusi terus menerus ia pikul.
“Saya berharap Pemkot kebut pembangunan deh. Soalnya, situasi kami disini sangat susah. Di tambah biaya retrebusi yang kami pikul setiap bulannya. Bagaimana mau usaha, toko sepi, biaya kebersihan keamanan dan listrik mau tidak mau kami tanggung,” tandas Yuli. (Adt)
