Bandara
Imigrasi Bandara Soetta Perkuat Petugas dan Teknologi Cegah Penyelundupan dan Perdagangan Orang
Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Soekarno-Hatta terus memperkuat personil dan mengembangkan inovasi teknologi guna menanggulangi persoalan penyelundupan manusia dan perdagangan orang.
Sepanjang tahun 2022, petugas Imigrasi menolak masuk 1.222 warga negara asing (WNA), dan menunda keberangkatan 4.119 orang, yang terdiri atas 568 WNA dan 3.551 WNI dengan berbagai alasan keimigrasian di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta).
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta, Muhammad Tito Andrianto mengatakan bahwa dari datas tersebut meski tidak ada pengkategorian secara khusus, pihaknya mensiyalir terdapat korban bahkan pelaku kejahatan internasional. Ada pula diantaranya juga dicurigai sebagai PMI (Pekerja Migran Indonesia) ilegal.
“Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta, akan mendukung reformasi digital di bidang keimigrasian, seperti inovasi teknologi face recognition dan peningkatan kualitas autogate yang telah kami lakukan, dengan demikian fungsi pengawasan dan perlindungan hukum dapat terlaksana lebih maksimal,” ujar Tito pada Minggu (12/2/2023).
Tito menjelaskan, Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta sejak tahun 2021 yang lalu telah menggunakan serta mengembangkan inovasi melalui teknologi face recognition. Alat ini akan mengenali wajah orang yang masuk dalam daftar cegah tangkal (cekal) meski menggunakan masker sekalipun.
“Dengan alat ini, tentunya para pelaku kejahatan internasional yang masuk dalam red notice akan mudah dikenali. Begitu juga autogate yang tahun ini sudah ditingkatkan kualitasnya, sehingga orang yang masuk dalam daftar cekal tidak dapat melalui autogate,” jelas Tito.
Tito menegaskan, Imigrasi Soekarno-Hatta sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dengan TPI terbesar dan tersibuk di Indonesia harus meningkatkan pengawasan keimigrasian yang lebih ketat. Terlebih lagi Bandara Soetta merupakan gerbang utama keluar dan masuk wilayah Indonesia.
Selain itu, Tito juga terus mengarahkan petugas agar dapat memberikan perlindungan hukum utamanya bagi WNI.
“Petugas imigrasi harus cermat dan up to date dengan isu-isu strategis utamanya di bidang keimigrasian, kami juga akan memberikan penguatan kepada seluruh petugas, agar melakukan tugas dan fungsi keimigrasian lebih maksimal lagi,” tandas Tito.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly selaku Ketua Delegasi RI mendorong upaya kolektif berbagai pihak dalam menanggulangi persoalan penyelundupan manusia dan perdagangan orang.
Hal itu dikatakan Menteri Yasonna dalam pertemuan ke-8 Konferensi Tingkat Menteri dan ke-3 Forum Pemerintahan dan Bisnis (The 8th Bali Process Ministerial Conference and the 3rd Bali Process Government and Business Forum) digelar di Adelaide, Australia, pada tanggal 10 Februari 2023 yang lalu.
“Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Hukum dan HAM RI berkomitmen untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi investor asing melalui reformasi hukum guna meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia, diantaranya reformasi di bidang keimigrasian,” jelas Yasonna.
Melalui forum ini Menkumham berkomitmen bahwa kedepannya Indonesia akan mengadvokasi Bali Process yang lebih responsif dan proaktif terhadap tren perdagangan orang serta mendorong peningkatan kolaborasi oeh semua anggota, pengamat, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.
Sekadar diketahui, Bali Process, atau lengkapnya Bali Process on People Smuggling, Trafficking in Persons and Related Transnational Crime, merupakan forum untuk dialog kebijakan, berbagi informasi dan kerja sama praktis untuk membantu kawasan mengatasi tantangan Penyelundupan Orang, Perdagangan Orang dan Kejahatan Transnasional.
Bali Process, diketuai bersama oleh Indonesia dan Australia, memiliki 49 negara anggota, 18 negara observer dan 9 organisasi internasional.
Termasuk di dalamnya Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Kantor Narkoba dan Kejahatan PBB (UNODC) dan International Labour Organization (ILO).
Ini juga termasuk Grup Ad Hoc, menyatukan negara-negara anggota yang paling terkena dampak, dan organisasi internasional yang relevan, untuk mengatasi masalah migrasi tidak teratur tertentu di wilayah tersebut. (Rmt)
