Beranda Berita Gugatan Class Action Warga Serang Dikabulkan, PT SKM Mulai Disidangkan

Gugatan Class Action Warga Serang Dikabulkan, PT SKM Mulai Disidangkan

0

Pengadilan Negeri Serang, Banten, Rabu (24/3) akan mulai menyidangkan kasus gugatan sejumlah warga di tiga komplek perumahan Serang terhadap PT SKM.

Sebelumnya, sejumlah warga dari Komplek Perumahan Permata Hijau, Graha AMI dan Serdang Residence di Desa Serdang, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Banten mengajukan gugatan secara bersama-sama (class action) terhadap PT SKM yang membangun pergudangan alat-alat berat di kawasan permukiman mereka.

“Kami lega karena akhirnya gugatan kami diterima pengadilan,” kata Ronald Shandra, Ketua Forum Komunikasi Warga Villa Permata Hijau, Graha AMI dan Serdang Residence, kepada pers usai pertemuan warga korban PT SKM di Serang beberapa waktu lalu.

Sebanyak 566 Kepala Keluarga (KK) dari 15 cluster pada tiga perumahan tersebut, secara kompak mengajukan gugatan terhadap keberadaan PT SKM di wilayah permukiman mereka.

Ditambahkan Ronald, kawasan yang mereka tempati masuk dalam zona permukiman.

“Makanya kami menolak pembangunan pergudangan di sini. Selain melanggar penataan wilayah, PT SKM juga sudah menimbulkan kerugian kepada warga di sini, terutama warga Villa Permata Hijau,” sambung Edward Galatang, Ketua Kelompok Masyarakat Villa Permata Hijau yang mengalami kerugian paling parah.

Dinding dan lantai rumah mereka retak-retak akibat pemasangan tiang pancang pergudangan yang menggunakan alat berat.

Hal lain yang dikeluhkan warga adalah kebisingan yang amat sangat akibat pembangunan fisik bangunan gudang PT SKM.

“Bising dan polisi udara dari genset yang mereka gunakan,” ujar Edward lagi.

Kisah nyaris tragis terjadi pada saat salah satu ibu rumah tangga di Villa Permata Hijau yang sedang hamil, hendak melahirkan. Akibat kebisingan di lokasi PT SKM yang hanya berbatas tembok dengan perumahan, sang ibu sempat stress, demikian juga keluarganya.

“Untunglah masa kritis tersebut bisa diatasi,” cerita Edward.

Sanksi DLH dan Tuntutan Warga

Penasihat hukum para korban, Drs. Jopie Rory, SH, MH, mengungkapkan, Pengadilan Negeri Serang, Banten, dalam sidang pada 24 Feruari lalu, akhirnya menerima gugatan yang dilayangkan tim kuasa hukum.

“Gugatan kami sebelumnya ditolak, tapi setelah kami perbaiki dan diajukan dalam bentuk class action pada akhir Desember 2020, akhirnya diterima. Sidang pemberitahuan putusan pengadilan tersebut dibacakan 4 Maret lalu,” kata Ketua LBH Nusa Utara Bersatu itu yang salah satu anggotanya menjadi korban.

Dampak putusan PN Serang tersebut langsung terasa. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Serang, tanggal 15 Maret lalu memberi sanksi administratif terhadap PT SKM. Akibatnya, PT SKM melakukan pembangunan dengan tingkat kebisingan rendah. Namun, kasus tersebut tetap berlanjut di pengadilan.

“Sidang Rabu 24 Maret adalah sidang mediasi. Kedua pihak yang berperkara, yaitu PT SKM dan perwakilan warga akan duduk bersama dan membicarakan penyelesaian secara musyawarah di luar jalur hukum. Kalau kedua belah pihak sepakat, sidang tidak akan dilanjutkan. Tapi kalau terjadi dead lock, sidang berlanjut dan masuk pada pokok perkara,” jelas Jopie.

Jopie menjelaskan, dalam gugatan, warga meminta sejumlah permintaan, antara lain penghentian pembangunan pergudangan PT SKM karena tidak sesuai peruntukan, dan ganti rugi secara materil dan imateril.

“Selain PT SKM, kami juga menjadikan Pemkab Serang sebagai Tergugat II karena memberikan izin kepada PT SKM membangun pergudangan di kawasan permukiman para korban. Tuntutan kepada Pemkab adalah agar izin PT SKM dibatalkan,” kata calon doktor ilmu hukum tersebut.

Jopie menyampaikan, perumahan di kawasan itu sudah ada jauh sebelum PT SKM membangun pergudangan di situ.

“Yang paling lama adalah Villa Permata Hijau yang sudah ada sejak 2009. Perumahan lain, yaitu Graha AMI dan Serdang Residence menyusul beberapa tahun kemudian. Nah, PT SKM baru datang tahun 2019,” ujarnya.

Protes ke Presiden Jokowi

Protes dan keluhan warga, terutama warga Villa Permata Hijau, sudah langdung disampaikan pada akhir 2019. Mereka mengirim surat ke pihak-pihak berwenang, mulai dari Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, hingga ke Kementerian LHK, bahkan Presiden Jokowi.

“Kami juga sampai sempat demo dan memasang spanduk larangan membangun kepada PT SKM, tapi mereka tetap saja melanjutkan pembangunan,” kata Edward Galatang yang dinding dan lantai rumahnya mengalami retak cukup parah.

“Selama ini kami terus berusaha sambil menunggu jawaban pihak-pihak tempat kami mengeluh, termasuk Presiden Jokowi. Tapi baru sekaranglah kami mendapat titik terang,” ucapnya.

Para warga korban berharap proses persidangan kasus mereka akan berjalan secara adil. (Ris)