Beranda Berita AP-KI Dukung Grand Bargain 2.0 Titik Tolak Perbaikan Sistem Kemanusiaan Melalui Penguatan...

AP-KI Dukung Grand Bargain 2.0 Titik Tolak Perbaikan Sistem Kemanusiaan Melalui Penguatan Ormas Sipil dan LSM

0

Aliansi Pembangunan – Kemanusiaan Indonesia (AP-KI) dalam keterangan tertulisnya, Minggu (4/7/2021) menyambut baik Grand Bargain 2.0. dan akan ikut serta dalam pembahasan selanjutnya tentang isu-isu utama yang berkaitan dengan pendanaan berkualitas dan pelokalan, pada skema kemanusiaan global ini

Grand Bargain sendiri merupakan upaya dari berbagai pihak yang dirumuskan pada seputaran KTT Kemanusiaan sedunia di Istanbul tahun 2016.

Sejauh ini di dalam prakarsa diluar PBB ini terdaftar 63 penandatangan termasuk pemerintah negara, lembaga-lembaga PBB dan donor, serta LSM internasional – semuanya dari belahan bumi utara. Didalamnya termuat kesepakatan dan tekad untuk meningkatkan efektifitas sistem kemanusiaan global, termasuk peningkatan efisiensi, pendanaan yang luwes, perbaikan sistem kemitraan dan penguatan pelaku lokal.

Berdasarkan hasil kajian selama lima tahun terakhir, pertemuan tahunan yang digelar pada 15 Juni 2021 dan 16 Juni 2021 yang lalu dijangka akan melakukan perombakan, terutama terkait pendanaan berkualitas dan penguatan peran pelaku kemanusiaan lokal.

Rahmnawati Husein dari Muhammadiyah Disaster Management Center MDMC mengatakan, Grand Bargain yang krusial itu selama ini tidak terasa gaungnya ditingkat nasional apalagi pada tataran akar rumput.

“Maka saya menyarankan kepada pemerintah, lembaga-lembaga PBB, donor, INGOs dan masyarakat sipil untuk memanfaatkan revisi kearah Grand Bargain 2.0. ini sebagai kesempatan untuk melakukan konsolidasi.

“Kita perlu menyusun suatu Grand Design nasional bidang kemanusiaan yang disepakati secara Pentahelix,” lanjutnya.

AP-KI untuk menyampaikan tanggapan awal mengenai Grand Bargain 2.0. dengan mendorong kehadiran pemerintah dari Global South, seperti Indonesia, pembentukan National Reference Group yang independen, dan tetap mengejar komitmen global untuk menyalurkan setidaknya 25% dana kemanusiaan langsung ke pelaku lokal di garis depan.

Tambahan lagi, kata dia, Grand Bargain 2.0. harus memposisikan sistem kemanusiaan berkaitan dengan perubahan iklim – pembangunan – pemeliharaan perdamaian pada kerangkakerja besar SDGs.

AP-KI menegaskan bahwa Grand Bargain 2.0 harus memperluas jangkauannya kepada CSOs/LSM lokal yang walaupun mandatnya bukan kemanusiaan namun mereka dipastikan melaksanakan respon kemanusiaan ketika terjadi bencana atau krisis.

Sementara itu, Puji Pujiono anggota AP-KI dari SEJAJAR menjelaskan bahwa di negara-negara rawan bencana seperti Indonesia, respon kemanusiaan harus menjadi suatu life skill seperti halnya P3K.

“Semua Pemda dan LSM lokal harus menguasainya, dan mampu melaksanakan ketika diperlukan dimana saja dan dkapan saja”. kata Puji Pujiono.

Akuntabilitas sistem kemanusiaan yang vertikal keatas juga menjadi aspek yang disoroti oleh AP-KI.

“Sudah saatnya akuntabilitas sistem dan bantuan kemanusiaan yang selama ini mengarah keatas pada donor dan lembaga internasional diputar secara radikal menjadi akuntabilitas kepada komunitas terdampak” ucap Muhammad Ali Yusuf anggota AP-KI dan Humanitarian Forum Indonesia menambahkan.

Anggota AP-KI, Maria Lauranti, menyampaikan, dengan turut serta dalam proses Grand Bargain 2.0, diharapkan AP-KI terhadap sistem kemanusiaan menjadi lebih baik, terutama di Indonesia, dimana CSO/LSM lokal sudah cukup berpengalaman untuk berdiri sama tinggi dengan pemerintah dan lembaga-lembaga internasional dan INGOs dalam menegakkan prinsip dan praktik baik sistem kemanusiaan.

“Grand Bargain 2.0 harus menjadi titik tolak perbaikan sistem kemanusiaan yang melalui penguatan Organisasi Masyarakat Sipil dan LSM, tidak hanya efektif tetapi juga akuntabel dan terintegrasi dengan pengurangan risiko bencana dan dibawah SDGs.” demikian dikatakan Maria Lauranti .(MRZ)