Pemutaran film dokumenter Ahmadiyah’s Dilemma memiliki pesan mendalam tentang menguatkan nilai toleransi dalam hal berkeyakinan.
Pemutaran perdana yang diselenggarakan oleh Kreasi Prasasti Perdamaian di Kampus 2 Universitas Pamulang (Unpam), Viktor sebagai upaya menekan isu minoritas yang selama ini masih ada dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.
“Ini pertama kali saya meluncurkan isu minoritas. Jadi salah satu solusi mengahadapi diskriminasi, marginalisasi itu lewat pendidikan (bedah ilmiah) di kampus,” kata Direktur Kreasi Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail usai pemutaran film Ahmadiyah’s Dilemma.
Ia juga menyampaikan pesan toleransi dalam karya filmnya ini yaitu bagaimana memanusiakan manusia sebagai makhluk sosial.
“Ya teologis tentu kita beda ya dengan kelompok Ahmadiyah tetapi secara sosiologis ya kita sesama manusia, sesama anggota masyarakat meskipun terjadi perbedaan dalam berkeyakinan,” katanya.
Noor Huda mengulas alasan membuat film yang terbilang sensitif ini. Dikatakannya, dalam film tersebut menampilkan gejala trauma yang dialami dan dirasakan pihak minoritas.
“Film tadi kan di awal memang saya tunjukkan. Negara kita mempunyai massi PR terhadap bagaimana relasi (hubungan sosial) Ahmadiyah,” imbuhnya.
Sementara, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani mengatakan, film yang mengisahkan minoritas, dimana kekerasan juga menimpa kaum perempuan.
Maka dengan film ini memberikan pesan agar sesama makluk sosial dapat hidup secara berdampingan.
“Kami dari Komnas Perempuan tentu berharap bahwa akan ada ruang-ruang untuk mendialogkan keberagaman Indonesia dan juga kita bisa memastikan hidup berdampingan dengan damai dan tentram,” katanya usai mengikuti pemutaran film itu.
“Ini sangat penting karena dalam peristiwa-peristiwa intoleransi pasti ada perempuan yang jadi korbannya dengan berbagai lapisan persoalan yang harus ia hadapi langsung pada peristiwa itu maupun sebagai dampak dari peristiwanya,” sambungnya.
Ia berharap Indonesia sebagai negara yang penuh dengan keberagaman dapat menyatu secara utuh dengan mengedapankan toleransi.
Adapun secara tata kelola negara, kaum minoritas bisa mendapatkan haknya secara adminitrasi dalam bernegara.
“Ya kita tentunya berharap di administrasi baru akan ada upaya-upaya yang lebih sistemik yang memastikan bahwa rasa persatuan dan kesatuan kita itu bisa terus ditebalkan di tengah pengetahuan kita merayakan kebhinekaan di Indonesia, pungkasnya. (Amd)

