Menjelang puncak arus mudik dan liburan Natal serta Tahun Baru, Badan Karantina Indonesia (Barantin) menegaskan kembali pentingnya kelengkapan dokumen karantina bagi masyarakat yang bepergian dengan hewan kesayangan.
Untuk membawa hewan kesayangan, ada beberapa dokumen dan perlengkapan penting yang harus dilengkapi, terutama melakukan perjalanan udara.
Kepala Barantin, Sahat M. Panggabean, menyampaikan bahwa aturan ini bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari upaya melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah penyebaran penyakit antarwilayah.
Ia menekankan bahwa penumpang yang membawa anjing atau kucing wajib melengkapi sertifikat karantina. Prosesnya disebut sangat sederhana dan cepat, hanya memakan waktu 3–5 menit.
Sertifikat tersebut bahkan bisa langsung dikirim ke email atau ponsel penumpang, sehingga tidak perlu dicetak.
“Kalau membawa hewan kesayangan, terutama anjing atau kucing, tolong lengkapi sertifikat karantinanya. Kalau lengkap, paling lama 3 atau 5 menit sudah selesai,” kata Sahat di Terminal 3 Bandara Soetta, Tangerang, Selasa (23/12/2025).
Sahat mengingatkan bahwa setiap daerah memiliki status penyakit yang berbeda. Misalnya, hewan pembawa rabies (HPR) tidak diizinkan masuk ke Bali. Perbedaan aturan ini, menurutnya, harus dipahami penumpang agar tidak menimbulkan masalah di daerah tujuan.
“Jangan anggap semua daerah sama. Beda pulau, beda status penyakitnya. Informasi ini bisa ditanyakan langsung ke petugas karantina yang siap 24 jam,” jelasnya.
Meski regulasi karantina jelas mengatur sanksi bagi pelanggaran, Sahat menekankan bahwa pendekatan utama adalah edukasi. Ia berharap masyarakat tidak segan bertanya kepada petugas karantina agar perjalanan tetap aman dan nyaman.
“Isunya bukan sekadar menegakkan hukum, tapi mengedukasi masyarakat. Jangan sampai suasana liburan jadi terganggu,” katanya.
Selain hewan kesayangan, Barantin juga masih menemukan kasus penyelundupan benih hortikultura dalam jumlah kecil yang diselipkan di koper penumpang.
Meski terlihat sepele, benih tersebut berpotensi membawa bakteri berbahaya yang bisa mengancam pertanian nasional.
“Kadang hanya saset kecil, tapi dampaknya signifikan. Itu sebabnya kami terus waspada,” ungkap Sahat. (Rmt)

