Berita
RDP DPRD Soal Program Sembako Untuk Siapa?
Carut Marut penyaluran bantuan BPNT alias Program Sembako mulai masuk pembahasan di DPRD Lebak. Komisi III DPRD Lebak yang diketuai Yayan Ridwan mengundang tiga perusahaan supplier (PT Aam Prima Arta, Perum Bulog, CV Astan) Kepala Dinsos Lebak, Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Koordinator Teknis (Kortek) dan kepolisian untuk menggali permasalahan yang terjadi di lapangan.
Tak hanya komisi III DPRD yang membidangi Kesehjateraan Rakyat, beberapa wajah dari komisi lainnya diantaranya komisi IV dan Komisi 1 juga ada di ruang RDP itu dan turut bersuara.
Pada rapat dengar pendapat itu, semua pihak bersuara, didenger pemdapatnya dan berargumen, dan ada diantaranya yang membeberkan data.
Suasana lumayan panas, ya lumayan.
Terlepas dari itu, kalau tidak salah data, ada sekitar 400 agen (yang pernah disebut ada agen/warung dadakan yang sebelum program ada bukanlah sebuah warung) nah nah nah… aji mumpung, mumpung ada program, mumpung bisa berbisnis, ya tentu ada hak untung, ya untung atas berjualan komoditi sembako yang notabene komoditi bantuan untuk rakyat miskin.
Jumlah 400 warung ini tentu butuh pemodal besar yang mampu menyuplai sembako. Butuh perusahaan yang bisa menghutangi warung dengan beras, kacang ijo, telor dsb. Hutang yang akan dibayar saat warga miskin mencairkan bantuannya senilai Rp 150 ribu/bulan di warung yang 400 buah tadi.
Maka masuklah 3 supplier menyebar dan bernegosiasi berbalut kerjasama dengan 400 warung tersebut. Dari lobi lobi natural adat ketimuran, atau dengan cara cara lain, yang jelas upaya dalam bisnis to bisnis tentu hal biasa. Segala cara tentu bisa dilakukan, dalam bisnis rutin bulan bernilai milyaran siapa pun tentu semangat.
Ada 106.230 Keluarga Miskin menerima sembako paket seperti beras, telur, kacang hijau yg dikirim supplier kepada E-warong.
Kualitas, kuantitas? Hingga saat ini belum ada alat ukur mutu atau standar SNI diantara beras yang terkirim. Kualitas beras premium yang orang awam tentu sulit untuk bisa membedakan kualitas beras premium atau medium, atau bahkan dibawah medium sekalipun. Karena memang tidak ada alat uji mutu
Semua bisa melihat, 400 warung yang tersebar di semua desa/kelurahan ini adalah bisnis produktif, bisnis lancar dan rutin. Bahkan, ini bisa jadi bisnis yang nyaris tak ada resiko rugi, karena duitnya pasti ada dan masuk di rekening warga miskin.
Apakah 3 supplier bersaing diantara mereka?
Soal persaingan secara tidak kasat mata tentu ada. Bisnis tak akan lepas dari persaingan antar kompetitor. Dengan satu tujuan yang sama, tetap aman dan nyaman terikat kerjasama sebagai supplier ke agen/e-warong tentu terus diperjuangkan.
Lalu saat bau persaingan ini sudah sampai ke gedung DPRD yang merupakan tempatnya politsi berkantor, tentu tarik menarik kepentingan dari sisi politik sangat mungkin terjadi.
Lalu siapa yang akan menang?
Kita berharap yang menang bukan supplier yang tadinya sedikit warung yang disuplainya berubah menjadi banyak pasca RDP atau pun sebaliknya. Atau ada supplier yang porsinya besar akhirnya menciut?
Seharusnya yang harus menang adalah rakyat miskin penerima bantuan. Rakyat yang harus menerima bantuan utuh, tepat waktu, tepat jumlah dan tepat kualitas.
Hidup rakyat!
Achmad Syarif
Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kab. Lebak
Owner Media Berita TOP TIME
