Bandara
Mengaku membawa Bom, Penumpang Batik Air Diturunkan dari Pesawat di Bandara Soetta
Gurauan atau candaan tentang bom di dalam pesawat kembali terjadi di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta), Tangerang.
Seorang penumpang pesawat Batik Air mengaku membawa bom kepada salah satu pramugari saat pesawat masih dalam proses persiapan keberangkatan.
Penumpang tersebut merupakan seorang wanita berinisial FA yang duduk di kursi 11E.
Corporate Communications Strategic of Batik Air, Danang Mandala Prihantoro mengatakan, kejadiannya di dalam pesawat Batik Air ID-6272 rute Bandara Soekarno-Hatta – Manado pada 15 April 2025.
“Menanggapi situasi tersebut, awak kabin kami segera melaporkan ancaman ini kepada kapten pilot dan petugas keamanan,” kata Danang, Kamis (17/4/2025).
Akibatnya lanjut Danang, penumpang tersebut diturunkan dari pesawat untuk menjalani pemeriksaan oleh petugas keamanan.
“Yang bersangkutan tidak diizinkan untuk melanjutkan penerbangan dan diturunkan dari pesawat untuk diserahkan kepada pihak berwenang, termasuk PPNS dan Polres Kota Bandara Soekarno-Hatta,” terang Danang.
Setelah penumpang tersebut diturunkan dari pesawat, petugas melakukan pemeriksaan keselamatan tambahan terhadap barang bawaan penumpang.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada benda mencurigakan atau bom yang ditemukan, kemudian penerbangan ID-6272 dinyatakan aman dan melanjutkan penerbangan,” jelas Danang.
Ia menegaskan bahwa setiap pernyataan yang mengandung unsur ancaman, termasuk gurauan tentang bom, adalah tindakan serius yang dilarang keras di bandara maupun di pesawat.
“Batik Air menegaskan bahwa setiap pernyataan, gurauan, atau candaan yang mengandung unsur ancaman bom, terorisme, atau kekerasan di lingkungan bandara dan/atau pesawat adalah tindakan yang sangat serius dan dilarang keras,” pungkasnya.
Sanksi Hukum yang Mengintai
Di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Pasal 437, menjelaskan bahwa memberikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan dapat dikenakan sanksi pidana.
Pelaku dapat menghadapi hukuman penjara hingga satu tahun, yang dapat meningkat hingga delapan tahun jika menyebabkan gangguan operasional penerbangan. (Rmt)
