Connect with us

Jurnalisme Pendidikan Garda Terdepan Penggerak Perubahan dan Kode Etik Jurnalistik Penting

Berita

Jurnalisme Pendidikan Garda Terdepan Penggerak Perubahan dan Kode Etik Jurnalistik Penting

 

Pelatihan jurnalis pendidikan memasuki hari keempat. Pada hari sebelumnya, dalam sesi pelatihan secara daring, Mentor Fellowship Jurnalisme Pendidikan (FJP) Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) Batch IV, Frans Sudiasis, menyampaikan, salah satu tugas utama media adalah membawa masyarakat pada perubahan yang lebih baik.

“Pendidikan merupakan gerbang besar untuk membawa masyarakat pada keadaan yang lebih baik. Inilah satu pertimbangan mengapa media perlu dan wajib menaruh perhatian pada isu-isu pendidikan.Isu pendidikan masih kalah dibandingkan dengan isu politik, ekonomi maupun dunia hiburan,” ungkap Frans Sudiasis.

Ia menyebut, problem politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya yang kita hadapi sebagai sebuah bangsa, seringkali berakar dari lemahnya perhatian terhadap pendidikan. Media, perlu mengubah cara memperlakukan isu pendidikan dengan menempatkannya sebagai isu utama.

“Inilah salah satu bentuk sumbangan terbaik media dan jurnalisme bagi kemajuan bangsa ini. Upaya mengarusutamakan isu pendidikan, mesti dilakukan melalui jurnalisme berkualitas yang membantu  masyarakat memahami duduk persoalan isu pendidikan, melalui pemberitaan yang tidak hanya sekedar menyajikan fakta, namun meletakkan fakta tersebut dalam konteks yang tepat, background yang relevan dari perspektif yang jelas,” urainya.

Menurut Frans, jurnalisme menjadikan dirinya sebagai partner masyarakat yang dapat diandalkan dalam memahami lingkungan mereka dan membantu mereka membuat keputusan yang tepat.

“Itulah yang kita maksudkan dengan jurnalisme yang berkualitas. Inilah yang menjadi komitmen Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP) dan alasan utama fellowship jurnalisme pendidikan (FJP) ini. Jurnalisme pendidikan menurut hemat saya adalah garda terdepan penggerak perubahan yang berjangka panjang,” beber Dosen Universitas Atmajaya, Jakarta ini.

Sementara itu, Haryo Prasetyo, yang juga Mentor FJP GWPP Batch IV, menyampaikan, isu pendidikan bergerak secara dinamis, baik dikerahkan oleh komponen-komponen dalam masing-masing stakeholder maupun berinteraksi diantara stakeholder.

Haryo menjelaskan, salah satu yang berperan dalam menggerakkan isu pendidikan dalam mendinamisasi kehidupan bidang pendidikan adalah pers. Karenanya, sebagai bagian dalam media arusutama harus menjadi aktor yang berperan untuk ikut menggerakkan dunia pendidikan.Hal itu terkait dengan isu informasi yang diharapkan dapat menggerakkan perubahan di bidang pendidikan yang tentunya bisa menargetkan suatu perubahan yang positif dan konstruktif.

“Adapun peran yang dilakukan media arusutama adalah dengan menyampaikan dan menyajikan informasi yang terkait dengan stakeholder-stakeholder yakni pemerintah, lembaga non eksekutif, legislatif, yudikatif, lembaga pendidikan, peneliti, LSM, pers, orang tua murid, siswa dan akademisi),” ucap Haryo dalam sesi daring pelatihan jurnalis pendidikan, Kamis (24/2/22) di Jakarta.

“Jadi setiap saat, setiap hari, media arusutama (pers) memiliki framework yang telah menjadi nafas atau kehidupan dari media arusutama itu sendiri yang mana hal itu merupakan pekerjaan atau kehidupan dari kita sehari-hari  sebagai jurnalis,” tambah Haryo.

Framework itu, sambung Haryo, setiap hari dikenal dalam redaksi yakni proses planning (perencanaan), getting (mengumpulkan bahan berita), dan processing (mengkompilasi, menyunting, menempatkan, dan mempublikasi) dimana hal ini telah menjadi aktivitas yang rutin dilakukan seorang jurnalis.

Dalam mengarusutamakan isu pendidikan tersebut ada berbagai upaya untuk membuat isu pendidikan yang tadinya tidak dipandang dalam arusutama, menjadi berada dalam arusutama pemberitaan.

“Dari sinilah peran dari media arusutama (dalam isu pendidikan) menjadi suatu keharusan dan tanpa media arusutama akan mustahil bisa tercapai. Program fellowship ini, merupakan rumah sinergi, media saling berbagi, saling menguatkan utamanya untuk mengarusutamakan isu pendidikan,” tuturnya.

Sedangkan Mentor FJP GWPP yang lain, Mohammad Nasir, dalam sesinya, mengajak peserta jurnalis pendidikan agar melakukan karya jurnalistik dengan extra ordinary dengan karya yang luar biasa dalam melakukan tugas peliputan pendidikan. Para jurnalis diharapkan memahami wilayah liputan dan istilah-istilah dalam dunia pendidikan, sehingga perlu menjelajahi semua bidang pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga pendidikan perguruan tinggi.

“Saking luasnya (dunia pendidikan), kita harus menguasai istilah-istilah pendidikan, namun kita juga harus mengetahui batas, seakan-akan masuk dalam sebuah kota, tapi tidak tau pinggirnya, tidak tau batas-batasnya, ini bahaya juga, sehingga kita duduk saja diterminal tanpa tau harus kemana, sehingga perlu kita jelajahi semua agar menjadi jurnalis pendidikan yang handal,” ucap wartawan senior yang sudah malang melintang didunia jurnalistik ini.

Sedangkan Direktur Pelaksana FJP GWPP, Nurcholis MA Basyari, dalam sesinya menyoroti tentang pemberitaan di media massa dan televisi yang mempertontonkan wajah anak-anak secara utuh sebagai korban tindakan asusila dan kriminal.

Menurutnya, sangat kurang elok bila anak-anak sebagai korban ditampilkan fisiknya secara terbuka, karena akan menjadi beban psikologis bagi mereka terhadap kehidupan sosial masyarakat.

Dengan Undang-Undang Pokok Pers Nomor 40/1999, maka pers menjadi independen yang tidak bisa diintervensi oleh legislatif, eksekutif dan yudikatif. Berbeda dengan masa lalu, dimana pers masih dapat diintervensi oleh penguasa, bahkan sampai ada komunikasi telepon ditengah malam terkait pemberitaan dan bahkan ada yang terkena pembredelan.

Namun di era demokrasi sekarang ini pers dapat menjalankan fungsinya sebagai pilar keempat demokrasi setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Selain itu, pers juga “dipagari” dengan aturan main berupa UU Pokok Pers No 40/1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Terkait KEJ tersebut, Nurholis mengatakan, ternyata dari temuan yang disampaikan Dewan Kehormatan PWI Pusat ketika melakukan rapat koordinasi (Rakor) didapatkan sebanyak 70 persen wartawan  tidak memahami apa itu Kode Etik Jurnalistik (KEJ), padahal wartawan memiliki powerful.

“Apa bahayanya? Untuk diri pribadi dan media akan rentan mendapatkan gugatan hukum. Bila digugat secara perdata sebesar Rp 1 miliar, misalnya, dan dikabulkan oleh Pengadilan, kira-kira kolaps tidak? Karena itu, kita harus hati-hati dan tetap berpegang pada kontitusi undang-undang pokok pers dan aturan Dewan Pers. Karena wartawan juga adalah warga negara biasa yang tidak kebal hukum, semua sama dimata hukum,” ujarnya.

Ia menambahkan, bila wartawan sudah  bekerja sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik, UU Pokok Pers dan aturan hukum yang berlaku, maka Dewan Pers dapat membantu menyelesaikan persoalan antara penggugat dengan media yang digugat, karena Dewan Pers telah memiliki kesepakatan (MoU) dengan aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Mahkamah Agung yang intinya adalah ketika ada kasus pers yang pertama berhak menangani adalah Dewan Pers terlebih dahulu.

“Bila ada kasus sudah sampai ke pengadilan, maka harus ada saksi ahli dari Dewan Pers untuk dihadirkan. Tujuannya apa? Kalau kerja jurnalistik kita sudah sesuai aturan dan undang-undang, maka Dewan Pers akan membela kita bahwa apa yang dipersoalkan itu adalah benar produk jurnalistik, sehingga produk jurnalistik itu sudah memenuhi aturan  Undang-Undang Pers, bukan KUHP atau KUH Perdata, Jadi itu pentingnya kita mentaati kode etiuk dan aturan hukum”, kata Nurcholis.

Nurcholis menjelaskan, tujuan dari Undang-Undang Pokok Pers No 40/1999 dan Peraturan Dewan Pers Tahun 2008 adalah agar wartawan memiliki etika dalam menjalankan tugas jurnalistiknya yang meliputi 6M yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia.

“Dalam Kode Etik Jurnalistik disebutkan wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,berimbang, dan tidak beritikad buruk,” demikian dikatakan Direktur Pelaksana FJP GWPP, Nurcholis MA Basyari.(MRZ)

Continue Reading
You may also like...

More in Berita

Advertisement
To Top