Perkara tindak pidana memasukan keterangan palsu ke dalam akta Autentik atau dijerat Pasal 266 Ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 Ayat 1 KUHP terhadap korban Adipurna Sukarti pengusaha onderdil kendaraan asal Pontianak, Kalimantan Barat digelar pada Rabu (6/9/2017) di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.
Pantauan Tangerangonline.id di lokasi prosesi sidang yang berlangsung di ruang 1 itu berlangsung memanas.
Terdakwa dalam kasus tersebut yakni Suryadi Wongso dan Yusuf Ngadiman dihadirkan dalam persidangan ini. Korban yaitu Adipurna Sukarti serta sang istri Lusiana sebagai saksi pada persidangan hari ini.
Perkara itu bermula ketika Sukarti bekerja sama dengan Yusuf Ngadiman dan ayah Suryadi Wongso, Salim Wongso dengan menyertakan modal senilai Rp 8,15 miliar pada 1999. Modal tersebut digunakan untuk membeli lahan tanah seluas 45 hektar di Desa Salembaran Jati Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten.
Sukarti kemudian dijadikan pemegang saham pada PT Salembaran Jati Mulya dengan mendapatkan saham sebesar 30 persen. Sedangkan Ngadiman dan Salim menerima 35 persen per orang.
“Kepemilikan saham, saya tercantum pada Akta Notaris Elza Gazali Nomor 11 tertanggal 8 Februari 1999. Namun selama kerja sama berjalan saya tidak pernah pembagian keuntungan,” ujar Sukarti yang meluapkan emosi dan kemudian ditenangkan oleh Majelis Hakim.
Sukarti juga tidak mengetahui saat Salim Wongso meninggal dunia mewariskan sahamnya kepada putranya Suryadi Wongso pada 2001. Pada 2008 dirinya menerima informasi Ngadiman dan Suryadi Wongso telah menjual aset PT Salembaran Jati Mulya.
Pengusaha asal Pontianak itu pun sempat mengancam akan melaporkan ke polisi. Namun Ngadiman dan Suryadi berjanji akan mengembalikan modal, serta memberikan keuntungan selama terjalin kerja sama.
Kedua terdakwa ini juga menandatangani surat pernyataan untuk mengembalikan modal dan membagi keuntungan. Namun tidak pernah ditepati, akhirnya Sukarti melaporkan Ngadiman dan Suryadi ke Mabes Polri.
“Mereka (terdakwa) sekonyong – konyong angin tiba – tiba mentransfer uang Rp. 1 miliar ke istri saya. Tapi uang itu sebagai bukti diserahkan ke penyidik. Saya tidak terima uang itu dan untuk apa uang itu dikirimkan ke saya,” kata Sukarti bahkan sambil berdiri di ruang persidangan.
Terdakwa menyebut bahwa pemberian uang tersebut untuk DP dari kerja sama yang terjalin. Kendati demikian Sukarti merasa tertipu dan meminta Majelis Hakim bersikap adil dalam perkara ini. “Saya diiming – imingi dan dibohongi ini. Kerugian saya sudah banyak,” tandasnya. (Nji)