Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, menyampaikan, Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudera sehingga memiliki sumber kekayaan alam yang dapat memberikan kesejahteraan, namun sekaligus memiliki potensi bencana.
Menurutnya, pada tahun 2020 ini musim hujan dipastikan datang terlambat, sementara suhu muka laut di wilayah Indonesia periode Juli-Nopember 2019 lebih dingin dari biasanya.
Dikatakan, musim hujan ditahun 2019 lebih kering dari tahun 2018, namun tidak sekering musim kemarau tahun 2015.
“Prakiraan musim hujan 2019/2020, akan terjadi musim kemarau di bulan Maret dan.musim hujan di bulan Agustus,” ujar Herizal, dalam acara “Konfrensi Forum Siap Siaga Ancaman Bencana Hidrometeorologi”, Rabu (8/1/2020), di Initiative Building (Headquarter Human Initiative), Kota Depok Jawa Barat.
Sebagian besar bencana di Indonesia terjadi, kata Herizal, di sebabkan oleh faktor hedrometeorology, oleh karena itu masyarakat harus memahami informasi tentang meteorologi dan klimatologi penting untuk mengurangi resiko bencana.
Laporan IPCC kelima 2014 menyebutkan bahwa perubahan iklim menyebabkan terjadi hujan dengan bencana tanah longsor dan bencana lainnya. Karena itu, masyarakat dunia saat ini sedang menekan emisi dan tahun 2030 diharapkan dapat dikurangi.
Menurut Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Lilik Kurniawan, tren bencana tahun 1999-2018 naik, dan kejadian bencana selama 20 tahun terakhir adalah Hidrometeorologi (98 %) dan 2 % ancaman geologi.Hidrometeorologi adalah bencana yang dipengaruhi oleh faktor cuaca seperti banjir, longsor, dan puting beliung
Tahun 2018 ada 4.814 jiwa meninggal dunia akibat bencana tsunami dan gempa bumi. Bencana di 2019 ada 592 orang meninggal. Hal ini diakibatkan karena jenis kebencanaannya berbeda. Tahun 2019, ada gempa bumi ada 30 kejadian dengan 69 korban jiwa, banjir 764 kejadian (260 korban), kekeringan 123 kejadian dan Karhutla 746 kejadian.
“Hujan adalah barokah bagi kita semua, tapi hujan masih dimaknai dengan menyalahkan hujan bagi masyarakat.Hujan membawa berkah karena lahan yang kering, dapat subur karena turunnya hujan,” urai Lilik.
“Banjir bukan hanya sekedar air yang turun ke bumi, tapi kembali kepada akar masalahnya, seperti alih fungsi lahan,” tambahnya.
BNPB mengingatkan agar semua pihak waspada terhadap bencana yang terjadi di tahun 2020 yakni banjir, angin puting belitung, kebakaran hutan dan lahan, tanah longsor dan kekeringan. Seluruh bencana tidak dapat ditangani secara sendiri namun harus sinergi dan kolaborasi.
“Penanganan bencana tidak dapat diselesaikan sendiri tanpa kolaborasi dan jangan berpikir bencana itu adalah proyek,” tandasnya.
BNPB juga menghimbau masyarakat, karena data BMKG menyebutkan masih ada hujan ekstrem, sehingga harus waspada terkait banjir, dengan rawan bencana tentu semua pihal harus lebih mempersiapkan diri, harus mengikuti info dari BPBD dan harus saling berinteraksi.
“Untuk Kepala Desa (Lurah), RT dan RW agar segera mendata warganya agar jika terjadi sesatu dapat tertangani dengan baik,” kata Lilik.
Abdul Haris Achadi, Deputi Bidang Bina Tenaga dan Potensi Pencarian dan Pertolongan Basarnas, mengatakan, ada di suatu tempat dalam penanganan bencana bergerak secara sendiri-sendiri tanpa kolaborasi dengan tim lain, sehingga ada titik-titik bencana yang tertangani dan ada titik yang tidak tertangani karena kekurangan tenaga.
Kedepan, perlu disadari bahwa misi yang kita emban adalah misi kemanusiaan. Kita harus menghilangkan keakuan menjadi kebersamaan sehingga efektif dan efisien.
Basarnas juga akan melakukan sertifikasi terhadap relawan yang ada dilapangan, sehingga memiliki kualifikasi sebagai tenaga kemanusiaan.
“Orang yang tertimpa bencana, bisa cedera, karena relawan yang mengevakuasi tidak memiliki keahlian menangani korban bencana. Kedepan diharapkan ada kualifikasi search and rescue,” ujarnya.
Basarnas juga kedepan akan mencetak 10.000 potensi tenaga pencarian pertolongan untuk seluruh Indonesia yang memiliki kompetensi SAR.
“Kita lakukan uji kompetensi dan sertifikasi untuk tenaga SAR,” katanya.(MRZ)