Connect with us

Kenali Potensi Diri dan Selesaikan Masalah Secara Mandiri Dengan Teknik Coaching

Berita

Kenali Potensi Diri dan Selesaikan Masalah Secara Mandiri Dengan Teknik Coaching

 

Mungkin banyak yang belum mengetahui apa itu coaching? Secara sederhana, coaching adalah sarana untuk memindahkan coachee (orang yang di-coaching) dari satu situasi ke situasi baru yang lebih baik. Menurut International Coach Federation (ICF), coaching adalah bentuk partnership yang terbangun antara coach dan coachee, untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee melalui proses kreatif guna menstimulasi dan mengeksplorasi pikiran agar dapat memaksimalkan potensi personal serta profesional.

Penggemar Coaching (Coaching Enthusiast) yang juga CEO PT Paragon Technology and Innovation, Salman Subakat, mengatakan, teknik coaching dapat digunakan dalam diskusi, mendalami mahasiwa, rapat-rapat dalam penentuan kurikulum dan mengangkat kebutuhan masyarakat.

“Semua orang itu niatnya baik, apalagi kita memiliki spritual yang tinggi, ajaran-ajaran agama meminta kita untuk berpikir dengan banyak pertanyaan-pertanyaan, nah sisi itu yang akan dikeluarkan dalam coaching,” ucap Salman Subakat dalam sesia daring dengan peserta Fellowship Jurnalis Pendidikan (FJP) Batch IV, Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), di Jakarta, Rabu, (23/3/22).

Di internal Paragon telah dibentuk coaching community dan telah banyak mendapat apresiasi, mengingat sudah banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan coaching secara masif. Saat ini di Paragon sudah ada 165 orang internal coach.

“Paragon ingin menyebarkan manfaat coaching baik ke internal Paragon maupun ke masyarakat,” kata Salman.

Menyitir pernyataan Pakar Coaching, Sir John Whitmore,Salman menyampaikan, coaching membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerja mereka sendiri. Coaching membantu mereka belajar daripada mengajari mereka. Coaching juga membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan pertumbuhan mereka dan dapat membuka hati dan pikiran melalui pertanyaan yang dirancang dengan baik untuk merangsang pembinaan untuk mengoptimalkan potensi mereka.

“Kita harus melihat orang dalam hal potensi masa depan mereka, bukan kinerja masa lalu mereka,” ucap Pakar Coaching, Sir John Henry Douglas Whitmore dalam materi yang disampaikan Salman Subakat.

Salman menyebut, coaching (pembinaan) adalah kemitraan antara coach dan coachee, pelatih dengan pelatih yang fokus kepada masa depan yang mereka temukan sendiri.

Mengapa harus ada coaching? Dari hasil sensus penduduk tahun 2020, menyebutkan, terdapat 27.94% Generasi Z dengan kisaran usia tertinggi yaitu 20 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia rata-rata mahasiswa Indonesia.

Siapa generasi Z itu? Generasi Z atau disebut juga iGeneration, GenerasiNet, Generasi Internet adalah mereka yang lahir antara 1996-2010.

Ia menguraikan, semua pendidik (Guru/Dosen) perlu menyadari hal ini sebagai preferensi belajar generasi saat ini. Generasi siswa “Z” lebih canggih secara teknologi dan mungkin lebih mandiri dari  generasi sebelumnya. Karena itu, pendidik perlu memperkuat keterampilan berpikir kritis dan memodifikasi instruksional generasi Z ini dengan  melakukan berbagai teknik pendekatan untuk memaksimalkan keterlibatan siswa.

“Jadi karena itu, kita perlu melakukan pembelajaran yang efisien, seperti menerapkan student-centric (berpusat pada siswa) untuk generasi Z. Bagi dunia kamu mungkin hanya satu orang, tapi untuk satu orang kamu mungkin dunia,” urai Salman Subakat mengutip Dr Seuss – American writer & illustrator.

Sementara itu, Coach dan Konsultan CSR Pengembangan Pendidikan PT Paragon Technology and Innovation, Rico Juni Artanto, menyampaikan, saat itu ia tidak mengenal apa yang dinamakan coaching. Namun saat bertemu Salman Subakat, ia kerap ditanyakan hal-hal yang visioner dan jarang sekali  bercerita (telling).

“Setelah saya bertemu dengan Bang Salman, ngobrol-ngobrol di berbagai tempat, saya baru tau, oh teknik coaching itu seperti ini. Meski dalam yayasan saya beberapa kali telling, ternyata saya sadari kalau saya pernah coaching juga,” kata Rico yang merupakan founder Pondok Inspirasi dan Rubber Academy ini.

Akhirnya dalam mengelola yayasan miliknya, hampir 70 persen kebanyakan dilakukan coaching. Karena ini menjadi metode lain daripada yang lain, dimana teknik coaching ini memprovokasi kita, agar kita mengetahui masalah kita dan menemukan solusinya sendiri.

“Coaching itu bahasanya jernih dan tidak bisa dilakukan satu atau dua kali karena harus menjadi culture,” tutur Rico.

Hal senada juga disampaikan, Psikolog dari Universitas Padjajaran, Dr Yus Nugraha. Ia sepakat tentang apa yang disampaikan Salman Subakat dan Rico Juni Artanto tersebut. Menurutnya, coaching menjadi menarik dan bermanfaat karena selalu melihat masa depan dan memberdayakan potensi seseorang.

“Peran coach ini cukup besar dan bisa dipakai disemua bidang, dalam menggali cita-cita atau potensi diri seserang. Saya tidak tahu, tapi orang lain tahu potensi yang saya miliki,” ujar Yus.

Dalam Johari Windows, kata Yus, pada diri manusia, ada yang dinamakan  daerah tersembunyi yang biasanya ada dalam diri seorang akuntan yang tak mau rahasianya terbongkar saat ia menjawab sebuah pertanyaan. Ada juga daerah buta, dimana orang lain tidak mengetahui tentang dirinya dan karena itu, mau tidak mau harus bertanya kepada lawan bicara.

Cerita Mahasisiwi Peserta Coaching Paragon

Seorang Mahasiswi Semester 6 Manajemen Pemasaran, Universitas Jenderal Soedirman, Hana Putri Ramadina, merasa bangga bisa mendapatkan kesempatan pertama di Paragon dari 77 peserta.

“Saya ingin mendapatkan inside mengenai dunia kerja melalui Paragonian yang lebih senior. Pada saat itu, saya coaching dengan karyawan Paragon. Dari situ, saya banyak sekali mendapatkan perspektif baru mengenai permasalahan yang sedang saya rasakan,” urai peserta Program Paragon Internship Program (PIP) Batch 2 ini.

“Teknik coaching itu termasuk dalam agenda yang didapatkan peserta PIP Batch 2,” tambah Hana saat dihubungi melalui pesan instan.

Hana menjelaskan tentang manfaat yang ia rasakan selama mengikuti pendidikan.

Pertama, kata dia, dapat meningkatkan confidene skill. Karena, kata Hana, saat coaching, peserta justru diminta banyak bicara sementara coach hanya sebagai pendengar yang baik.

“Sehingga tidak perlu merasa takut salah,” cerita Hana.

Kedua, lanjutnya, melatih berpikir kritis dan kemampuan problem solving. Dalam coaching, pasti ada tema yang akan menjadi topik pembahasan. Saat mengikuti coaching dengan paragon, peserta dibebaskan untuk menentukan temanya masing-masing.

“Aku sendiri kemarin membahas mengenai time management. Disini, coachnya tidak langsung memberikan tips secara eksplisit, tapi justru memotivasi kita untuk bisa menyelesaikan masalah secara mandiri,” ungkap Hana.

Ketiga, sambung Hana, dapat meningkatkan awareness. Dalam sesi coaching, tentu coach akan selalu bertanya pada peserta, yang mana pertanyaan ini akan berujung pada diskusi dan refleksi diri sendiri.

“Sehingga peserta menjadi lebih memahami tentang potensi dirinya,” tutup  Hana Putri Ramadina. (MRZ)

Continue Reading
You may also like...

More in Berita

Advertisement
To Top