Pengadilan Negeri Tangerang (PN Tangerang) kembali menggelar persidangan kasus sengketa jual beli lahan milik Gunarko Papan yang diduga melibatkan perusahaan sepatu ternama PT. Victoria Cingluh Indonesia (PT VCI).
Kuasa hukum Gunarko, Bambang. P mengatakan, dalam kasus sengketa lahan ini pihaknya telah melakukan gugatan perdata terhadap dugaan penipuan atau penggelapan jual beli lahan seluas lima hektar milik Gunarko Papan yang berlokasi di sekitar Pasar Kemis, Tangerang. Menurut Bambang kasus jual beli lahan ini diduga melibatkan beberapa pihak yang mengambil keuntungan dari kliennya.
“Yang beli lahan Pak Gunarko PT Victoria Cingluh melalui para tergugat yaitu, Mirawati dan Mutiara Papan. Makanya sidang kali ini kita menggugat orang-orang itu,” kata Bambang di Pengadilan Negeri Tangerang (PN Tangerang), Jumat (18/3/2016).
Ia menjelaskan, kasus jual beli lahan oleh PT Victoria Cingluh ini terjadi pada tahun 2008 silam. Sebelumnya, Gunarko telah melakukan perundingan bersama Mirawati Papan dan Mutiara Papan untuk menjual tanah miliknya seluas 51.183 M2 kepada perusahaan PT VCI dengan harga Rp 530.000 /M2 atau dengan total harga sekitar Rp 27 miliar.
Namun dalam perjalanannya dua orang tergugat itu telah menjual lahan milik Gunarko dengan harga Rp 123.000 per meter persegi atau sekitar Rp 6 miliar. Jual beli itu dilakukan berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat oleh para tergugat yang dibantu oleh pejabat akta notaris Arie Soesanto tanpa sepengetahuan Gunarko selaku pemilik lahan yang sah.
“Jadi para tergugat ini menjual lahan klien kita diduga dengan cara memalsukan tandatangan klien kami. Kasus ini juga sudah kami laporkan ke Mabes Polri beberapa waktu lalu,” paparnya.
Ironisnya lagi, lanjut Bambang, Gunarko selaku pemilik tanah yang sah tidak pernah menerima uang sepeser pun dari anak perusahaan merk sepatu ternama Nike yang saat ini mengklaim sudah membeli lahan tersebut berdasarkan PPJB pada tahun 2008 itu.
“Jadi kasus ini memang parah, PT Cingluh mengklaim sudah membayar kepada para tergugat, padahal lahan itu milik klien kami. Sampai saat ini klien kami tidak pernah menerima uang pembayaran dari PT Cingluh itu,” ucapnya.
Sehingga, Bambang pun menegaskan bahwa proses jual beli lahan yang dilakukan oleh PT Victoria Cingluh itu adalah cacat hukum, karena jual beli lahan tersebut dilakukan atas dasar PPJB yang dibuat tanpa sepengetahuan Gunarko selaku pemilik lahan yang sah dan tidak sesuai dengan keinginan pemilik lahan tersebut.
“Kita menilai jual beli lahan yang dilakukan oleh para tergugat (Mirawatidan Mutiara Papan) kepada PT Cingluh yang berdasarkan PPJB yang cacat hukum itu adalah illegal,” tegasnya.
Dalam persidangan itu, Ketua Majelis Hakim Satrio Budiono telah menunjuk Hakim M. Irfan untuk menjadi hakim mediator dalam perkara ini. Hakim M. Irfan pun meminta kepada seluruh kedua belah pihak untuk dapat menghadirkan para principal baik penggugat maupun para tergugat pada mediasi yang akan dilakukan pada hari Rabu (23/3/2016) mendatang.
Hakim Satrio pun menegaskan, sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 tahun 2016 tentang tata cara mediasi, batas maksimal waktu mediasi harus selesai dalam waktu maksimal 30 hari.
“Jadi kita harap kedua belah pihak wajib aktif dalam menempuh proses mediasi. Kalau tidak aktif, maka mediator bisa menyatakan para pihak tidak memiliki itikad tidak baik, dan dapat dikenakan sanksi,” tandasnya. (ES)