Menyiapkan Terminal 3 New Bandara Internasional Soekarno-Hatta sebagai Bandar Udara ramah terhadap penumpang atau individu berkebutuhan khusus, khususnya autisme, PT Angkasa Pura II (AP II) mengadakan pelatihan untuk petugas front liner Bandara Soekarno-Hatta.
Dalam pelatihan tersebut, AP II menggandeng London School of Public Relation (LSPR) Jakarta melalui London School Centre for Autisme Awareness (LSCAA).
Sedikitnya 67 orang peserta yang terdiri dari petugas Terminal Inspection Service (TIS), Customer Service (CS), Customer Service Mobile (CSM), serta Duta Larangan Merokok mengikuti pelatihan tersebut yang diberikan oleh dr. Tri Gunadi seorang psikolog yang khusus menangani pasien dengan spektrum autisme.
Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai ciri-ciri spektrum autisme dan cara penanganannya serta langsung melakukan simulasi pelayanan Check in terhadap 20 remaja berkebutuhan khusus yang merupakan mahasiswa dan mahasiswi dari London School Beyond Academy (LSBA).
Direktur Pelayanan dan Fasilitas AP II, Ituk Herarindri dalam sambutannya saat membuka kegiatan tersebut mengatakan, Bandara sebagai salah satu pusat mobilisasi orang dan barang harus memiliki semua instrumen pelayanan yang dapat mengakomodir berbagai kebutuhan penumpang, salah satunya adalah penumpang berkebutuhan khusus.
“Secara operasional Bandara didesain dengan mengedepankan unsur safety dan Security. Ini tentu akan terjadi hal yang sulit dilalui bagi seorang penyandang autisme apabila tidak ada pengertian dan bantuan dari pihak bandara,” kata Ituk di Check In Area Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Jumat (29/7/2016).
Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi para karyawan Angkasa Pura II Bandara Soekarno-Hatta yang harus siap dalam membantu para penumpang berkebutuhan khusus.
Berdasarkan data hingga tahun 2015 diperkirakan terdapat 12.800 anak penyandang autisme dan terdapat 134.000 penyandang spektrum autisme autis di Indonesia.
Penyandang autisme sendiri tidak selalu kasat mata dan cenderung terlihat normal tanpa cacat fisik. Mereka yang disebut memiliki spektrum autisme memiliki kecenderungan untuk tidak memperdulikan orang-orang dan lingkungan disekitarnya dan hanya fokus di dunianya sendiri.
Sementara penyandang autisme memiliki beragam ciri dan tingkatan, dari yang pasif hingga yang hiperaktif yang dapat menyakiti dirinya sendiri ketika sedang mengalami tempertantrum, seperti mengamuk ketika merasa tidak nyaman atau terganggu. (Rmt)