Connect with us

Lemhanas Kaji Tantangan Ketahanan Nasional dalam Pilkada 2018

Berita

Lemhanas Kaji Tantangan Ketahanan Nasional dalam Pilkada 2018

Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) menggelar diskusi dalam acara Forum Komunikasi Pimpinan Lemhanas RI dengan Pemimpin Redaksi Media Massa, dengan tema “Tantangan Pengelolaan Ketahanan Nasional Menghadapi Pilkada 2018”, Rabu (14/3/18) di Anjungan Gedung Trigatra, Lemhannas RI, di Jakarta.

Gubernur Lemhanas Letjen TNI ( Purn) Agus Widjojo, mengatakan, dalam Pilkada tahun ini terlihat ada pendaftar calon kepala daerah dari TNI/ Polri. Untuk itu, harus dilakukan klarifikasi tentang status TNI/Polri yang disandang para peserta tersebut, karena masyarakat belum bisa mencerna soal status purnawirawan mereka.

“Harus di cek statusnya sebagai TNI/Polri dan ini yang masih sulit dicerna masyarakat, bahwasannya kalau sudah purnawirawan (pensiun) maka sudah kembali ke masyarakat sipil, bukan anggota TNI/Polri lagi,” ujar Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo.

Gubernur Lemhanas mengatakan, keberimbangan media mainstream untuk keberimbangan berita, penting dilakukan untuk tidak memihak dalam pemberitaan dalam Pilkada maupun Pilpres.

Lemhannas mengkaji, bahwa isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) masih menjadi ancaman bagi stabilitas Pilkada yang tertib dan damai. Kemunculan penyebaran berita bohong (hoax) yang diungkap Polri diapresiasi Lemhannas, meski berita kebohongan itu sudah ada sejak dulu.

“Kita apresisiasi tindakan Polri atas pengungkapan kelompok penyebar hoax.
Meski, kebohongan itu sudah terjadi dari dulu, karena terjadi ketidakberimbangan informasi. Seperti layaknya orang menjual kecap, selalu rasanya manis,” ujarnya.

Menurutnya, membesarkan dan memanipulasi fakta itu adalah kebohongan, dan semua kembali kepada diri kita masing-masing agar bagaimana kita tidak rentan atas berita bohong (hoax), maka penegakan hukum itu perlu.

Lemhannas menilai, kondisi partai politik di Indonesia dari pemilu ke pemilu masih begitu-begitu saja. Akibatnya, saat pemilu legislatif dan pemilu presiden, partai tidak siap menampilkan figur-figur untuk maju dicalonkan.

“Partai belum sadar mengapa mereka kalah dan mengapa tidak ada figur baru dari kader mereka untuk dicalonkan.Akibatnya, calon peserta pemilu diambil dari kader baru dari luar partai atau yang ada dalam incumbent untuk zona nyaman,” kata Gubernur Lemhanas.

Selain itu, dalam kajian Lemhanas, tidak ada basis ideologi politik dari parpol merupakan sebuah kelemahan, karena tidak ada faktor pembeda. Hal ini, kata Agus Widjojo, merupakan salah satu ciri-ciru belum matangnya kesadaran dalam berpolitik. Meskipun dari sisi ketahanan hal ini menguntungkan.

Lemhannas juga mengkaji, sistem politik presidential dengan mengacu pola di Amerika Serikat. Bila terjadi dalam Pilpres terdapat dua calon pasangan maka suara masyarakat akan terbagi dua.Selain itu, dua putaran dalam pemilu mengandung resiko besar dibandingkan dengan satu putaran.

Bila terjadi dua putaran, kedua pasangan sama-sama terbuka dan menghindari kelemahan untuk memenangkan pertarungan. Juga menghindari hal-hal yang kontroversial untuk menghindari pindah gerbong partisipan.

Maraknya operasi tangkap tangan (OTT) KPK masih menjadi indikator besarnya biaya kampanye dalam sistem politik di Indonesia.

“Keadaan ini menunjukkan belum jelasnya pendanaan politik untuk pembiayaan pencalonan kadernya dalam pemilu dan politik masih menjadi harapan untuk tingkat kehidupan,” katanya.

Ketua Forum Pemred Suryopratomo, mengatakan, tugas parpol adalah membangun kesejahteraan untuk rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Selama ini, katanya, pemilu selalu diwarnai dengan perkelahian dalam memilih pemimpin.

“Kalau kita berkelahi sendiri untuk memilih pemimpin maka tidak ada hasilnya. Pilkada 2019 dengan 171 daerah jika tidaj dijaga ketahanan nasionalnya, maka yang rugi adalah ekonomi Indonesia,” ujar Suryopratomo yang akrab di sapa Tomi itu.

Menanggapi hal itu, Gubernur Lemhannas mengatakan, sistem apapun yang diterapkan kepada masyarakat, maka perlu pendekatan budaya (culture).

“Sebaiknya kita tidak salah mengkaji dalam fanatisme kepada calon yang akan dipilih dan dapat merusak,” ucapnya.(MRZ)

Continue Reading
You may also like...
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Berita

Advertisement
To Top