Korupsi mewabah hampir merata terjadi di berbagai daerah. Ini bisa dibuktikan dengan banyaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Begitupun banyak mass media yang memuat tentang dugaan – dugaan adanya praktik tindak pidana korupsi di daerahnya masing – masing, mengindikasikan perlunya pengawasan yang intens dari seluruh lapisan masyarakat agar segala bentuk praktik korupsi bisa dicegah. Beberapa kepala daerah yang sering dinyatakan sebagai putra terbaik di daerahnya, ternyata juga banyak yang tertangkap KPK. Jika mereka yang dinilai terbaik saja pada akhirnya harus mendekam di balik jeruji besi, maka banyak kalangan menilai bahwa ada sesuatu yang perlu diperbaiki.
Menyangkut hal ini, media menemui Pembina Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi (GNPK – RI) Dede Farhan Aulawi untuk dimintai tanggapannya terkait masalah ini, pada Selasa (16/7) di Jakarta. Dede berpendapat bahwa perlu adanya penguatan pendidikan karakter anti korupsi sejak dini. Bila perlu diformulasikan ke dalam kurikulum secara formal di berbagai tingkatan sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Lihat saja mereka yang tertangkap KPK umumnya adalah orang – orang yang berpendidikan tinggi. Artinya secara akademik derajat intelektualitasnya sudah tinggi, namun apa daya derajat integritasnya masih rendah. Hal ini tentu membutuhkan pemikiran bersama agar bisa memecahkan persoalan yang sangat krusial ini.
Selanjutnya Dede juga menambahkan agar para pegiat anti korupsi turut aktif memberikan masukan ke kemenristekdikti, kemendikbud, Kemenag dan dinas – dinas terkait dalam upaya penyusunan kurikulum dan metode pendidikan berdasarkan pengamatan, pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan pengawasan masyarakat dalam upaya – upaya pencegahan korupsi. Semua pihak harus mau duduk bersama untuk berdialog secara konstruktif, terbuka dan tanpa prasangka. Ada saatnya kita bicara untuk menyampaikan pendapat, dan ada saatnya juga kita mau untuk belajar mendengar dari berbagai pihak. Kita sering diajarkan untuk “active speaking”, tapi lupa mengajarkan tentang perlunya “active listening”.
Semangat membangun perbaikan tidak boleh didasarkan atas kebencian atau dendam semata, tetapi justru membangun semangat kasih sayang agar tidak ada lagi teman – teman kita sesama anak bangsa yang melakukan praktik korupsi dengan segala modus dan modelnya. Para pegiat anti korupsi tentu sudah faham betul sentra – sentra aktivitas yang rawan korupsi, meskipun pembuktiannya tentulah tidak mudah. Baunya sangat terasa, tetapi melakukan olah TKP untuk menemukan fakta – fakta sebagai petunjuk awal adanya terduga atau tersangka tentu membutuhkan scientific investigation. Oleh karenanya pencegahan korupsi dengan penekanan pada pendidikan karakter sejak usia dini menjadi sangat penting.
“Silakan anak kita dididik otaknya agar cemerlang, tetapi jangan lupa untuk mendidik juga anak kita agar malu jika menumpuk kekayaan dengan cara yang curang. Jadi sekali lagi agar anak – anak kita memiliki karakter dan kepribadian yang kuat, maka jangan lupa untuk menanamkan pendidikan karakter di setiap mata pelajaran. Kita tidak bisa “ujug – ujug” panen, kalau kita tidak pernah menyebar benih,menjaga dan merawatnya,” ujar Dede mengakhiri percakapan. (Nid)