Meski bekerja sebagai Jurnalis, ia mengaku, termasuk orang yang tidak teliti dan tidak tertib, terutama dalam hal catat-mencatat. Namun untuk kegiatan penting yang perlu ditindaklanjuti, ia catat dengan baik. Misalnya dalam kegiatannya media akhir Desember 2020 lalu. Ia rapat sebentar di sebuah kantor pemerintahan di wilayah Bogor, Jawa Barat.
Keesokan harinya, ia sudah menuju Jonggol untuk menindaklanjuti hasil rapat kemarin, lalu dilanjutkan dengan makan siang bersama rekannya. Di sinilah mulai cerita seorang jurnalis itu dimulai.
“Saat ditanya mau makan apa, saya kok gak bisa jawab langsung. Nggak ada rasanya menu dalam benak saya yang menggelitik selera. Males makan. Saya coba ikan asin dan jengkol, barangkali bisa merangsang nafsu makan.Lumayan setengah piring nasi masuk,” cerita wartawan senior televisi swasta, Danke Drajat, dalam akun medsosnya beberapa bulan lalu di tahun 2021.
Suatu hari, sambung Danke, ia sibuk dengan rutinitasnya rapat di Pemkot Bekasi, Jawa Barat. Di kantin pada jam makan siang, ia dimintà memilih mau makanan apa yang ia sukai.
“Terserah apa aja, kataku. Karena ya itu, gak nafsu (makan). Dan ternyata nasi padang yang kupesan, hanya sepertiga yang termakan. Merokok mulai gak nikmat,” tutur Danke dalam postingan di akun FB nya.
Pada Kamis, hari terakhir di tahun 2020, rapat lagi di Serpong, Tangerang Selatan. Untuk makan siang ia memesan sop kambing, tapi tak biasanya, makanan lezat tak bisa ia habiskan. Sore sebelum pulang, ia diajak teman untuk ngopi-ngopi di Bumi Serpoong Damai (BSD), namun dilidah tak senikmat rasa kopinya.
“Kopinya sih enak, pas dengan rokoknya, cuma gak sepulen biasanya di lidah,” bebernya.
Sengaja ia meminta pada temannya agar mencari cafe yang tak terlalu jauh dari pintu tol.Seluruh tubuhnya terasa letih,sebelum maghrib ia harus sudah pulang kerumah.
“Karena waktu itu adalah malam pergantian tahun, maka dari Serpong ia membawa ikan segar sebanyak tiga kilo,” ungkap Danke.
“Siapa tau anak-anak dan cucu-cucu ngumpul di rumah. Ternyata mereka disiplin dengan Prokes 3M. Mereka lebih memilih tinggal di kediaman masing-masing,” ucapnya.
Setiba di rumahnya, putri bungsu dan suaminya yang tinggal di rumah itu ternyata sudah menyiapkan “korean barbeque”. Ia sempat sampai jam 21.00 WIB ikut bakar-bakar, tapi tak biasanya ia makan daging hanya satu dua potong kecil.
“Gak selera. Malah badan lesu dan memilih masuk kamar. Menemani istri yang sedang memasuki masa pemuliham dari operasi patah tangan,” katanya.
Ia mulai bertanya-tanya dalam hati. Apa badan lesu ini karena kurang olahraga atau sakit? Sebagai jurnalis senior televisi swasta yang sudah makan asam garam kehidupan, ia mengaku tak mudah takluk oleh lelah.
“Kok kehilangan semangat? Sabtu pagi iseng-iseng aku ajak istri naik jip, cari kuliner ke Pasar Minggu. Anakku nomor dua, yang doyan jajan, merekomendasikan lontong sayur dan bubur ayam Palapa. Nama itu diambil dari nama Jalan Palapa, tempat mangkalnya. Gagal juga menggoda seleraku,” tuturnya
Usai sarapan, ia melanjutkan untuk melihat tanaman bunga di Ragunan, Jakarta Selatan. Ia sengaja naik jeep, dan meminta istri agar tak menyalakan AC. Tujuannya agar bisa keluar keringet, dan suspensi Jeep yang keras dapat membuatnya sedikit berolahraga.
Pada Sabtu keesokan harinya, ia berpikir untuk ber-jeep sendirian ke Gunung Halimun, Bogor. Maka, paginya ia mampir ke bengkel langganan di Cibubur, Jakarta Timur untuk mengisi minyak power steering dan menambah oli gardan depan, karena ada sedikit rembes, dan takut benar-benar kosong.
Tapi rasa meriangnya makin menjadi-jadi. Ia lalu meminta anak bungsunya agar mengukur suhu tubuhnya, hasilnya 37,5 derajat. Ia merasa tak bisa masuk mall atau pusat perkantoran. Hari itu juga ia ditest antigen. Sekalian barengan dengan istri, anak bungsu dan mantunya. Mereka negatif. Tapi ia dinyatakan positif Covid-19. .
Maka, sejak Sabtu, 2 Januari 2021, ia minta diperlakukan sebagai pasien Covid-19 dan mengisolasi diri sendiri (Isolasi Mandiri) di kamar atas rumahnya yang ada balkonnya.
Obat-obatan dan aneka vitamin ia konsumsi. Meski ia baru bisa menjalani Test PCR Swab pekan depannya, ia sudah menganggap sebagai pasien positif Covid-19 dan ia berharap nanti hasil swabnya negatif.
Meski tak semua expektasi terwujud. Tanpa menunggu pekan depan, ia kemudian ikut Test Swab Drive Thru via aplikasi “halodoc” di Buperta Cibubur. Selang dua hari, ia mendapat kabar bahwa hasilnya, positif.
“Tuh.. coba kalo aku gak “mendahului” hasil Swab PCR mungkin aku masih keluyuran tuh tig hari. Aku kata dokter lagi masa nular-nulariinnya banget. Highly infectious,” ucap Danke.
Dari rangkaian kegiatannya di pekan terakhir, ia bertanya-tanya dalam hati dimana kira-kira bersikap teledor dengan Prokes 3M.Sementara ia selalu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Meski diakuinya dalam situasi tertentu ada yang kurang dari jarak minimal, meski sering mencuci tangan.
Ia menerka-nerka, mungkin, virus Covid-19 itu ikut menyelinap ke rongga pernafasan, dengan memanfaatkan kelengahannya saat membuka masker ketika menghisap rokok. Maka ia putuskan untuk berhenti merokok, lagipula merokok tak nikmat lagi seperti biasanya.
Singkat cerita ia masuk Rumah Sakit, karena isolasi mandiri di rumah tak cukup, mungkin juga tak ada orang yang bisa melayani sepenuhnya, lagipula kehilangan nafsu makan tak bisa dijadikan alasan asupan makanan ke tubuh terhenti. Harus diinfus. Lagipula di rumahnya tak ada mesin rontgen. Sementara di Rumah Sakit fasilitas kesehatan lebih lengkap.
Dukungan datang dari beberapa teman sejawat dimana ia dirawat di Ruang ICU RSUI Depok. Ia membutuhkan pendonor plasma konvalescens, dimana ada tujuh orang pendonor yang telah disiapkan. Namun sayang, tak satupun yang lolos screening.
Pada Kamis, 21 Januari 2021, ia mengalami kondisi kritis, ia kesulitan mendapatkan pendonor plasma’, meski beberapa rekan sudah bekerja keras mencari. Sang Dokter ingin berbincang dengan pihak keluarga untuk membiarakan soal perkembangan pasien Covid-19. Pihak rumah sakit kesulitan memperoleh obat IVIG 24 botol 2,5 gram (Gammaraas), karena pihak distributor kehabisan stok akibat tingginya permintaan menyusul lonjakan jumlah pasien Covid-19.
Beberapa rekan berhasil memperoleh informasi bahwa obat tersebut ada di RSCM, namun sebelum obat itu diambil, sudah digunakan terlebih dahulu oleh pasien Covid-19 yang sedang di rawat di ICU RSCM. Obat tersebut dibutuhkan, bila terjadi inflamasi atau peradangan.
Dalam kasus Danke, peradangan terjadi pada ginjal yang ikut terserang virus Covid-19 selain saluran pernafasan dan mengharuskan ia cuci darah.
Nyawa Danke tak tertolong, pada 9 Februari 2021, Allah memanggilnya untuk pulang ke rahmatullah, menghadap sang ilahi. Innalillahi wa innailahi rojiun.
“Halo ayah. Disini (RSUI Depok) tempat kita terakhir ketemu, tempat terakhir kita saling dadah-dadah. Selama ayah di rawat disini, ayah bilang ke ibu semoga kayla bisa kerja disini ya, now here I am. Maafin kayla ya yah kayla belum cukup banggain ayah selama ayah ada, tapi kayla akan terus berusaha untuk bikin ayah dan ibu bangga,” tutur Dokter Kayla Audivisi, putri Danke Drajat dalam akun facebook ayahnya, 14 Juli 2021.
Selamat jalan kawan senior…Semoga Husnul Khatimah.(MRZ)