Kurikulum prototipe merupakan kurikulum berbasis kompetensi untuk mendukung pemulihan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) untuk mendukung pengembangan karakter sesuai dengan profil Pelajar Pancasila.
Kurikulum prototipe mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Kurikulum prototipe memiliki beberapa karakteristik utama yang mendukung pemulihan pembelajaran yakni pembelajaran berbasis projek untuk pengembangan soft skills dan karakter yakni iman, taqwa, dan akhlak mulia, gotong royong, kebhinekaan global, kemandirian, nalar kritis, dan kreativitas.
Kurikulum ini, fokus pada materi esensial, sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Kurikulum ini juga memiliki fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Melalui program SMK Pusat Unggulan (SMK PK), SMK dipersiapkan untuk menjawab tantang tersebut, dengan pembelajaran “link and match” dengan industri. Sebanyak 901 SMK sudah dibina sejak 2020 melalui SMK PK. 80 persen sudah berada dalam tingkatan baik dan baik sekali, sementara 52 persen sudah melakukan proses pembelajaran “based learning” dalam bentuk “teaching factory” dan 91 persen telah memiliki instruktur atau praktisi industri mengajar di SMK PK. Hal itu berdasarkan hasil survey cepat Direktorat SMK pada 2021.
Kemendikbudristek memperkenalkan skema pemadanan dukungan pada program SMK PK pada tahun 2022 untuk meningkatkan kolaborasi yang terukur nyata dengan industri.Kemendikbudristek membina SMK PK selama 4 tahun, sementara industri memberikan investasi dalam skema pemadanan dukungan selama satu tahun dan bisa diperpanjang.
Visi pendidikan Indonesia adalah mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya pelajar Pancasila. Karakter pelajar Panasila merupakan tujuan besar untuk diciptakan.
“Mulai dari perombakan kurikulum, termasuk sistem pembelajaran, tapi kita membuat payung besarnya dulu yaitu Pelajar Pancasila. Kami dari vokasi, mengelola 2.200 kampus, 14 ribu SMK, 17 ribu lembaga kursus pelatihan,” terang Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud Ristek, Wikan Sakarinto, dalam sesi daring Fellowship Jurnalis Pendidikan (FJP) Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), Senin (28/3/22) di Jakarta.
Sudah ada jutaan yang tercover oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi. Dari kampus hampir ada satu juta majasiswa, tiga sampai empat juta siswa SMK dan kebijakan Ditjen Pendidikan Cina di adalah Link and Match.
Seperti apa itu Link and Match itu ? Menurut Wikan, Link and Match 8 +i, tidak hanya MoU, seremony, mengundang industri, foto bersama dan masuk media massa. Kalau itu, kata dia, belum Link and Match. Harus sampai pada kurikulum disusun secara bersama, kemudian dari kuruikulum harus dengan syarat “project is learning”.
“SMK-SMK dan kampus kampus vokasi serta lembaga pelatihan keterampilan di Indonesia harus “menikah” dengan industri dan dunia kerja, kawin itu,” kata Wikan
Hal itu untuk mewujudkan pendidikan vokasi sebagai kekuatan ekonomi nasional melalui peningkatan kompetensi peserta didik yang selaras dengan dunia industri, dunia usaha, dan dunia kerja.
Kemendikbud Ristek, telah menyediakan “space” besar untuk kurikulum yang diisi oleh industri, dimana nantinya akan membawa project kedalam ruang kelas. Sehingga menghasilkan produk yang memuaskan konsumen.
“Jadi belajar sambil ‘nggarap project, konsepnya ‘gitu. Tenaga pengajar juga tidak hanya berasal dari guru-guru sekolah, melainkan praktisi industri, minimal 50 jam, per semester, per prodi. Kemudian ketika merancang kurikulum di nomor satu, maka dirancang sejak awal untuk magang. Sertifikat kompetensi dan guru atau dosen juga harus di up grade seara rutin oleh industri,” bebernya lagi.
Ia mengungkapkan, riset vokasi bukan sekedar mengejar untuk naik pangkat tanpa menghasilkan produk. Industri juga jangan hanya menunggu dibelakang, namun harus bersama-sama maju kedepan, meramu bersama untuk masa depan.
“Jadi produk, tapi dipublikasikan itu boleh, tidak dipublikasikan juga tidak apa-apa. Serapan industri yang menghasilkan produk. Nah, inilah link and match. Ini benar-benar kawin. Akan ada perkawinan massal vokasi dengan Industri,” katanya
Perubahan Kurikulum Bukan Brand New
Menurut Wikan, kurikulum baru dalam merdeka belajar, itu bukan hal baru atau brand new, namun sama tujuannya dengan kurikulum-kurikulum yang lama, namun ada sedikit modifikasi, dengan mengurangi materi-materi yang penuh dan fokus pada materi-materi yang essential.
Dalam kurikulum baru, untuk SMK tidak lagi menciptakan tukang (hard skill). Tapi mencciptakan calon enterpreuner, calon pemimpin dan problem solver yang bisa menukang dan memiliki visi, bekerjasama, sehingga tak hanya mampu bekerja secara teknis saja.
Wikan mencontohkan, siswa kelas 1 SMK jurusan Tata Busana, selama ini dia langsung diajarkan tentang tata cara menjahir baju dan memelihara mesin jahit. Nah, untuk kurikulum baru SMK, kelas 1, seorang siswa akan diajarkan fashion desain, digital branding, icomers, EO pameran, luring maupun daring dan sedikit diajarkan teknik menjahit untuk pengenalan,. sehingga muncul gairah, passion dan minat.
“Baru nanti kelas 2 dan 3 SMK, diajarkan, kalau dia mau fokus kepada perusahaan-perusahaan garmen yang mampu memanage penjahitan, merancang melalui komputer dengan deasin kelas dunia. sehingga di kelas itu anak-anak boleh memilih sesuai passionnya. Sehingga setelah lulus SMK memliki kompetensi yakni soft skill, hard skill, sehingga bisa BMW (Bekerja, Melanjutkan studi dan Wirausaha).Inilah perubahan kurikulum dalam pendidikan vokasi,” jelas Wikan
Kemendikbud Ristek memperkenalkan skema pemadanan dukungan pada SMK PK 2022 untuk meningkatkan kolaborasi yang terukur nyata dengan industri. Anak-anak akan memegang mesin sesuai passionnya dan diminta mencari project, mengerjakan projet dan menghasilkan produk yang memuaskan industri atau konsumen (based learning).
Anak-anak sekolah harus belajar sambil praktik dalam menghadapi konsumen, bagaimana rasanya ditolak konsumen, dimarahi konsumen, terkena pinalti, dikomplain, kerjakan lagi, agar mendapatkan pengalaman kerja dan hal itu merupakan kompetensi yang mahal.
Politeknik Negeri Madiun, Diploma Akademi Teknik Mesin, adalah salah satu contohnya.
Setiap hari, mereka kuliah dengan mengambil peran sesuai passionnya masing-masing. Ada yang menjadi pimpinan,keuangan, operator mesin, yang telah menghasilkan suatu produk yang dipasarkan di Bukalapak, Shopee, Lazada dan Tokopedia yang omsetnya hampir Rp 800 juta sampai Rp 1 miliar per bulan.
“Ini gak bayar SPP sama sekali loh, anak-anak ini bahkan menerima uang saku sebsear UMR per bulan. Anak-anak itu lintas prodi dan angkatan,” katanya.
Dukungan Presiden Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat menaruh perhatian dalam bidang pendidikan vokasi dan hal itu ditunjukkan dengan beberapa kali Presiden memberi arahan yakni terkait pembelajaran dari pelaku industri dan praktisi industri sangat penting untuk difasilitasi, termasuk dengan memperbesar bobot Sistem Kredit Semester (SKS) dalam belajar dari praktisi industri.
Menurut Wikan, Presiden memberikan arahan agar mentor dari pelaku industri, magang di industri, bahkan tenant industri di dalam kampus harus ditambah dan mengajak organisasi praktisi.
“Ajak industri untuk mendidik dengan kurikulum industri, bukan dengan kurikulum dosen,” kata Wikan mengutip arahan Presiden Jokowi.
Selain itu, Presiden menekankan agar pendidikan dan pelatihan vokasi dapat dikerjakan secara besar besaran. Perbaikan sistem pendidikan di Indonesia, menjadi perhatian Presiden,terutama melalui revitalisasi pendidikan vokasi secara skala besar, yang disesuaikan dengan kebutuhan industri dan perkembangan teknologi.
Presiden juga, mendorong industri industri dalam kawasan industri untuk bekerja sama dengan lembaga lembaga pendidikan, terutama pendidikan vokasi, para pelaku UMKM untuk membangun sinergi kekuatan nasional.Penambahan jumlah lulusan vokasi, tenaga terampil dan politeknik dan keseluruhannya memiliki sertifikat tenaga terampil, juga menjadi perhatian Presiden.
Presiden meminta kelembagaan dan pola pendidikan dan pelatihan vokasi harus melibatkan swasta dan korporasi mengingat swasta dan korporasi merupakan pengguna sehingga lebih mengerti jumlah dan kebutuhan SOM link and match.
Presiden meminta Mendikbud dapat meningkatkan sinergi antara lembaga pendidikan tinggi dengan dunia industri untuk pengembangan sumber daya manusia yang siap kerja dengan membuka seluas luasnya kesempatan magang minimal satu semester bagi mahasiswa.
Presiden juga memberi arahan agar memperbanyak jumlah Teaching Factory dalam waktu cepat.Memberikan kesempatan bagi praktisi agar dapat mengajar di SMK dan Politeknik
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Hal itu dilakukan dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Inpres tersebut dikeluarkan pada 9 September 2016 di Jakarta dan ditujukan kepada 12 Menteri Kabinet Kerja (termasuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), 34 Gubernur, dan Kepala Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Khusus untuk Mendikbud Ristek, Presiden Jokowi memberikan enam instruksi. Keenam instruksi tersebut adalah: membuat peta jalan SMK; menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan (link and match); meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga kependidikan SMK; meningkatkan kerja sama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan dunia usaha/industri; meningkatkan akses sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK; dan membentuk Kelompok Kerja Pengembangan SMK.
Selain Mendikbud, 11 Menteri Kabinet Kerja yang juga mendapat instruksi presiden adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Menteri Perindustrian, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri BUMN, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Menteri Kesehatan.
“Tantangan terberat kita adalah Dosen, Guru, Direktur Politeknik dan Rektor, dalam menjalankan program vokasi dan perubahan kurikulum ini,” tutup Wikan Sakarinto.(MRZ)