Pengurus Besar Persatuan Artis Film Indonesia (PB PARFI) kembali menghadapi dinamika.
Permasalahan ini bermula ketika masa jabatan Alicia Djohar sebagai Ketua PB Parfi periode 2020-2025 berakhir.
Ia menolak hasil kongres ke-18 yang memilih Ki Kusumo sebagai Ketua PB Parfi periode 2025-2030, yang digelar di Gedung Film, Jakarta, pada Kamis, 20 Februari 2025.
Sebelumnya, Alicia Djohar bersama tim mengadakan Kongres Parfi Dipercepat pada Senin, 23 Desember 2024, di Hotel Pomelotel, Jakarta Selatan.
Namun kongres ini mendapatkan penolakan dari sejumlah anggota senior PB Parfi, yang menyampaikan keberatan tertulis yang dibacakan di lokasi.
“Kami memandang tidak ada hal mendesak, baik secara internal maupun eksternal. Selain itu, tidak pernah ada AD/ART Parfi yang sah secara hukum, karena tidak ada yang disahkan dalam kongres sebelumnya,” demikian pernyataan yang disampaikan kepada Panitia Pelaksana Kongres Parfi Dipercepat 2024 kala itu.
Kini, Alicia Djohar membawa hal tersebut ke meja hijau melalui gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Pulo Gebang, Jakarta Timur.
Hasanuddin Nasution, Kuasa Hukum PB Parfi dibawah kepemimpinan Ki Kusumo menjelaskan, terhitung hari ini dia resmi menjadi advokat PB Parfi untuk menangani perkara tersebut.
“Gugatannya itu, berkaitan dengan keberadaan SK AHU yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM kepada PB Parfi dibawah Ki Kusumo,” ujarnya kepada wartawan, Senin (5/5/2025).
Menurutnya Alicia Djohar tidak punya hak.
“Mereka menyebut berdiri tahun 2020. Sementara PB Parfi yang asli ini sudah berdiri sejak Maret 1956, kan berbeda,” lanjutnya.
Pihaknya mempertanyakan urusan Alicia Djohar dengan AHU yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM kepada PB Parfi ini (Kepemimpinan Ki Kusumo).
“Mereka tidak punya legal standing untuk mengajukan gugatan,” tandasnya.
“Kalau mereka anggota PB Parfi kan gak mungkin mereka mendirikan dan membuat akte segala macam,” imbuhnya.
Dijelaskan, hingga hari ini atau sidang keempat masih agenda persiapan.
“Makanya, Ki Kusumo atau PB Parfi belum dianggap sebagai pihak dalam perkara. Lalu, bagaimana langkah selanjutnya?”
“Saya sampaikan ke semua artis senior, apabila bapak ibu menganggap PB Parfi ini rumah artis, maka harus dipertahankan. Karena menurut saya, tidak ada alasan mereka (Alicia Djohar) untuk meminta supaya AHU itu dibatalkan,” paparnya.
Sementara itu Ketua PB Parfi terpilih, Ki Kusumo mengaku sudah menjalani aturan dalm PB Parfi.
Pihaknya justru merasa aneh dengan gugatan yang dilayangkan ke PTUN. Terlebih, dia mendapatkan undangan sebagai turut tergugat justru pada sidang ketiga.
“Kalau di mata saya ya rada aneh. Kenapa saya baru dipanggil di sidang ke tiga? bukan dari pertama atau kedua,” ujar Ki Kusumo.
Sebagai warga negara yang taat hukum, Ki Kusumo menghormatinya.
“Tentunya, mengikuti aturan yang ada, lalu mengumpulkan legal formal kami. Termasuk bukti-bukti yang menyangkut keberadaan AHU kami,” sambungnya.
Tidak hanya itu. Dalam undangan panggilan yang dialamatkan kepadanya terkesan dibolak balik.
“Jadi, kita diundang sebagai perkumpulan Persatuan Artis Film Indonesia sementara Alicia Djohar ditulis sebagai PB Parfi. Ini terbalik, PB Parfi adalah kita. Karena sudah ada kongres, jadi kita mengacu pada aturan Parfi yang didirikan pada tahun 1956,” jelasnya.
Terkait Kongres Parfi Dipercepat yang diadakan Alicia Djohar menjelang akhir masa jabatannya, Ki Kusumo heran.
“Kongres katanya menyempurnakan dan mengesahkan AD ART, jadi dari tahun 2020 AD ART mana yang dia pakai. Kok Desember 2024 sudah ada kongres?” tandas Ki Kusumo.
Dalam kongres itu, sambung Ki Kusumo, Gusti Randa selaku Sekjen PB Parfi kubu Alicia Djohar sudah setuju dibentuknya caretaker dan menyatakan PB Parfi tidak lagi menjadi pengurus aktif.
“Cek saja video yang beredar, ini bukti yang valid,” pungkasnya. (Rmt)