Beranda Index Mengurangi Kemiskinan Lewat Zakat

Mengurangi Kemiskinan Lewat Zakat

0

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin secara tahunan menjadi 28,51 juta orang pada September 2015 atau bertambah 780 ribu orang dibanding September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang.

Gejala kemiskinan ini akan semakin jelas ketika memasuki bulan suci Ramadhan. Pasalnya, pada bulan Ramadhan banyak pengemis yang berkeliaran di tengah-tengah kita. Coba kita perhati kan begitu banyak pengemis yang menjalankan aksinya di tempat-tempat umum, seperti di lampu merah, tempat iba dah (baca: masjid), dan di angkutan umum.
Pemandangan seperti ini akan kita saksikan setiap tahun pada bulan Ramadhan.

Gejala kemiskinan terus menghantui negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kemiskinan harus ditekan seminimal mungkin agar dampak yang ditimbulkan tidak terlalu parah. Jika kemiskinan sebagai penyakit sosial tidak bisa diatasi dengan baik, untuk menyambung hidup apapun akan dilakukan oleh mereka, bahkan tindakan kriminal menjadi salah satu pilihannya.

Fenomena kemiskinan di negeri ini seharusnya menjadi perhatian kita bersama, terutama pemerintah. Pengentasan kemiskinan merupakan tugas pemerintah sesuai dengan konstitusi sebagaimana bunyi Pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang telantar dipelihara oleh negara.
Karenanya, masalah kemiskinan menjadi pekerjaan rumah presiden Jokowi-JK.

Pemerintah harus benar-benar memperhatikan nasib rakyat miskin agar kemiskinan dan ke timpangan tidak makin melebar. Para pemimpin di negeri ini harus mengutamakan kepentingan rakyat ketimbang kepentingan diri sendiri dan partainya.

Dalam Islam, puasa dan zakat menempati kedudukan sangat penting. Puasa merupakan ibadah yang sifatnya individu, sedangkan zakat bersifat sosial dengan berbagai ketentuan yang diatur dalam Alquran dan hadis Nabi. Kedua ibadah itu memiliki tujuan yang sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah. Sebagai ibadah sosial, zakat dapat mendorong pemberdayaan ekonomi umat serta dapat mengatasi masalah kemiskinan.

Hal ini relevan dengan pendapat Didin Hafidhuddin dalam Zakat dalam Perekonomian Modern (2002) bahwa zakat merupakan bentuk konkret dari jaminan sosial yang disyariatkan oleh ajaran Islam. Melalui syariat zakat, kehidupan orang-orang fakir, miskin, dan orang-orang menderita lainnya akan teperhatikan dengan baik.
Potensi zakat di Indonesia sangat besar. Bahkan dalam situs resmi Baznas dilaporkan bahwa potensi zakat di Indonesia Rp 217 triliun atau 1,8 sampai 4,34 persen dari gross domestic pro duct (GDP).

Apabila potensi ini dikelola dengan baik, akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam pengentasan kemiskinan .
Akan tetapi, pada realitasnya, keberadaan zakat ini belum mampu memberikan kontribusi yang maksimal dalam mengurangi kemiskinan. Salah satu faktornya adalah minimnya kesadaran dari pihak pemilik harta untuk mengalokasikan hartanya bagi yang berhak sebagai kewajiban agama.

Dalam surah at-Taubah: 60 dijelaskan, ada delapan golongan yang berhak menerima zakat. Namun, ayat tersebut menyebutkan orang fakir dan miskin dalam urutan pertama. Hal itu menggambarkan bahwa fakir dan miskin harus mendapatkan perhatian utama karena zakat sebagai ibadah sosial memiliki tujuan utama dalam pemberantasan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan kerja sama yang berkesinambungan antara pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola zakat. Di samping itu, pemerintah harus melakukan kontrol yang ketat agar pendistribusian zakat benar-benar tepat sasaran.
Sebab,dengan fenomena kemiskinan kontemporer yang umumnya merupakan kemiskinan struktural, kecenderungan pendayagunaan (tasyaruf) dana zakat kini semakin berfokus pada program-program pembangunan dan pemberdayaan (Yusuf Wibisono, 2011).

Dengan program pembangunan dan pemberdayaan umat akan memiliki modal manusia, fisik, dan finansial yang mereka butuhkan untuk meraih peluang dan pendapatan yang lebih baik.

Dengan demikian, marilah pada Ramadhan tahun 2016 ini kita jadikan sebagai momentum dan muhasabah akan fungsi sosial ibadah yang selama ini kita laksanakan. Ibadah puasa bukan hanya rutinitas tahunan yang tidak memiliki dampak bagi kehidupan sosial. Justru, puasa Ramadhan adalah sarana untuk melembutkan hati dan merasakan pahitnya kehidupan yang dialami oleh saudara-saudara kita yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kita berharap Ramadhan kali ini tidak hanya bepengaruh pada kehidupan individu, tetapi juga memiliki dampak pada kehidupan sosial. Salah satu bentuk ibadah sosial yang memiliki dampak bagi pengentasan kemiskinan adalah zakat, infak, dan sedekah. Ibadah sosial ini pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan dan yang lebih penting akan menjadikan masyarakat lebih produktif sehingga mampu mengangkat mereka dari jurang kemiskinan. (*)

Penulis: Imam Hanafi Abdullah, Mahasiswa Ilmu Hukum FH Universitas Muhammadiyah Jakarta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini