Penanaman satu lokasi atau perkampungan di Indonesia bisa saja didasari dari sebuah sejarah atau legenda yang dipercaya oleh masyarakat setempat.
Atau, bisa juga diambil dari nama seseorang yang dihormati dan menjadi tokoh yang sangat dihormati warga.
Begitupun dengan Kota Tangerang yang beberapa nama daerahnya juga dipengaruhi oleh sebab tersebut.
Seperti nama Cipete yang sejak berdirinya Kota Tangerang pada tahun 1993 silam, kini menjadi salah satu nama kelurahan yang berada di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.
Menurut cerita yang berhasil dikumpulkan dari beberapa sumber dan dirangkum oleh Kelurahan Cipete, nama itu konon berasal dari gabungan 2 kata yaitu Ci yang berarti air dari bahasa Sunda dan pohon Pete (Petai) dari bahasa Betawi yang keberadaannya berdampingan pada masa lampau.
Baiyatul Ridwan, staf Kelurahan Cipete menyempatkan untuk menceritakannya kembali sejarah itu dari versi Kelurahan Cipete.
“Nama itu berasal dari adanya sumur dan pohon Pete yang keduanya berdampingan yang ditanam dan dirawat oleh sesorang yang dipanggil bapak Jenggot oleh warga di situ,” katanya mencoba mengawali cerita.
Selanjutnya, pada saat itu yang tidak diketahui waktunya, datanglah seorang lelaki berjenggot yang kemudian dipanggil bapak Jenggot oleh warga setempat.
Setelah beberapa waktu tinggal, bapak Jenggot yang dikenal alim dan ramah dengan warga asli itu membangun sebuah musholla bersama beberapa warga.
Melengkapi Musholla, Bapak Jenggot juga menggali tanah untuk membuat sumur dengan timba menggunakan batang bambu dan pemberat batu untuk mempermudah setiap orang menimba air yang sangat jernih dari sumur itu.
Air dari sumur itu kemudian dimanfaatkan warga untuk keperluan berwudhu dan kebutuhan hidup sehari-hari seluruh warga yang tinggal di sekitar musholla itu.
“Bisa dikatakan Bapak Jenggot yang tidak diketahui asal usulnya itu, sebagai salah satu penyebar agama Islam di sini , karena musholla itu kemudian menjadi pusat kegiatan dan peribadatan umat Islam saat itu ,” imbuhnya.
Sementara untuk melindungi warga dari terik matahari dan hujan saat menimba di sumur itu , bapak Jenggot pun menanam pohon Pete di dekat sumur itu.
Karena wilayah itu memang dianugerahi tanah yang subur , membuat air sumur itu tidak pernah kering dan airnya juga digunakan untuk menyiram pohon Pete hingga tumbuh subur dan berbuah lebat.
“Konon juga ceritanya, air dari sumur dan buah Pete itu menjadi salah satu sumber warga memenuhi kebutuhannya sehari -hari, ” paparnya.
Singkat cerita, kemudian warga di situ yang memang diwarnai budaya Sunda dan Betawi kemudian menggabungkan keduanya menjadi nama Cipete sebagai nama kampung mereka hingga saat ini.
Sayangnya, di tengah pembangunan yang berlangsung di wilayah yang telah dipimpin oleh 9 Kepala Desa dan 7 Lurah dengan Lurah Solihin saat ini, tidak ada satupun peninggalan tersisa yang dapat menguatkan cerita itu untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
Hanya saja dari beberapa orang warga asli Cipete mengatakan letak musholla, sumur dan pohon Pete yang diceritakan itu lokasinya berada di RT 02 RW 02 atau berada tidak jauh dari jembatan Kali Sasak yang membelah Jl.Rasuna Said pada saat ini.
“Sekarang di lokasi itu sudah berubah menjadi toko dan dimiliki masyarakat,” pungkasnya. (Adr)