Politisi Senior Golkar, Akbar Tandjung, mengusulkan agar sistem pemilu legislatif Indonesia dirubah menjadi sistem pemilu tertutup. Hal itu dimaksudkan untuk menutup keran politik uang yang selama ini masih menjamur di Indonesia.
“Saya mengusulkan khusus soal pemilu legislatif, kita kembalikan pada sistem proporsional yang tertutup,” katanya usai menjadi narasumber acara Sarasehan Nasional KAHMI bertajuk “Demokrasi Pemilu dan Keindonesiaan” di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2019).
Cara seperti itu dianggapnya efektif untuk membasmi politikus kotor yang gemar menyuap atau atau mempraktekkan politik transaksional pada pemilu legislatif. Dengan memakai sistem proporsiobal tertutup, masyarakat tidak lagi memilih siapa orang yang dicalonkan, melainkan memilih Partai Politik (Parpol) yang mengusungnya.
“Memilih itu memilih partai, tidak memilih orang. Kalau memilih orang apalagai (melihat) yang terakhir ini kan proporsional dengan suara terbanyak, dengan suara terbanyak itulah kemudian para calon berusaha untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya,” imbuhnya.
Memilih suara terbanyak merupakan sistem pemilu terbuka. Sistem ini bagi pria jebolan HMI itu, meniscayakan lahirnya politik transaksional. Alhasil, pada prakteknya, siapapun calon legislatif yang mempunyai kekuatan finansial, akan dengan mudah meraih banyak suara karena si politikus mampu membeli suara masyarakat untuk memilihnya.
“Dan itukan artinya politik kita menjadi sangat tidak sehat, sangat transaksional,” ujarnya.
Di sisi lain, Akbar juga mengajak seluruh parpol di Indonesia untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem rekruitmen kader politiknya agar kepercayaan publik terhadap parpol kembali hidup dan membuat fungsi parpol menjadi lebih berdayaguna.
Tentu para pimpinan Parpol akan lebih selektif lagi dalam sistem tertutup ini karena Parpol dituntut untuk menunjukkan kader terbaiknya. Parpol tidak akan mudah begitu saja menunjuk kadernya karena siapapun yang mencalonkan adalah representasi dari partai politiknya. (rls)
Komentar ditutup.