Home Opini Melemahnya Rupiah Dihadapan Dolar Akibat COVID-19

Melemahnya Rupiah Dihadapan Dolar Akibat COVID-19

0

Oleh : Ahmad Julkifli Sodima
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang

OPINI- Sebuah permasalahan dari perekonomian Indonesia, dimana ketika dolar naik yang sangat berdampak terhadap perekonomian Indonesia.

Faktor melemahnya rupiah di Indonesia saat ini dikarenakan adanya perekonomian di Amerika yang semakin meningkat, dimana dampak tersebut adalah faktor pertama yang sangat mempengaruhi melemahnya rupiah.

Dimana salah satu Bank Sentral di Amerika yaitu The Fed mempunyai rencana untuk melakukan bagaimana sebuah sistem yang disebut dengan tappering off atau adanya pengurangan quentitative easing yang biasa disebut sebagai stimulus ekonomi.

Hal ini mengakibatkan mata uang dolar Amerika semakin menguat di kancah global sehingga suplai uang dolar pun berkurang dan rencana tersebut dilakukan pada tahun 2013 dan dampaknya berbanding terbalik terhadap perekonomian Indonesia.

Dimana Indonesia sebagai negara berkembang yang mudah sekali terdepresiasi akibat mata uang asing yang terus menekannya.

Terlebih mata uang rupiah itu sendiri sangat sensitif dengan perekonomian Internasional karena pada dasarnya mata uang rupiah memiliki karakter tersendiri yaitu soft currency karena adanya ketidakstabilan dalam perekonomian Internasional maupun krisis finansial sangat berdampak terhadap melemahnya mata uang rupiah.

Setelah itu terdapat faktor lain yang mengakibatkan melemahnya mata uang rupiah yaitu terus tertekan oleh The Fed. Karena, ketika The Fed sebagai Bank Sentral di Amerika Serikat memiliki rencana guna memotong dan membatasi pembelian obligasi pada tahun 2013 silam, nilai tukar dari rupiah serta IHSG yang sering disebut dengan indeks saham gabungan saling berfluktuasi sangat tajam yang mengakibatkan melemahnya mata uang rupiah dan akan terus merosot jauh dengan dengan peningkatan yang tak seberapa dan nanti nya akan menganggu lalu lintas jalur keuangan dunia.

Akhir-akhir ini banyak isu yang beranggapan bahwa naiknya mata uang dolar yang diakibatkan oleh virus corona, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus bergerak hingga menyentuh Rp 16,037 per dolar AS.

Dikutip dari liputan6.com pada situasi seperti ini, Direktur PT TRFX Garuda Berjangkan Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa kurs rupiah akan terus berada di posisi yang rentan karena adanya kepanikan pasar global yang disebabkan oleh penyebaran wabah virus corona.

“Ini level kunci dan akan terus melemah sambil menunggu informasi virus corona. Pasar panik,” ujar Ibrahim, Jumat (20/3/2020).

Dari yang dikatakan oleh Ibrahim selaku Direktur PT TRFX Garuda itu memang benar dan adanya kepanikan pasar merupakan indikator utama pelemahan tersebut serta Ibrahim juga beranggapan bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih kuat dalam menghadapi level nilai tukar rupiah saat ini.

Naiknya harga dolar mengakibatkan melonjaknya harga pasar yang terjadi di Indnesia saat ini, dimana pada saat ini melonjaknya semua harga bahan pokok yang mengakibatkan resahnya para masyarakat Indonesia dan akibatnya terjadi panic buying sehingga semakin memperburuk keadaan saat ini.

Seperti dikutip dari Liputan6.com “Tapi masalahnya penyebaran covid ini secara masif, membuat instrumen USD Amerika Serikat merupakan salah satu intrumen safe heaven, maka dari itu rupiah belum ada katalis positifnya, “ kata Nafan, Rabu (18/3/2020).

Pada situasi seperti ini pernah terjadi sebelumnya pada krisis ekonomi tahun 2008-2009, dimana Bank Sentral di Amerika Serikat alias The Fed juga melakukan quantitave easing seperti saat ini yakni salah satu kebijakan moneter guna untuk meningkatkan jumlah uang beredar yang sangat mempengaruhi ekspetasi pasar terhadap ekonomi global.

Virus corona ini mengakibatkan antisipasi dari pemerintah yang melakukan sistem lockdown serta pembatasan akses juga sangat berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia.

Karena pada dasarnya kondisi surplus perdagangan di nilai semu dan impor bahan baku pada saat ini turun cukup tajam di banding dengan bulan-bulan sebelumnya yang belum adanya virus corona ini terjadi.

“Biasanya 3-5 bulan setelah impor bahan baku turun, produksi manufaktur ikut turun. Investor asing secara persisten lakukan aksi jual di bursa saham. Dalam sepekan terakhir nett sell di bursa menembus Rp780 miliar,” jelas dia.

Gubernur Bank Indonesia (BI) sendiri saat ini yaitu Perry Warjiyo akan terus memantau kondisi perekonomian Internasional saat ini akibat dari penyebaran virus corona.

Serta dampak dari penyebaran virus corona sendiri sangat mempengaruhi akses pariwisata di Indonesia sehingga memperburuk perekonomian Indoensia saat ini, Dikutip dari Indozone TV Perry menambahkan, strategi moneter perlu dilakukan untuk menjaga kecukupan likuiditas di pergantian tahun.

Selain itu hal tersebut juga dilakukan jntu mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif. “Kebijakan makroprudensial tetap akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan bagi perekonomian,” kata Perry.

Sehingga Pemerintah Indonesia saat ini meminimalisir melakukan kegiatan impor untuk sementara waktu hingga perekonomian dunia kembali stabil.

Terakhir, yang perlu dilakukan pada saat ini adalah dimana pemerintah harus menegaskan para masyarakatnya untuk mengurangi pembelanjaan secara impor dan mengurangi ketergantungan terhadap barang luar negri.

Karena pada dasarnya Indonesia sendiri sangat memiliki kekayaan yang cukup berlimpah serta Indonesia sendiri pun mampu untuk mendiversifikasi sumber energinya sendiri, dan untuk masyarakat yang masih ingin berinvestasi, sebaiknya berinvestasi yang tidak begitu terlalu berpengaruh terhadap dengan kenaikan dolar seperti halnya, investasi emas dan surat utang negara.

Namun pada aspek ini tidak semua masyarakat Indonesia rugi karena hal ini. Terdapat beberapa pihak yang diuntungkan seperti halnya eksportir yang target pasarnya yaitu konsumen dari luar negeri.

Meskipun beberapa pihak yang diuntungkan menjual barang dengan harga yang sama namun selisih dolar terhadap rupiah bisa menjadi sebuah keuntungan itu sendiri.

Terlebih karena pengurangan penggunaan impor di Indonesia mengakibatkan berjaya nya produk lokal itu sendiri, dan sepatutnya Pemerintah Indonesia itu sendiri harus melakukan hal seperti itu. Serta beberapa lembaga domestik dan internasional telah membuat proyeksi terhadap perekonomian Indonesia saat ini.

Dan Bank Indonesia (BI) sendiri memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 mencapai 5,1%-5,5% dimana titik tengahnya terdapat di titik 5,3% sebagai telah tertuang dalam asumsi makro Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020. Sehingga harapannya kedepan Indonesia bisa berdikari terhap ekonominya dan masyarakat Indonesia kedepannya bisa lebih sejahtera jika pemerintah mampu mengurangi impor dari luar negeri dan bisa berdikari terhadap ekonominya. ***

Ahmad Julkifli Sodima/201810050311151
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang