Oleh: Letkol Inf Drs Solih, Kasubbid Strakomnet Bidinfonet Puspen TNI.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia ini, peran Ulama dalam upaya merebut hingga mempertahankan Kemerdekaan tidak bisa dihilangkan dalam catatan sejarah Kemerdekaan Indonesia, hal ini terbukti, Indonesia dengan segala elemen kemajemukannya ternyata memiliki banyak pahlawan nasional berlatar belakang santri. Namun tidak banyak orang mengetahui mereka. Hal tersebut karena kurangnya sosialisasi kepada kalangan pelajar atau akademisi, sehingga generasi penerus kurang memahami para pelaku sejarah kemerdekaan asal usul para pejuang.
Sejarah perjuangan kemerdekaan, para kiai pesantren memahami dan menerapkan betul kalimat “Hubbul Wathan Minal Iman”, Cinta Tanah Air adalah sebagian dari iman. Sehingga apapun akan mereka lakukan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, meski harus mengkorbankan nyawa.
Ini contoh kiai di daerah Parakan Temanggung, Jawa Tengah, muncul Kiai Subchi, seorang ulama yang sangat dihormati masyarakat. Kiai Subchi tiap hari berkeliling kampung mengajar ngaji dan menjadi penyuluh pertanian. Bila ada satu persoalan, masyarakat sering mendatanginya untuk mencari solusi. Di tahun 1941, beliau mengumpulkan para santri dan pemuda Desa untuk mengadakan persiapan perang. Hadir dalam pertemuan tersebut Kiai Noer (putera Kiai Subchi) dan Lurah Masúd (adik Kiai Subchi). Dalam pertemuan tersebut dibentuk pasukan Hizbullah-Sabilillah di bawah pimpinan Kiai Subchi sendiri.
Pasukan yang baru dibentuk ini mengalami kendala dalam hal persenjataan. Yang ada baru pedang, golok, klewang, keris, tombak dan sebagainya. Namun senjata-senjata ini pun terbatas dimiliki warga. Sebab itu, Kiai Noer mengusulkan agar pasukan yang baru dibentuk ini dipersenjatai dengan cucukan (bambu yang diruncingkan ujungnya). Dengan alasan bambu mudah diperoleh di mana-mana dan mudah membuatnya. Selain itu, luka yang diakibatkan oleh tusukan cucukan juga lebih parah akibatnya sehingga sulit di obati.
Di Banyuwangi Kota muncul beberapa nama Ulama yang terlibat dalam mengorganisir massa untuk menghadapi gempuran NICA, baik di pertempuran 10 November di Surabaya maupun pertempuran-pertempuran lain di Banyuwangi. Nama Kiai Saleh Lateng sangat terkenal gigih dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Selain melakukan tirakat (riyadlah) demi mewujudkan kemerdekaan bangsa, Kiai Saleh menjadi tempat pengaduan para santri dan pejuang lainnya untuk meminta nasehat dan doa. Kiai Saleh juga mengirimkan para Santrinya untuk ikut perang di Surabaya. Beliau tampak ikut bertempur di medan laga yang dikenal sebagai Hari Pahlawan.
Sejarah Perjuangan Ulama
Peran para kiai dalam mengawal perjuangan tidak bisa dilupakan dalam narasi sejarah Bangsa Indonesia. Kontribusi mereka terbukti kokoh dalam menguatkan pondasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Para Santri membentengi Indonesia dari pelbagai ancaman selama beradab-abad, dari serbuan Kolonial, Agresi Militer hingga ancaman terhadap Ideologi Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa.
Sebab, para kiai dan santrilah yang secara faktual membentuk dan mendirikan TNI. Termasuk Jenderal Sudirman dan oleh anak buahnya dia dipanggil kiai, Jenderal Besar Sudirman ini jebolan pesanteren, selama bergerilya beliau tidak batal dari najis alias sudah wudhu dan kendi berisikan air bersih selalu dibawanya. Jenderal Besar Sudirman mendapat didikan seorang ulama pada masanya. Inilah yang membuatnya memiliki keteguhan dalam berjuang. Meskipun dia menderita sakit paru-paru dan harus ditandu, tetapi semangat juangnya sangat tinggi.
Keberadaan TNI hingga saat ini tidak bisa dipisahkan dari peran ulama. Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia menjadi bukti peran rakyat dari kalangan Kiai dan Ulama. Jauh sebelum adanya Sumpah Pemuda, dan sebelum bangsa ini merdeka, anak-anak bangsa ini dididik oleh para Kiai untuk berperang disisi lain Jenderal Besar Sudirman mantan Santri juga memimpin gerilya untuk mengusir penjajah TNI dan ulama sama-sama berperang melawan penjajah serta mengusirnya dari NKRI.
Saat usianya masih relatif muda yaitu saat berumur 31 tahun, ia sudah menjadi seorang Jenderal. Walaupun menderita sakit Paru-Paru yang parah, beliau tetap bergerilya melawan Belanda. Jenderal Besar Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat dan bangsa di atas kepentingan pribadinya. Dia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara.
ketika Agresi Militer II Belanda, Jenderal Besar Sudirman yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, Dia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa dia disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengingatkan, bahwa perjuangan para Kiai dan Ulama di masa awal Kemerdekaan merupakan contoh yang harus ditiru hingga saat ini. Menurut Panglima TNI, para Kiai dan Ulama berhasil menyatukan berbagai kemajemukan masyarakat Indonesia.
Inilah yang harus di waspadai, adanya kelompok yang paling merasa benar, paling hebat, tidak seperti Ulama yang bersatu padu bersama agama lainnya dan bangkit pada saat bangsa membutuhkannya pandangan dan pikiran dari para Kiai yang dulu berjuang. Namun sekarang bermunculan yang mengatas namakan Kiai dengan ada gelagat untuk merongrong pemerintah dengan dalil-dali yang seolah olah yang paling benar dan paling mampu memajukan Indonesia yang lebih baik.
Uraian diatas menggambarkan bahwa TNI dan ulama benar-benar nyata adanya sama-sama berjuang untuk mengusir penjajah, dan mendirikan Negara Republik Indonesia. Para Kiai, Ulama dan Santri telah menjadi Soko Guru dan Pelaku Perjuangan. Sebesar apapun kekuatan TNI tidak akan sanggup melawan kekuatan musuh tanpa dukungan dari rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya para Kiai/Ulama kekuatan bangsa yang hebat yaitu Kemanunggalan TNI, Ulama dan Santri, tegas Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Cegah Sel-Sel Teroris Yang Sedang Tidur
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo di Dunia politik nasional tidak luput dari perhatian pegiat dunia Media Sosial yang selama ini dijadikan alat Propaganda untuk menjadikan suatu ajang penyampian pesan yang baik maupun yang buruk, tergantung pengiat tersebut menilainya, karena Media Sosial tidak terbatas ruang dan waktu siapa saja bisa menggunakan Media Sosial, baik itu Facebook,Twitter, Youtube dan Instagram. Yang menjadi perhatian pegiat Media Sosial tentang pernyataan Kegiatan Panglima TNI yang Viral seperti contoh diantaranya adalah : menghentikan kerjasama TNI dengan Australian Defence Force (ADF), Australia mengincar perwira-perwira terbaik TNI, perang Proxy dan ancaman terhadap Indonesia, komentar positifnya terhadap aksi 212, aksi membacakan puisi karya Denny JA berjudul “Bukan Kami Punya” di acara Rapimnas Golkar.
Kami melihat bahwa Jenderal TNI Gatot Nurmantiyo adalah seorang Prajurit sejati yang tangguh, tegas, kukuh, jujur dan dicintai oleh prajuritnya dan dekat dengan para Ulama/Kiai. Beliau sangat peka dan peduli terhadap situasi yang berkembang maupun ancaman- ancaman terhadap NKRI. Kendatipun tugas diembannya banyak dan selalu menyita waktu jam istirahatnya, Panglima TNI sangat enerjik dan tidak pernah istirahat selalu menyempatkan diri dekat dengan prajurit bawahnya, sekalipun yang bertugas di pulau terluar, beliau selalu memberikan motivasi dan menjalankan tugas yang benar dan selalu dekat dengan rakyat, seperti yang telah diteladani oleh Panglima Besar Soedirman.
Disisi lain Panglima TNI juga, memberikan kuliah dibeberapa Universitas di Indonesia yang isinya menggugah para mahasiswa agar melek dan peduli terhadap kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah, dimana kekayaan tersebut sedang dilirik oleh negara-negara Besar, bagaimana Indonesia bisa dijadikan objek, indikasi sudah jelas, maraknya ancam ISIS baru- baru ini, dan Acaman Narkoba, ini hanya contoh kecil.
Panglima TNI juga kerap sekali mendatangi pesantren dan para Ulama/Kiai untuk menjaga tali silatuhrahmi antara TNI dan Ulama/Kiai, karena TNI dan Ulama/Kiai sejak berdirinya Republik Indonesia memiliki catatan sejarah dalam perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia Tanggal 17 Agustus Tahun 1945. Kalau kita melihat panglima TNI selau mendatangi Mahasiswa dan para Ulama/Kiai adanya kekhawatiran kepada negara lain atau kelompok radikal untuk dijadikan obyek pengikutnya, tidak sedikit cara untuk merekrut warga Negara Indonesia sebagai kelompok untuk menghasut Pemerintah.
Mahasiswa, tokoh agama, dan pemuda generasi penerus bangsa tidak menutup kemungkinan bisa dijadikan sasaran mereka untuk jadi pengikut kelompok radikal, karena berbagai cara bisa melakukan, baik itu pendekatan pengajian, lalu diskusi. Kepekaan Panglima TNI terhadap potensi ancaman tersebut sehingga beliau meluangkan waktu untuk memberikan ceramah tentang situasi dan kondisi Bangsa Indonesia diera kompetisi global antar Negara saat ini.
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan, informasi intelijen menyebutkan bahwa kelompok radikal yang memiliki basis di Suriah dan Irak itu telah masuk ke sejumlah wilayah, seperti Kota Bitung, Sulawesi Utara, dan Pulau Morotai, Maluku Utara. Aksi kelompok teror Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Marawi, Filipina Selatan, bukan tidak mungkin bakal terjadi di Tanah Air. Sel-sel itu dalam kondisi tidur dan sangat mudah untuk dibangunkan. Bila sel ini terbangun, maka akan ada sejumlah spot konflik di Indonesia yang berafiliasi dengan ISIS.
Kegiatan Panglima TNI memberikan ceramah kepada mahasiswa dan silaturrahmi kepada Ulama/Kiai tersebut menurut hemat penulis adalah sudah tepat karena yang selama ini yang menjadi sasaran perekrutan adalah mahasiswa dan orang yang pengetahuan agamanya terbatas, sehingga orang tersebut mudah terhasut. Dengan kegiatan mulia Panglima TNI, masih ada komentar-komentar miring terhadap panglima TNI , padahal sudah jelas dan ada bukti hasil dilapangan, ancaman terhadap NKRI sudah didepan mata, kenapa orang menghubungkan antara kegiatan Panglima TNI dengan curi start untuk Capres 2019, sudah jelas TNI tidak berpolitik, kegiatan Panglima TNI murni karena ada ancaman terhadap kekayaan Sumber Daya Alam Indonesia dan begitu juga basis ISIS di Syria dan Irak sudah terdesak, dua fenomena ini tidak menutup kemungkinan akan menjalar kepada Indonesia karena pengikut ISIS dari Indonesia sudah ada.
Sel tidur teroris sangat berbahaya, selama tidur dan berbaur ditengah masyarakat, sel ini diam-diam bisa merencanakan suatu aksi dengan bebas. Sel tidur bisa melakukan infiltrasi ke masyarakat umum, Lembaga Pendidikan, Organisasi Masyarakat, atau bahkan perusahaan yang ada, hanya untuk bertahan hidup. Infiltrasi tidak hanya untuk bersembunyi dan mendapatkan tempat aman, sel tidur teroris tentu bisa menggalang dana, melakukan propaganda dan merekrut orang. Beda sel tidur teroris dan sel aktif teroris adalah sel tidur tidak melakukan aksi teror.
Kelompok teroris terbagun dari individu, kelompok kecil, lalu membangun sel-sel di banyak tempat dan akhirnya melakukan perlawanan sesuai dengan kekuatan dan sasarannya. Jika sudah besar dan mempunyai kekuatan yang mampu menandingi kekuatan kelompok besar seperti negara tentu kelompok teroris ini tidak mau lagi disebut sel/kelompok teroris, tetapi akan menamai organisasinya setara dengan lawannya misal sebagai sebuah negara atau sebagai sebuah partai. Inilah kehawatiran sel-sel yang tidur akan terbangun, terbukti sel sel sudah muncul mulai Bom Cicendo, Kampung Melayu, Penusukan di Polda Sumatra Utara, Penusukan terhadap dua angota Brimob di Masjid Paletehan dan yang baru-baru ini di Buah Batu Bandung Bom meledak yang sedang dirakit ini bukti sel –sel satu persatu mulai bangun.
Sejarah membuktikan bahwa TNI dan ulama sama-sama berjuang mengusir penjajah, kini sama-sama untuk mencegah sel-sel teroris yang sedang tidur, dua kekuatan anak bangsa yang cinta NKRI memiliki kepedulian yang sangat luar biasa yang perlu ditingkatkan, sehingga sel-sel teroris tidak bisa hidup di Indonesia apa bila anak bangsa kompak dapat melakukan pencegahan sejak dini. Panglima TNI sendiri melakukan keliling silaturahmi dengan Ulama/Kiai ke pesantren dan memberikan kuliah kepada Mahasiswa merupakan cara pencegahan masuknya sel-sel teroris kepada lingkungan Mahasiswa dan para Santri, bukan ada maksud tertentu yang tidak masuk akal, karena posisi Jenderal TNI Gatot Nurmantyo adalah Panglima TNI, ini adalah wajar apabila melakukan pencegahan terhadap sel-sel teroris kepada generasi penerus bangsa.(*)