Tb. Ardhiansyah Maulana, kepala Departemen Sosial dan Politik Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Republik Indonesia (GMPRI) menyerutkan, paradigma kekuasaan harus disingkirkan dari mindset kandidat ketua dalam bursa pemilihan Kadin di Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
“Paradigma kekuasaan harus segera distop dalam mengimplementasikan program mulia para kandidat Kadin. Pasalnya mindset seperti itu sangat rawan kepentingan, padahal Kadin itu dibentuk harus sanggup menjalankan amanah Undang-undang Nomer 33,” ujar pria yang kerap disapa Adhit.
Adhit menambahkan, Kadin adalah wadah konsultasi yang harus mampu mengangkat para pelaku usaha, pengusaha lokal Tangsel dalam mencarikan segmen pasar di luar Tangsel bahkan Internasional.
“Menurut saya, jika paradigma yang saya katakan tadi di geser, maka dalam pelaksanaannya Ketua Kadin Tangsel terpilih harus mengedepankan demokrasi di dalam kepengurusannya, selain menjadi tempat konsultasi bagi pelaku usaha, kadin di desak untuk menyiapkan pasar yang tengah di kembangkan oleh para pelaku usaha lokal,” tambahnya.
Bahkan Adhit menilai sulitnya untuk merealisasikan undang-undang ini menjadi pelajaran terberat bagi bangsa ini, karena isu tersebar di telinga rakyat belakangan ini bahwa bangsa asing telah mengepung perekonomian Indonesia. Hal ini menjadi penyebab polemik kajian tentang Sumber Daya Alam yang termasuk bagian dari undang undang pasal 33 1945 masih berlarut sejak tahun 2015 di Mahkamah Konstutusi.
“Perlu diketahui bahwa KADIN kamar dagang industri merupakan sebuah wadah pemberi solusi dari pemberdayaan secara global,” katanya.
Adhit juga menambahkan, Kadin merupakan sebuah organisasi yang memiliki aturan dan etika sendiri, masalahnya adalah bicara aturan, atau etika terlebih dahulu lantaran secara aturan sudah jelas, dalam AD/ART kadin bahwa yang berhak mencalonkan mesti tergabung dalam kepengurusan maupun keanggotaan.
Namun pada pelaksanaanya jika kompetensi para kandidat tidak mumpuni, misalnya kolega, pergaulan yang luas serta wawasan internal yang sempit, maka bisa jadi kursi ketua sangat rentan di tumpangi oleh pengusaha kapitalis, sehingga harapan semua pengusaha lokal menjadi sia-sia.” tutupnya. (Arf)