Anggota Komisi I DPR RI dari F-PDIP, Effendi Simbolon, menilai anggaran alutsista TNI masih jauh dari harapan.Sejak reformasi, TNI berada di garda depan dalam menjaga NKRI.Kita cukup bangga dengan TNI, ada beberapa peningkatan kualitas, kuantitas, dan kemampuan prajuritnya.
“Hanya kalau dibandingkan dengan tingkat ancaman dan luas wilayahnya, dan stabilitas di Asia Tenggara dan Asia Pasifik terus terang masih jauh tertinggal,” ujar Effendi Simbolon ketika di temui wartawan saat menghadiri gladi bersih HUT Ke-72 TNI di dermaga PT Indah Kiat, Cilegon, Banten, Selasa (3/10/2017).
Memang, kata Effendi, harus diakui bahwa dalam kenyataan sekarang ini, peningkatan alutsista TNI harus ditunjang dengan mengawali political will dari pemerintah (Presiden). Pada tahun 2017 ini, merupakan tahun ketiga pemerintahan Joko Widodo-JK, namun anggaran yang diharapkan untuk menunjang tupoksi TNI tidak juga mencukupi.
“Jadi kalau melihat dari apa yang disampaikan Presiden (Jokowi), ketika kampanye Pemilu (2014) lalu, (anggaran alutsista TNI) sebesar 1,5 persen dari GDP. Tapi (sekarang) inikan hanya 0,8 persen, ya minim sekali. Tidak mungkinlah kita berharap jauh,” tandasnya.
Effendi mengatakan, bahwa saat ini, kita tidak perlu bicara yang indah didengar ditelinga, tapi kita harus bicara jujur dalam cakupan wilayah dan tingkat ancaman dari dalam dan dari luar negeri, dimana Indonesia sebagai wilayah yang strategis dan diperebutkan banyak negara.
Indonesia mempunyai kekuatan angkatan bersenjata yang memiliki efek detterent. Jadi, bukan hanya bertahan, tapi juga memberikan efek deteren yang besar terhadap wilayah sekitar.
Effendi mengungkapkan bahwa di Laut China Selatan, kemudian di wilayah selatan dengan Australia,telah ditempatkan ribuan Marinir AS di Darwin.Dia juga melihat bahwa konflik di Papua sewaktu-waktu bisa saja merebak.
“Kita sih jujur ya, memberikan apresiasi dan respek kepada Panglima TNI, tapi sekali lagi kami dari DPR sangat berharap ketika (pemerintahan) ditahun ketiga lebih memberikan nuansa eskalasi dalam anggaran TNI itu harus lebih besar,” ujarnya.
Effendi melanjutkan, dukungan anggaran itu tidak harus setiap tahun, bisa juga tiga tahun ke depan, sehingga setiap multiyears harus didukung anggaran yang melompat jauh. Karena, pembangunan alutsista TNI tidak bisa dibandingkan dengan pembangunan sekolah.
Sebab, semua ini, kata Effendi, harus jelas dalam membangun kesiapan TNI dengan profesionalisme yang dibutuhkan, termasuk kesiapan alutsista, kesejahteraan, intelijensi prajuritnya. Pemerintah harus melihat, bahwa negara kita negara besar yang sewaktu-waktu bisa jadi dalam kompetisi global jadi daerah aneksasi.
Soal rencana minimum essential force (MEF) alutsista TNI yang masih belum tercapai? Dikatakannya, saat ini kita menuju MEF saja belum dan tidak ada realisasi dari MEF tersebut. Namun, lanjutnya, kita masih bersyukur bahwa sang pencipta masih sangat baik dengan negara ini sehingga stabilitad keamanannya terjaga.
“Kalau saya mengatakan secara jujur inilah saatnya, jangan lagi kita berpura-pura gak tahu.Sudah saatnya Indonesia memiliki pesawat tempur Sukhoi SU-35, Kapal Selam jenis kilo, Helikopter Apache, Black Hawk, MI-35, dan MI-17, S-400 kita ini Indonesia yang merupakan negara besar,” pungkasnya.
Menurut Politisi PDI-P ini, sekarang ini tinggal komitmen dari Presiden Jokowi sendiri, bagaimana membangun TNI dengan sisa dua tahun pemerintahannya, dengan mengaskan kepada publik untuk membangun kekuatan alutsista TNI.
Pemerintah juga tidak boleh selalu menyalahkan pertumbuhan ekonomi yang menurun sehingga anggaran TNI juga menurun. Selain itu, tidak perlu menunggu pertumbuhan ekonomi meningkat hingga 5- 7 persen baru anggaran alutsista ditingkatkan, sebab hal itu ibarat telor dengan ayam.
“Memangnya apa artinya nih, semua kekayaan, kalau kita dianeksasi, mau jadi Irak, Libya, Suriah kita,” tutupnya. (Mrz)