Beranda Berita Tujuh Pesan Menhan ke Civitas Akademika Universitas Taruma Negara

Tujuh Pesan Menhan ke Civitas Akademika Universitas Taruma Negara

0

Menteri Pertahanan memberikan pembekalan Bela Negara pada seminar menyambut mahasiswa baru dan Dosen Universitas Taruma Negara, yang mengangkat tema “Implementasi nilai-nilai Pancasila Dalam Kehidupan Kampus” Tahun Ajaran 2018/2019, di Jakarta, Rabu (8/8/18).

“Saya ingin berpesan, jadilah kalian sebagai generasi masa depan yang maju dan unggul serta berkarakter, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta teruslah berkarya. Selain itu kalian juga harus memiliki kekuatan Integritas kepribadian yang Pancasilais, mental yang kokoh, ulet, tegar, dan pantang menyerah, serta menjauhi perilaku korupsi dan radikalisme” demi Kemajuan bangsa dan Negara yang sangat kita cintai bersama,” kata Menhan Ryamizard mengawali pembekalannya di depan ratusan civitas akademika Universitas Taruma Negara.

Menhan mengatakan, generasi pemimpin Indonesia kedepan haruslah pemimpin yang memiliki karakter dan berwawasan kebangsaan yang utuh, sementara itu Intelektualitas adalah faktor pelengkap serta pendukung dari totalitas Integritas seorang pemimpin bangsa. Dari hasil berbagai survei dan penelitian pembentukan kader pemimpin disimpulkan bahwa karakter atau integritas menempati porsi terbesar yaitu 80 persen sementara ilmu 5 persen, pengetahuan umum 5 persen dan kemampuan dalam pengambilan keputusan 10 persen.

Konsep ini, kata Ryamizard, sejalan dengan Visi dan Misi dari Universitas Taruma Negara yaitu menjadi “Universitas Entrepreneurial Unggul yang Memiliki Integritas dan Profesionalisme di Asia Tenggara”.

Menurutnya, integritas disini berarti karakter yang kuat dalam mengawaki faktor intelektualitas dan pemikiran setiap Insan manusia. Oleh karena itu, aspek pembentukan karakter dalam proses pendidikan di Universitas Taruma Negara ini harus terus menjadi prioritas, sehingga ke depan bangsa Indonesia ini akan menjadi bangsa yang besar jiwa dan karakternya bukan hanya dinilai dari aspek kecerdasanya saja dan jumlah penduduknya yang besar. Artinya perlu ada keseimbangan antara penggunaan otak kanan yang berlandaskan pada Intuisi dan perasaan dengan otak kiri yang berlandaskan pada pikiran, teori, dogma dan norma.

“Kalian disini akan dididik dan persiapkan untuk mengawaki proses pembangunan di Indonesia di segala lini untuk menuju Indonesia yang adil, makmur dan sentosa. Sehingga sebagai calon pemimpin kalian harus terus memiliki jatidiri yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945, kita harus mengemban amanah untuk menjaga keutuhan NKRI sebagai harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar lagi,” ujar Menhan

Selain itu, tambahnya, pembukaan UUD 1945 harus dijaga dan tidak boleh dirubah sedikitpun, karena Pembukaan UUD 1945 mengandung amanah dan nilai-nilai mulia khas bangsa Indonesia yang merupakan pondasi utama tetap utuh tegaknya NKRI kita tercinta.

Menhan Ryamizard mengungkapkan, dinamika modernisasi dan interaksi global juga telah berimplikasi terhadap munculnya tantangan keamanan nasional dengan mengemukanya isu-isu keamanan baru, yang berdimensi ancaman keamanan bersama lintas negara. Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas ancaman keamanan tersebut telah menunjukkan intensitas peningkatan yang cukup tajam dan telah mengancam ketenangan dan kenyamanan hidup berbangsa dan bernegara.

Bagi Indonesia, lanjut Ryamizard, ancaman-ancaman tersebut dikategorikan sebagai ancaman berbentuk fisik dan ancaman non fisik. Bentuk ancaman fisik dibagi menjadi dua macam ancaman. Pertama adalah ancaman Belum Nyata, yakni ancaman perang terbuka antar Negara, ancaman ini di anggap masih sangat kecil kemungkinannya terjadi. Kemudian yang kedua adalah Ancaman Nyata yaitu jenis ancaman yang sedang kita hadapi pada masa kini dan yang sewaktu-waktu dapat terjadi dimasa datang.

“Jenis Ancaman Nyata yang saya maksudkan disini adalah ancaman terorisme dan radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, bencana alam dan lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian Sumber Daya Alam, wabah penyakit, perang siber dan intellijen serta peredaran dan penyalahgunaan narkoba,” jelas Menhan.

Saat ini, lanjut Ryamizard lagi, kita semua di kawasan dan di berbagai belahan di Dunia (Across the globe) sedang menghadapi potensi ancaman yang sangat-sangat Nyata yaitu bahaya ancaman terorisme dan radikalisme generasi ketiga paska Al-qaeda dan Paska DAESH yang telah dihancurkan di Timur Tengah (Irak dan Syria).

Dikatakan, sifat dasar ancaman terorisme generasi ketiga ini adalah berevolusinya ancaman dari yang bersifat tersentralisasi menjadi terdesentralisasi yang menyebar keseluruh belahan dunia setelah kekalahan ISIS di Timur Tengah yang kemudian menyebar ke wilayah Afrika, Eropa dan ASIA Timur serta Asia Tenggara pada khususnya.

Diungkapkan Menhan, ciri khusus lainnya dari ancaman terorisme generasi ketiga ini adalah kembalinya para pejuang ISIS (Foreign terrorist Fighter) dari Timur tengah. Berdasarkan data Intelijen Kementerian Pertahanan RI (Kemhan) ada sekitar 31.500 pejuang ISIS asing yang bergabung di Syria dan Irak. Dari jumlah tersebut 800 orang diantaranya berasal dari Asia Tenggara serta 400 orang dari Indonesia. Ancaman radikal dan terorisme generasi ketiga ini memiliki sifat-sifat alamiah yaitu berbentuk desentralisasi kedalam wilayah Propinsi-propinsi, berbentuk sel-sel tidur serta operasi berdiri sendiri (Lone Wolf) dan radikalisasi dengan online, media sosial dan penggunaan tehnologi canggih.

“Perlu kita pahami bersama bahwa ancaman terbesar terorisme bukan hanya terletak pada aspek serangan fisik yang merugikan, tetapi justru serangan propaganda ideologi yang secara masif dapat mempengaruhi pola pikir dan pandangan masyarakat. Serangan kepada pikiran dan jiwa itulah yang lebih berbahaya,” terang Menhan.

Dikatakan lagi, pengaruh propaganda dan agitasi yang bernuansa kekerasan, permusuhan, penghasutan dan ajakan untuk bergabung dengan kelompok radikal ini telah banyak menyasar berbagai kalangan masyarakat dan profesi yang bertujuan untuk menghancurkan jiwa dan ideologi bangsa yang pada akhirnya akan bermuara pada kehancuran persatuan dan kesatuan nasional bangsa Indonesia.

Menhan Ryamizard, menyampaikan bahwa dalam era perkembangan modernisasi dan globalisasi ini, disamping ancaman-ancaman berbentuk fisik, kita juga menghadapi ancaman Non-Fisik yang relatif lebih besar terhadap ideologi negara Pancasila yang pada gilirannya dapat mengancam keutuhan dan ketahanan nasional Bangsa. Ancaman dan tantangan tersebut berupa serangan ideologis dengan kekuatan “soft power” yang berupaya untuk merusak “mindset” dan jati diri bangsa Indonesia melalui pengaruh kehidupan ideologi asing yang beraliran materialis.

“Idelogi asing yang saya identifikasi berpotensi mengancam keutuhan ideologi negara Pancasila disini adalah liberalisme, komunisme, sosialisme dan radikalisme.
Serangan Ideologis inilah yang sering saya sebut dengan istilah perang modern yaitu suatu bentuk perang jenis baru dengan mempengaruhi hati dan pikiran rakyat yang ditujukan untuk membelokkan pemahaman terhadap ideologi negara,” jelasnya lagi.

Metode operasional perang ini dilakukan melalui Infiltrasi ke dalam dimensi intelijen, militer, pendidikan, ekonomi, ideologi, politik, sosbud atau kultur dan agama, bantuan-bantuan, kerja sama berbagai bidang dan media/informasi. Setelah infiltrasi berhasil, kata Menhan, dilanjutkan dengan mengeksploitasi dan melemahkan central of gravity kekuatan suatu negara melalui politik adu domba untuk timbulkan kekacauan/kekerasan, konflik horisontal (SARA), memunculkan keinginan untuk memisahkan diri atau separatisme dimulai dengan eskalasi pemberontakan pada akhirnya terjadi pertikaian antar anak bangsa/perang saudara.

“Tujuan akhir dari perang modern yang benuansa materialis ini adalah guna menguasai sumber-sumber perekonomian termasuk menguasai sistim tata kelola dan aturan hukum (rule of law) negara.Metode perang modern ini dinilai relatif murah-meriah, karena hanya dengan bermodalkan sarana media sosial dan kata-kata tertentu masyarakat sudah dapat terpengaruh untuk kemudian mengikuti paham yang disebarkan tersebut,” bebernya.

Ditambahkannya lagi, sejak reformasi bergulir, nilai-nilai Pancasila mulai luntur dan tidak lagi dijadikan sebagai landasan utama dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Artinya, Pancasila tidak lagi dijadikan sebagai acuan dalam Berpikir, bersikap, dan bertingkah laku maupun dalam menentukan dan menyusun tata aturan hidup berbangsa dan bernegara. Akhirnya kita akan kehilangan jatidiri dan kepribadian bangsa, padahal sesungguhnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri. Jika Pancasila tidak dijadikan falsafah dalam berbangsa dan bernegara, bangsa ini akan kehilangan ruh dan jiwanya, sehingga masyarakat akan mudah disusupi oleh idiologi asing yang belum tentu sesuai dengan akar budaya bangsa Indonesia.

Beberapa negara didunia telah hancur karena idelogi dan simbol persatuannya telah dirusak oleh pengaruh Ideologi lain seperti misalnya Yugoslavia, Uni Soviet yang sekarang telah berubah menjadi Rusia serta beberapa negara di Timur Tengah dimana rakyatnya telah kehilangan rasa cinta kepada tanah airnya, sehingga harus mengungsi ke tempat lain yang juga belum tentu diterima. Setiap Negara memiliki konsep ideologinya masing-masing sebagai simbol pemersatu yang khas dan pas untuk negaranya sendiri, seperti komunisme untuk China dan Korea Utara, Liberalisme untuk Amerika, Monarchy atau kerajaan untuk Inggris dan Syariah Islam untuk Arab Saudi dan Beberapa Negara di Timur Tengah.

“Kita tidak ingin dikemudian hari Indonesia mengalami keruntuhan dan perpecahan yang sama yang pada akhirnya nama Indonesia hanya tinggal kenangan dan sejarah,” ucap Menhan.

Sementara itu, untuk Indonesia Tuhan Yang Maha Esa uga telah merahmati bangsa kita dengan suatu pusaka nasional yang menjadi landasan ideologis kesatuan dan persatuan Indonesia yaitu Pancasila sebagai landasan ideologis persatuan nasional Indonesia. Rahmatan Pancasila tersebut merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara yang digali dari warisan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang kemudian dijadikan falsafah sekaligus sebagai jati diri bangsa Indonesia.

Sebagai falsafah hidup atau pandangan hidup Bangsa, Pancasila mengandung nilai-nilai filosofis khas bangsa Indonesia yang mencerminkan hakikat, asal, tujuan, nilai, dan arti dunia seisinya, khususnya manusia dan kehidupannya, baik secara perorangan maupun sosial. Falsafah hidup bangsa mencerminkan konsepsi menyeluruh dengan menempatkan harkat dan martabat manusia sebagai sentral dalam kedudukannya yang fungsional terhadap segala sesuatu yang ada.
Ini berarti bahwa wawasan dan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila secara kultural seyogyanya harus tertanam dalam hati sanubari, karakter dan kepribadian yang mewarnai kebiasaan, perilaku dan kegiatan setiap Bangsa Indonesia secara utuh.

Sebagai rahmatdari Tuhan, Pancasila juga telah terbukti sakti dan ampuh di dalam mengatasi setiap upaya yang dilakukan oleh kelompok radikal yang memiliki kepentingan tertentu untuk memecah belah persatuan dan kesatuan nasional termasuk diantaranya Pancasila ampuh didalam menumpas pemberontakan G 30 S/PKI dan Gerakan DI/TII.

Disamping itu, Pancasila juga merupakan anugrah yang tidak ternilai harganya untuk bangsa Indonesia karena Pancasila didapat dan digali melalui sebuah perjuangan yang panjang yang dimulai kesadarannya sejak kebangkitan nasional yang diprakarsai oleh Budi Utomo pada tahun 1908 yang selanjutnya dijadikan tonggak kesadaran pemuda Indonesia yang menyatakan sumpahnya kepada Tuhan melalui Sumpah Pemuda pada 28 Oktober Tahun 1928 yang pada akhirnya mengantarkan kita semua pada Kemerdakaan Negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kemudian melahirkan dasar dan falsafah kehidupan Bernegara, yaitu Pancasila.

Menhan menjelaskan, seiring dengan perkembangan global yang menghadirkan hakikat ancaman yang beragam dan kompleks tersebut semakin disadari bahwa pertahanan negara tidak cukup didekati dari aspek militer semata, namun diperlukan adanya wawasan kebangsaan yang kuat dari seluruh rakyat Indonesia agar tidak mudah terpengaruh oleh provokasi Ideologi-ideologi asing tersebut. Oleh Karena itu sebagai Menteri Pertahanan, dirinya telah mendesain suatu Strategi Pertahanan Negara yang mengedepankan Nilai-Nilai perjuangan yang lahir dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia yaitu perjuangan yang menerapkan konsep Perang Rakyat Semesta yang didukung oleh kekuatan TNI beserta Alutsistanya.
Strategi Pertahanan Khas Indonesia tersebut dibangun berlandaskan kekuatan Idealis Hati Nurani yang saya definisikan sebagai Strategy Pertahanan “Smart Power” yaitu Strategy Pertahanan yang bersifat Defensive aktif yang merupakan penggabungan antara kekuatan Soft Power keluar (Melalui Diplomasi Pertahanan Kawasan) dan Penyiapan kekuatan Hard Power kedalam dengan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta. Konsep Permesta ini lebih mengedepankan penguatan jiwa dan identitas bangsa sebagai kekuatan utama melalui penanaman nilai-nilai dan Semangat Kesadaran Bela Negara.

“Kesadaran Bela Negara ini merupakan metoda yang telah terbukti ampuh dan handal guna menangkal seluruh bentuk ancaman terhadap keutuhan dan integritas Bangsa dan Negara Indonesia,” tuturnya.

Dengan Kesadaran Bela Negara ini, kita akan memiliki kesadaran untuk mengamankan dan melestarikan jati diri, budaya dan kekayaan alam Indonesia tersebut sekaligus menjaga keutuhan dan persatuan nasional Indonesia.
Esensi dari kesadaran Bela Negara ini pada hakikatnya dimaksudkan untuk mewujudkan warga negara yang memiliki kesadaran sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi pentingnya aktualisasi nilai-nilai luhur bela negara yaitu cinta tanah air, sadar berbangsa dan bernegara, setia pada Pancasila sebagai ideologi negara, rela berkorban untuk bangsa dan negara, serta mempunyai kemampuan awal Bela Negara baik psikis maupun fisik.

Sehingga Melalui Bela Negara ini juga diharapkan akan dapat terbangun karakter disiplin, optimisme, kerja sama dan kepemimpinan guna turut menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara. Pada akhirnya, kekuatan jiwa bangsa Indonesia yang dibangun melalui Bela Negara ini akan menjadi suatu kekuatan maha dahsyat yang mendapat ridho dari Allah SWT karena didasari oleh kebanggaan dan kecintaan yang tulus dan mendalam dari Seluruh Komponen terhadap Bangsa dan Negara-nya.

Dari Aspek Hukum, keikutsertaan warga negara dalam Bela Negara telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 yang isinya menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara. Upaya bela negara inipun diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Pada intinya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada negara kesatuan Negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Selain sebagai kewajiban dasar manusia, upaya Bela Negara ini juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara untuk mengabdi kepada negara dan bangsa. Membela negara juga sebagai wujud terima kasih warga negara kepada negaranya yang telah memberikan tempat hidup dan rasa aman. (di negara lain terjadi pengungsian seperti suriah karena negaranya tidak aman).

Sebelum mengakhiri pembekalan ini, Menhan Ryamizard menyampaikan tujuh pesan dalam rangka penguatan karakter dan jati diri para mahasiswa dalam mengemban amanah menimba ilmu di kampus ini.

Pertama, kelak, apabila kalian diberikan kesempatan oleh Tuhan untuk memimpin, jadilah Pemimpin yang senantiasa menjadi solusi dari setiap permasalahan dan bukan sebaliknya. Pemimpin harus senantiasa mengedepankan Hati Nurani sebagai landasan tingkah laku dan perbuatannya. Karena Pemimpin yang memiliki hati Nurani yang bersih tidak akan mudah menyerah dan bahkan dia adalah pribadi yang berjiwa Besar, Arif dan Bijaksana serta senantiasa pandai merasa, bukan merasa Pandai, serta bermanfaat bagi dirinya, keluarga, terutama untuk lingkungan dan bangsanya.

Kedua, dalam berdemokrasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, musyawarah untuk mufakat yang merupakan cerminan dari nilai-nilai Pancasila, harus dikedepankan. Keterlibatan masyarakat dalam mekanisme musyawarah untuk mencapai mufakat sesungguhnya dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi terbentuknya kesadaran bela negara. Ketiga, masa depan Indonesia ada dipundak kalian semua untuk itu senantiasa tingkatkan kompetensi dan kapasitas diri sebagai modal insani yang unggul dan kompetitif serta berwawasan kebangsaan dan memiliki kesadaran bela negara guna mewujudkan ciat cita bangsa.

Keempat, ilmu pengetahuan memang faktor penting menjadikan generasi bangsa yang cerdas. Namun, kecerdasan tersebut tidak akan berarti apa-apa, jika tidak diperkaya dengan karakter dan wawasan kebangsaan yang kuat. Keenam, radikalisme bertentangan dengan agama, karena semua agama mengajarkan kasih sayang. Aksi Radikal mengatas namakan agama adalah musuh manusia karena tidak sesuai dengan ajaran agama apapun. Ketujuh, jadikan nilai-nilai bela negara sebagai landasan sikap dan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pelopori dan perkokoh persatuan dan kesatuan diantara seluruh elemen bangsa, karena hanya melalui persatuan dan kesatuan kita dapat menyelesaikan setiap permasalahan. (MRZ)