Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, memberikan pembekalan berupa kuliah umum pada Perwira Siswa (Pasis) Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (Seskoau) A-55 TP 2018 di Seskoau, Lembang, Jawa-Barat, Kamis (1/11/18).
Dalam kuliah umumnya, Menhan menekankan dua variable dalam kuliah umumnya tersebut, yakni soal pengembangan postur TNI masa depan yang bermakna konsep pengembangan kekuatan, kemampuan dan gelar satuan TNI dan variabel tentang dinamika perkembangan lingkungan strategis.
“Kedua variable ini saling terkait, karena terjadinya evolusi dinamika lingkungan strategis, yang sangat berpengaruh terhadap stabilitas dan keamanan kawasan, yang pada gilirannya berdampak terhadap penyesuaian konsep strategi pertahanan negara,” ucap Menhan yang mengangkat tema ”Pengembangan Postur TNI Masa Depan didalam menghadapi Dinamika Perkembangan Lingkungan Strategis” dalam kuliah umumnya itu.
Dalam merumuskan Strategi Pertahanan Negara, kata Menhan, Kementerian Pertahanan (Kemhan) selalu mengacu pada kondisi aktual potensi ancaman negara masa kini dan masa yang akan datang. Dari penentuan definisi persepsi ancaman tersebut, Menteri Pertahanan kemudian merumuskan dan menetapkan kebijakan Pertahanan Negara, yang pelaksanaannya akan melibatkan semua komponen bangsa dengan rumusan siapa berbuat apa.
Termasuk di dalamnya merumuskan kebijakan (Politik) penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) beserta alutsistanya sebagai komponen utama yang didukung oleh Sumber Daya Nasional lainnya, sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung, yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama.
Oleh karena itu, lanjut Menhan, guna mewujudkan TNI yang profesional, selain memerlukan dukungan Sumber Daya Manusia yang profesional, tangguh dan berwawasan Bela Negara, Indonesia perlu didukung dengan alat dan infrastruktur pertahanan yang handal, memadai dan mandiri, sebagai instrumen utama untuk menjaga stabilitas dan perdamaian kawasan serta mengamankan kepentingan nasionalnya dari evolusi potensi dan hakekat ancaman dan tantangan baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Menurutnya, pada hakekatnya, sasaran akhir pembanguan kekuatan pertahananan negara setiap bangsa didunia, diarahkan guna mewujudkan kawasan dan dunia yang aman, damai dan sejahtera.
“Inilah yang merupakan esensi dan titik nol arah kompas yang senantiasa perlu di kalibrasi dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi aktual lingkungan strategis kawasan,” jelas Menhan Ryamizard.
Konsep ini telah disepakati dan dimplementasikan oleh kawasan Asean, dimana Indonesia telah melewati 51 tahun kebersamaan dalam ASEAN yang selalu rukun, aman dan damai. Asean selalu dapat menyelesaikan setiap persoalan dan perbedaan pandangan dengan semangat kebersamaan dan persatuan.
“Hal ini menjadi modal utama kekuatan kawasan dalam menavigasi berbagai potensi ancaman dan tantangan yang selalu silih berganti menghantui kawasan kita,” ucapnya.
Disamping itu, sejak terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), 73 tahun yang lalu, seluruh bangsa-bangsa didunia telah sepakat, untuk menyelesaikan setiap perbedaan dan persoalan antar bangsa dengan semangat perdamaian dan tidak saling intervensi urusan dalam negeri masing-masing. Nilai-nilai universal tersebut telah disepakati bersama yang tertuang didalam Piagam PBB yang telah diratifikasi oleh semua negara didunia.
Menhan menyitir sebuah pepatah yang mengatakan bahwa “Arsitektur dimulai ketika ada dua batu bata yang mulai disatukan dengan mempertimbangkan tujuan dan keunikan tertentu”. Oleh karena itu, lanjutnya, dalam merumuskan kalibrasi ulang Postur Pertahanan TNI kita perlu selalu mengacu pada kondisi aktual potensi ancaman kawasan masa kini dan masa yang akan datang.
“Hakekat tantangan dan ancaman kawasan pada masa kini, tentunya berbeda dengan potensi ancaman yang kita hadapi pada 51 tahun lalu, dan ancaman tersebut selalu berevolusi secara terus-menerus, sejalan dengan perkembangan geopolitik lingkungan strategis yang dinamis dan selalu berubah, sejalan dengan tren kompetisi global antar kepentingan aktor negara dan aktor bukan Negara,” beber Menhan Ryamizard Ryacudu.
Karena itu, adaptasi konsep pembagunan postur pertahanan negara, perlu terus dilakukan penyesuaian yang diselaraskan dengan situasi dan kondisi ancaman aktual masa kini. Salah satu titik berat kepentingan Indonesia di dalam membangun postur pertahanan negara adalah bagaimana mewujudkan stabilitas keamanan dan perdamaian di kawasan, yang kondusif sebagai bagian integral dari kepentingan nasional Indonesia, dengan senantiasa mengantispasi berbagai potensi ancaman bersama dikawasan, yang mungkin timbul serta upaya untuk mengatasinya.
Dengan kondisi keamanan yang meningkat, tambah Menhan, maka akan dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional, guna mewujudkan masyarakat Indonesia makmur dan sejahtera. Mengacu dari konsideran tersebut, maka direktif design strategi pertahanan negara Indonesia telah diarahkan, guna mewujudkan stabilitas keamanan nasional yang kondusif bagi stabilitas regional dan global, melalui pendekatan strategi pertahanan smart power yang merupakan kombinasi yang sinergis antara pembangunan kekuatan hard power (Rakyat Plus TNI/Alutsista Tri-matra) dan kekuatan soft power (mindset dan diplomasi pertahanan kawasan) yang berlandaskan kekuatan nilai-nilai idealisme hati nurani dan jati diri bangsa.
Menurut Menhan, kecenderungan perkembangan lingkungan strategis saat ini, relatif semakin sulit diprediksi, sehingga menempatkan perkembangan masa depan dunia menjadi penuh dengan ketidakpastian. Apalagi jarak antar negara sekarang bukan merupakan penghalang lagi, sementara sifat ketergantungan antar negara dan bangsa semakin besar, hal inilah yang menjadi dasar alamiah terbentuknya keinginan masyarakat dikawasan untuk membangun persatuan dan kerjasama.
“Sehingga, kedepan ancaman tidak akan lagi bersifat ancaman konvensional atau perang terbuka antar negara, tetapi lebih bersifat ancaman realistik didepan mata, yakni benturan kepentingan antar kelompok non-negara, dengan mengatasnamakan ideologi tertentu dari kelompok masyarakat atau golongan yang merasa termajinalisasi oleh keadaan,” ungkapnya.
Kondisi ini juga menjadi faktor pemicu munculnya fenomena ancaman baru yakni ancaman Nyata. Ancaman ini bersifat lebih dinamis dan multi dimensional, baik berbentuk fisik maupun non fisik yang dapat muncul dari dalam atau dari luar suatu negara seperti terorisme dan radikalisme, separatisme dan pemberontakan bersenjata, bencana alam dan lingkungan, pelanggaran wilayah perbatasan, perompakan dan pencurian Sumber Daya Alam (SDA) dan mineral, serta penyelundupan bersenjata, wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan Narkoba dan perang siber dan intelijen.
“Sifat alamiah dari ancaman-ancaman tersebut tidak mengenal batas negara; tidak mengenal agama, tidak mengenal waktu, serta tidak memilih korbannya,” ujar Menhan.
Menhan menyampaikan, bahwa apa yang disaksikan bersama pada saat ini, bahwa ancaman-ancaman tersebut sebagian besar telah nyata, terjadi dan dialami oleh negara-negara di berbagai belahan dunia, termasuk negara-negara di kawasan Indo-Pasifik ini. Hal inilah yang mendasari konsep kalibrasi ulang konsep pembagunan Postur Pertahanan Negara yang lebih diarahkan untuk mengantisipasi ancaman nyata.
“Sebagai lembaga think tank TNI AU, saya minta Pasis Sesko AU melalui Komandan Sesko AU untuk membuat kajian tentang kalibrasi ulang kebutuhan Alutsista TNI AU yang lebih diarahkan untuk mengantisipasi potensi ancaman nyata terorisme dan bencana alam. Mengingat kedua ancaman tersebut juga dapat menimbulkan akibat yang apokaliptik (menyingkapkan sesuatu yang tersembunyi),” kata Menhan Ryamizard.
Pembangunan sistem pertahanan tersebut, diarahkan sesuai skala prioritas potensi ancaman yang dihadapi, khususnya guna mengantisipasi dan menghadapi ancaman Nyata, yang meliputi pengembangan sistem dan strategi pertahanan, kapabilitas dan struktur pertahanan, profesionalisme TNI, serta pengembangan teknologi pertahanan dalam mendukung ketersediaan Alutsista, komponen cadangan, dan komponen pendukung.
Dihadapan Pasis Seskoau, Menhan menyampaikan perkembangan terakhir capaian pembangunan Minimum Essential Force (MEF) TNI hingga akhir September 2018, yang telah mencapai 62,42 persen dari target akhir MEF di tahun 2024.
“Berdasarkan perkembangan tersebut, dapat kita pahami bahwa pembangunan postur TNI ke depan, masih harus terus dijalankan dan harus senantiasa dievaluasi perkembangannya untuk dapat menyesuaikan dengan dinamika ancaman yang dihadapi,” katanya.(MRZ)