Beranda Berita Asrorun Niam: Peran Pemuda Dalam Politik Melamban, Tapi Menguat Pada Partisipasi IT

Asrorun Niam: Peran Pemuda Dalam Politik Melamban, Tapi Menguat Pada Partisipasi IT

0

Kemana suara kaum muda saat ini? Taringnya tidak seperti dulu, suaranya sunyi senyap dan nyanyiannya sepi. Suara anak muda tenggelam dari teriakan emak-emak. Teriakan anak muda dan mahasiswa di jalan-jalan hanya sayup-sayup, suaranya hilang ditelan bunyi klakson mobil dan bus antar kota. Kemana para pemuda dan mahasiswa? Masihkah mereka dapat diandalkan sebagai kaum idealis dan intelektual dalam membantu perjuangan masyarakat umum.

Itulah penggalan kata pembuka yang disampaikan Margi Syarief (Host MNC Trijaya FM), dalam pembukaan diskusi “Polemik” (talkshow akhir pekan terhangat) bertajuk “Pemuda Mana Suaramu?” di d’consulate resto & lounge, Jakarta Pusat, Sabtu (11/05/2019).

Tampil sebagai pembicara dalam acara diskusi tersebut yakni Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora Asrorun Niam Soleh, Ketua Umum PBHMI Saddam Jihad, Ketua Umum GMNI Robayatullah Kusuma Jaya, Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq dan CEO Alvara Research Institute Hasanudin Ali, dengan Produser MNC Trijaya FM, Jaka Lelana.

Dalam diskusi itu, Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora Asrorun Niam Soleh, mengatakan, saat ini ditengah kecenderungan masyarakat yang berubah, dari masyarakat plural ke masyarakat industri dan digital, tentu kita bisa melihat sejauh mana pergerakan mereka dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

“Pada satu sisi, ada ruang keberperanan yang cenderung melamban dikalangan kaum muda pada wilayah politik dan juga partisipasi yang bersifat ke publik, tapi disisi yang lain ada partisipasi yang begitu luar biasa didalam industri kreatif, dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, ” ujar Niam.

“Kita bisa lihat market place kita didominasi anak-anak muda kreatif, kemudian pelaku ekonomi juga ada percepatan lompatan yang luar biasa yang digerakkan oleh anak-anak muda,” tambah Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora Asrorun Niam Soleh.

Dengan demikian, kata Niam, kita bisa melihat ada pergeseran ruang partisipasi kaum muda. Walau demikian, tentu kehidupan politik kebangsaan menjadi sangat penting didalam memberikan ruang secara lebih didalam partisipasi kaum muda.

Kalau melihat fakta sejarah, dimana kaum muda selalu menjadi titik balik perubahan menjadi jauh lebih baik dan mereka menjadi aktor-aktor diusia sangat muda. Bukan hanya semangat muda, tapi usia bilogisnya memang sangat muda.

“Kita bisa lihat, Jenderal Soedirman menjadi pemimpin perang gerelya itu di usia 23 atau 25 (tahun). Kemudian Bung Karno, sebelum menjadi proklamator,mendirikan PNI di usia 26 tahun. Kemudian kita juga punya pahlawan nasional KH Wahid Hasyim yang menjadi Ketua Umum Majelis Syuro yang sebelumnya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) itu usianya 25 tahun. Artinya partisipasi itu dimulai secara lebih dini pada hal yang bersifat biologis juga, bukan saja semnagat muda, tapi partisipasi dengan usia yang sangat dini,” terang Niam.

Sekarang kita bisa lihat ada momentum bonus demografi dimana usia muda secara bilolgis mendominasi dan inilah usia-usia produktif yang bisa menggerakkan perubahan masyarakat, tapi disisi yang lain ada pelambanan oportunity dalam memasuki ruang-ruang publik itu.

Ia mengatakan, data pada 2014 menyebutkan, anggota DPR yang usia muda rata-rata diatas 25 tahun. Hal ini menjadi hal penting untuk melakukan refleksi betapa pentingnya percepatan kaderisasi dikepemimpinan nasional tidak hanya pada level ekonomi dan pada hal yang bersifat kreatif dimana anak muda menjadi avant gardenya, tapi bagaimana memberikan ruang, kesempatan untuk partisipasu kaum muda lebih dominan.

“Pada ruang publik, pada partisipasi politik perlu di dorong agar ada percepatan. Karena kita juga melihat ada kelambanan dalam proses regenerasi kepemimpinan nasional kita,” katanya.

Sementara itu Sekjen Partai Perindo Ahmad Rofiq, mengatakan, pergerakan mahasiswa hari ini menjadi barang langka, dimana mahasiswa bergerak dijalanan bersama dengan kalangan muda yang bicara terkait dengan ketidakadilan.

“Saya tidak tahu apakah ini ada perubahan kultur budaya di kampus yang membuat suasana tidak lagi menjadi kritis atau memang generasi milenial yang memang tidak lagi memiliki kepekaan sosial politik terhadap situasi saat ini,” jelas Rofiq.

Jadi, katanya, mereka lebih peduli terhadap dirinya sendiri, sudah disbukkan dengan gadget dan kehidupan yang hedonis, kehidupan yang jauh dari penderitaan. Sehingga, sensitifitasnya itu menjadi sangat berubah.

“Saya lebih suka anak muda itu yang merokok dan ngopi, tapi dia mendiskusikan terkait dengan kebangsaan, daripada anak muda yang menjadi kutu buku dan hanya memikirkan dunianya sendiri,” ujarnya.

“Bila tidak ada pergerakan dari pemuda dan mahasiswa terhadap kebangsaan, maka saya berkeyakinan bahwa Indonesia kedepan tidak akan mengalami satu lompatan besar dalam sisi kebajikan,” ungkap Rofiq.

Ia menjelaskan, faktor utama penyebabnya adalah perubahan jaman dimana dunia sedang mengalami tren, kita tidak bisa lagi membedakan mana Indonesia dan mana itu Amerika, karena ada sosial media.

Saat ini, kata Rofiq lagi, keberhasilan anak muda diukur pada materi (uang) bukan pada sebuah prestasi dan gagasan, tapi lebih kepada seberapa besar dia lebih mengkapitalisasi dirinya untuk kepentingan ekonomi.

Menurut Ketua Umum PBHMI Saddam Jihad, banyak sekali hari ini para pemuda turun ke masyarakat untuk membuat partisipasi.Dengan pemerintahan good government, anak-anak
muda harus diberdayakan di sistem. Karena, ada persoalan kaderisasi kebangsaan di level kampus yang sudah mulai luntur.

“Kita harus memiliki paradigma yang sama, terkait dengan apa yang dimaknai dengan suara anak-anak muda. Apakah suara anak muda hanya sekedar berbicara dijalan, apakah demokrasi itu menjadi sebuah entitas demokrasi atau ada audensi dan advokasi lainnya,(MRZ)