Beranda Berita Ketum PB HMI: Kementerian Perguruan Tinggi Kepemudaan dan Kemahasiswaan Penting Untuk Suara...

Ketum PB HMI: Kementerian Perguruan Tinggi Kepemudaan dan Kemahasiswaan Penting Untuk Suara Pemuda

0

Terkait dengan susunan kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin, Ketum PB HMI (Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam), R Saddam Aljihad, mengatakan, hal yang paling penting adalah bagaimana anak-anak muda kelak muncul dengan rasa persatuan yang kuat, untuk saling memperkuat basis-basis antar generasi, pasca dari revolusi industri 4.0 dan ada Society 5.0 di Jepang.

Hal itu tentu ada hubungan antar generasi. Di Malaysia, ada Menteri Pemuda yang usianya 26 tahun. Ketika kita berbicara soal menteri-menteri muda, ada juga menteri di Finlandia yang menduduki posisi di Kementerian Kesehatan. Artinya bukan berbicara soal nomenklatur bahwa pemuda dikhususkan hanya soal kepemudaan saja, tapi juga bisa beragam macam contoh misalnya para aktivis di cipayung di ormas-ormas kepemudaan,  ini menurutnya menjadi menjadi hal yang penting, ketika kemudian kita bisa melirik anak-anak generasi muda terutama aktivis-aktivis untuk menduduki posisi Menteri.

“Ini untuk apa? Untuk sama-sama menjaga menjaga ke-Indonesiaan ideologi Pancasila dan sebagainya kalau misalkan senior-senior yang ada di Cipayung. Saya mau mengambil beberapa nama contoh misalkan misalkan ada dokter gigi, bukan melulu itu harus difokuskan di Kementerian Kepemudaan, tapi bisa jadi misalkan ada yang di Kementerian Perindustrian, belajar dia, bisakan,” terang Sadam dalam sebuah diskusi mingguan Polemik MNC Trijaya FM bertemakan “Ribut-Ribut Kursi Menteri” di d’consulate resto & lounge, Jakarta, Sabtu (6/7/2019).

Ia mengatakan, sesuai kebutuhan pengembangan sumber daya manusia perlu dikuatkan di periode 2019-2024, maka pasti akan banyak nomenklatur yang berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia secara anak muda masuk kabinet.

“Tapi jangan kemudian kita saling ribut persoalan hal yang sepele, persoalan apa fungsi menteri, tapi yang paling penting adalah bagaimana adanya keterwakilan dari setiap elemen itu adalah hal yang paling penting, makanya kemudian ada bahasa collaborative governance. Bagaimana tata kelola pemerintahan itu harus berkolaborasi, bukan karena siapa, tapi dia harus bisa mewujudkan Indonesia sebagai Indonesia adanya kebhinekaan dan lain sebagainya. Dalam posisi itulah yang disebut menteri-menteri. Jadi bukan karena kepentingan partai, bukan karena kepentingan generasi dan semata-mata hanya sebagai kepentingan bangsa dan negara,” beber Saddam.

Menurut Saddam, ini adalah keharusan dan sebuah keniscayaan. Hari ini sudah mulai muncul kepemimpinan atau non partai yang lahir misalnya Gubernur DKI Anies Baswedan dan Gubernur Jawa-Barat Ridwan Kamil yang bukan berasal partai politik, namun ada dorongan dorongan partai. Artinya kesempatan kepemimpinan atau non partai akan lahir di pemerintahan 2019-2024 dan satu lagi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menginisiasi sebuah gagasan yang di sebut adalah pemerintahan Pemuda.

“Kalau misalkan boleh saya mengusulkan ada nomenklatur yang bisa disampaikan antara Pemuda bisa dipisah-pisahkan concern anak-anak muda di perguruan tinggi mahasiswa kita gabungkan perguruan tinggi kemahasiswaan dan kepemudaan sebagai nomenklatur, itu saya kira menjadi sebuah usulan jumlah Kementerian memang 34 sesuai bunyi undang-undang,” katanya.

Perubahan variasi-variasi tentu disesuaikan dengan visi Presiden, gagasan kedepannya itu adalah pengembangan sumber daya manusia, dan ini bukan persoalan kontribusi, tapi persoalan keikhlasan untuk tongkat estafet kepemimpinan kenegaraan kedepannya. Jadi, kata Saddam, kalau misalkan anak muda ini tidak dilatih kemudian tidak diberikan kesempatan untuk kedepannya masa depan Indonesia ini ada di mana.

Keberadaan nama Kementerian Pemuda dan Olahraga sudah tidak relevan lagi, dengan kondisi saat ini. Maka HMI mengusulkan ada Kementerian Perguruan Tinggi Kepemudaan dan Kemahasiswaan.

“Kenapa? Untuk apa? untuk sama-sama mengikat sebuah permasalahan-permasalahan yang banyak goncangan ideologi Pancasila bagi kemajuan dan kepemudaan, juga banyak sekali ide-ide bisa dimunculkan tadi juga bisa disebut Kementerian ekonomi di anak muda tapi ini warna kalau misalkan kemudian revolusi industri ini keikhlasan, keikhlasan ini harus kita seimbangkan makanya tadi Zaken Kabinet (kabinet yang jajarannya diisi oleh para tokoh ahli di dalam bidangnya dan bukan merupakan representatif dari partai politik tertentu), Natsir yang menyebutnya,” ungkap Saddam.

Menurutnya, ketika ini ada keseimbangan antara generasi-generasi milenial, harus muncul sebagai elemen bagian untuk berkolaborasi, aktivis-aktivis yang masih aktif dapat berkontribusi terhadap bangsa.

“Tapi kita paham, kita tidak pantas untuk mendahului (Presiden), tapi kalau misalkan soal kecepatan, kita akan cepat, artinya kerja eksekutor yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo akan bisa dilakukan dengan cepat oleh anak muda, tapi kita memahami bahwa budaya bangsa kita ini harus saling menghormati antara yang mudah dan yang kuat dan sebagainya,” ujar Saddam.

“Jadi ini adalah sebuah bahasa pemersatu bangsa, siapapun yang ketika di panggil kemudian bangsa Indonesia memanggil anak-anak Himpunan Mahasiswa Islam, karena ini untuk bangsa dan negara, kalau misalkan kita tidak siap, berarti kita tidak siap dilahirkan di Indonesia, teman-teman aktivis baik HMI dan Cipayung semuanya kita siap, kita siap dan persoalan siap atau tidak siap itu harus apa namanya ini, bukan soal jabatan, tapi soal rasa kecintaan terhadap bangsa dan negara,” jelasnya.

Sementara itu, Politisi Golkar Meutya Hafid, menyampaikan bahwa Partai Golkar dengan kriteria kabinet yang diperlukan oleh Jokowi, bila bicara tentang kepemipinan anak muda, karena Presiden Jokowi sendiri yang sudah dinyatakan yang mempersiapkan beberapa calon dari Partai Golkar.

“Ini hak prerogatif Presiden, tapi saya yakin yang terhadap Partai Golkar. Karena di Golkar ada Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) dan Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG). Komitmen beliau mendasarkan itu, jadi saya rasa juga sudah jadi, namun (nama-nama Menteri) belum diserahkan ke Presiden. Tapi pembicaraan sebagai Menteri juga sering disampaikan saat Ketua Umum Golkar bertemu dengan Presiden dalam pembicaraan-pembicaraan informal,” kata mantan Presenter TV ini.

Sementara menurut Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati, menteri adalah  jabatan publik, jadi semakin banyak diwacanakan ke publik, ini akan semakin mendapatkan banyak masukan dan mendapatkan banyak referensi kepada Presiden.
Dikatakan, masalah nomenkelatur itu hal yang harus bener-bener dipikirkan, karena salah satu ketidakefektifan kerja pemerintah sekarang itu termasuk bagaimana menempatkan Kementrian itu benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Misalnya Menteri Pemuda dan Olahraga yang tidak sesuai, sebab olahraga dan pemuda itu tidak ada hubungannya. Secara esensi olahraga itu sekarang esensinya justru dengan Kementerian Pariwisata dan itu terjadi hampir di semua negara.

“Kalau misalnya Menteri Olahraga digabung dengan Pariwisata jauh lebih bagus dan Menteri Pemuda digabung misalnya dengan Kementerian Dalam Negeri itu akan membuat kader-kader pemimpin kedepan akan jauh lebih power full mungkin,  karena ini urusannya kan dekat sekali dengan domainnya dalam negeri, “ tandasnya.

“Menteri sekarang, mentang-mentang ekspornya turun, ujug-ujug muncul menteri ekspor, tidak begitu cara memunculkan ide untuk efektivitas kerja, termasuk rencana memunculkan Kementerian Kebahagiaan, nggak masalah, tapi justru dengan muncul wacana di publik itu akan nanti bener-bener akan tersaring mana ide yang paling ideal mana Kementerian yang benar-benar nanti bekerja secara efektif membangun perekonomian kita kedepan dan membawa perbaikan anak muda,” ucap Enny. (MRZ)