Beranda Berita Aktivis Himaputra Bicara PSBB Jilid II

Aktivis Himaputra Bicara PSBB Jilid II

0

Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang memperpanjang peraturan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), terhitung 2 Mei 2020 Pukul 00.00 Wib. PSBB ini adalah jilid Ke II setelah PSBB sebelumnya berakhir pada 1 Mei 2020. Pemkab Tangerang dinilai kurang efektif. Berdasarkan data Polresta Tangerang, terdapat 4224 orang pelanggar tidak menggunakan masker di wilayah hukum Polresta Tangerang. Hal itu tercatat dalam 10 hari pertama saat pemberlakuan PSBB.

“Hal ini menjadi sorotan penting bagi pengambilan kebijakan selanjutnya, dasar lain alasan Pemkab Tangerang dalam PSBB jilid 1 lebih kepada edukasi, sosialiasi dan penyebaran informasi kepada masyarakat.
Padahal jika merujuk masa sosialisasi PSBB di DKI Jakarta yang notabenenya inisiator awal PSBB hanya 3 hari sosialisasi, edukasi dan penyebaran informasi kepada masyarakat,” kata Herdiansyah, Aktivis Himaputra, Minggu (3/5/2020).

Herdiansyah mengatakan, DKI Jakarta mulai menerapkan sanksi yang merujuk kepada Pasal 93 Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pelanggar PSBB dapat dipidana 1 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp100 juta. Dan ini pun tertuang dalam Perbup nomor 20 Tahun 2020 tentang PSBB diwilayah Kabupaten Tangerang pada Bab XI Sanksi pada Pasal 45 Pelanggaran terhadap ketentuan Bupati, dikenakan Sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.

“Seharusnya Bupati Tangerang tegas terkait sanksi jika ingin menurunkan angka penyebaran covid-19 di kabupaten Tangerang. seperti yang akan dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, yang hasilnya mulai signifikan stagnan, Terkonfirmasi: 4397, Meninggal: 392, Sembuh: 513. Per 3 Mei 2020,” ujarnya.

Herdi menambahkan, berkaca pada PSBB jilid 1 yang memakan anggaran lumayan besar selama 2 minggu pelaksanaannya, dan dikritik tidak efektif oleh DPRD Kabupaten Tangerang serta dinilai sangat membebani daerah, sebab untuk tahap awal saja Pemerintah Kabupaten Tangerang sudah menyedot anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah sebesar Rp253,8 miliar.

Kemudian anggaran yang diambil dari dana refocusing itu, dialokasikan untuk Jaminan Pengaman Sosial sebesar Rp150 miliar yang akan diberikan kepada masyarakat sebanyak 833,33 Kepala Keluarga (KK), dimana satu KK akan mendapatkan sebesar Rp600 ribu selama tiga bulan. Dan sisa anggaran itu digunakan untuk rumah Covid19, gugus tugas, kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Ditambah nanti akan ada bantuan langsung tunai bagi warga miskin rata- rata 30 %, jika desa menerima dana desa diatas 1,2 miliar maka 35 % dibagikan langsung kepada warga terdampak Covid – 19 dengan kiteria yang sudah diatur oleh peraturan menteri desa tertinggal.

“Mengutip bahasa Anggota DPRD Kabupaten Tangerang Sapri “Pemkab Tangerang akan bonyok” soal anggaran jika PSBB jilid II tidak rinci dalam pengalokasian kebutuhan selama pelaksanaan berlangsung, dan untungnya Pemkab Tangerang dapat bantuan dari Pemerintah Provinsi Banten sebanyak Rp60 miliar,” ucapnya.

Lebih lanjut Herdi menjelaskan, Pemkab Tangerang terkesan memang serius menangani Covid-19, namun fakta dilapangan tidak seserius kesan yang dicitrakan. Pasalnya ada beberapa poin yang menurut analisa Saya Pemkab justru hanya mengugurkan kewajiban PSBB jilid 1.

Analisa pertama terkait Check Point, tersebar di 16 wilayah Kabupaten Tangerang tujuan utamanya adalah meredam aktivitas yang masyarakat agar tidak berpergian bila tidak penting/urgen. Namun kenyataannya masih banyak masyarakat yang asyik nongkrong dan berpergian tanpa mengikuti prosedur PSBB jilid 1 ditambah tidak memakai masker.

“Data pribadi Saya menunjukan pada tanggal 2 Mei 2020 Jam 20.43 – 20.45 WIB (Sudah Masuk PSBB Jilid 2) Sebanyak 51 orang tidak menggunakan masker saat berkendara, dijalan Bojong Renged – Kosambi di depan Desa Jatimulya, Kecamatan Kosambi. Ditambah aktivitas mobil tambang bermuatan tanah merah yang masih terus melanggar Surat Edaran Bupati tentang angkutan tambang selama PSBB jilid 1,” ucapnya.

Herdi menyebut Gugus Tugas Covid-19 Tingkat kelurahan dan desa yang sangat tidak efektif sama sekali, lemahnya pengawasan membuat masyarakat enggan patuh terhadap aturan akibatnya meremehkan aturan yang sudah dibuat. Gugus tugas covid-19 tingkat desa/kelurahan kewalahan menghadapi warga, dari data orang tidak menggunakan masker diatas mencerminkan Gugus Tugas Covid-19 tingkat Kelurahan atau Desa ini tidak menjalankan fungsinya, sebagai penyuluh yang mensosialisasikan aturan dalam PSBB. Rendahnya pemahaman betapa pentingnya menggunakan masker ini tidak diindahkan warga, serta anjuran menjaga jarak pun diabaikan, dan juga sudah tidak lagi kelihatan sabun dan galon untuk mencuci tangan.

“Tandanya ini adalah sebuah kegagalan Gugus Tugas Covid-19 tingkat Desa/Kelurahan mensosialisasikan protokoler PSBB jilid 1,” tandasnya.(Sam)