Beranda Berita Mendagri Dorong 70 Persen Dana Desa Untuk Desa Mandiri Cegah Karhutla

Mendagri Dorong 70 Persen Dana Desa Untuk Desa Mandiri Cegah Karhutla

0

Dalam Rakorsus Tingkat Menteri yang membahas “Antisipasi Kebakaran Hutan Periode Puncak Kemarau Tahun 2020” yang digelar di Auditorium Dr. Sudjarwo Gedung Manggala Wanabhakti, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, menyampaikan beberapa saran untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Salah satunya adalah pembentukan desa mandiri bebas Karhutla dengan memanfaatkan dana desa.

Menurut Mendagri, terkait dengan upaya pencegahan kebakaran lahan dan hutan, selain upaya keras untuk mencegah pembakaran lahan 2 hektar oleh masyarakat lewat peraturan yang melarang pembakaran saat musim kemarau yang ditetapkan Menteri KLH atas masukan BMKG, perlu juga usaha soft untuk mengkanalisasi agar masyarakat bisa membuka lahan dengan biaya murah.

“Artinya dibantu oleh pemerintah.Kalau tidak dibantu oleh pemerintah, kita paham di desa yang sulit itu, mereka untuk membuka lahan 2 hektar yang paling gampang dengan dibakar. Oleh karena itu, Pemerintah perlu membantu. Ada beberapa paling tidak empat langkah yang bisa dilaksanakan oleh pemerintah daerah maupun pusat,” paparnya.

Pertama, kata Tito, dari dana desa, dimana selama ini sudah 3 tahun meningkat dan terakhir tahun 2020 berjumlah Rp 72 triliun. Tapi, katanya lagi, karena ada Covid-19, sebamyak 30 persen dari dana desa tersebut dijadikan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

“Sehingga masih ada tersisa 70 persen.Karena itu,dari dana desa yang 70 persen itu, sebagian bisa dimanfaatkan untuk mencegah Karhutla,” kata Mendagri.

Misalnya, katanya, di desa-desa di daerah-daerah Sumatera bagian timur. Kemudian desa-desa di Kalimantan yang diidentifikasi rawan terbakar.

“Kita dorong desa-desa itu untuk memanfaatkan dana desanya dalam bentuk membuat desa mandiri bebas Karhutla. Kalau Covid ada kampung tangguh, desa tangguh, ini desa mandiri bebas Karhutla dengan biaya 70 persen yang mereka miliki, masih ada ruang fiskal,” jelas Mendagri.

Bantuan lainnya, lanjut Mendagri, dapat diambil dari dana Belanja Tak Terduga (BTT) Provinsi, Kabupaten atau Kota.

“Dana BTT sendiri di tahun 2019, jumlahnya rendah sekali. Tidak ada yang lebih dari 1 persen. Pos inilah yang dijadikan oleh Pemda untuk rencana termasuk Karhutla. Akhirnya mengandalkan pusat. Kita lihat seperti Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, setelah tahun 2020 memang naik tinggi karena ada Covid-19,” terang Mendagri Tito.

Menurutnya, pos dana BTT ini bisa dialokasikan untuk pencegahan Karhutla selain Covid. Selain itu, dapat juga digunakan untuk bencana lain maupun hal-hal yang mendesak.

“Kita melihat bahwa Sumut itu tertinggi 1,5 triliun atau 11 persen lebih anggarannya. Saya kira ini datanya, tapi ini bisa dimanfaatkan juga kalau Covid-nya melandai, bisa dimanfaatkan untuk Karhutla, ” ujar Mendagri.

Kemudian dari pemerintah pusat, Mendagri menyebutkan, perlu juga di dorong atau dihimbau, kementerian atau lembaga yang kompeten terkait penanganan Karhutla seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan lainnya, bisa mengalokasikan anggarannya untuk membantu masayarakat membuka lahan yang 2 hektar itu tanpa membakar.

“Yang terakhir adalah melalui swasta, baik secara mandiri, karena banyak perusahaan-perusahaan besar yang ingin berkontribusi, karena bagi mereka juga ada yang terganggu dengan adanya kebakaran. Apalagi daerah tempat dia ada yang terkena sedikit dan kemudian dituduh dia sebagai pembakar, ada beberapa kasus yang akhirnya bebas murni, ” ucapnya.

Mendagri juga melihat ada potensi pos lain dari pemerintah yang bisa dimanfaatkan untuk memberikan pendanaan untuk pencegahan Karhutla. Pertama, lanjut dia, dari badan pengelola dana perkebunan kelapa sawit.Badan ini adalah badan layanan umum di bawah Kemenkeu. Tujuannya adalah untuk melakukan peremajaan kebun sawit, pencegahan deforestasi atau memperbaiki deforestasi karena pembukaan kelapa sawit.

“Sekaligus juga untuk mendorong perbaikan iklim. Termasuk perluasan lahannya,” ujar Tito.

“Namun sebenarnya dana ini bisa digunakan juga karena menyangkut hidup matinya sawit juga ketika terjadi kebakaran. Dana ini cukup besar di tahun 2018 saja kami melihat anggarannya terkumpul 14,48 triliun dan di tahun 2019 dicairkan sebanyak Rp 2,35 triliun. Artinya ada cadangan yang cukup besar dari dana kelapa sawit yang dikelola oleh badan itu yang merupakan badan layanan umum di bawah Kemenkeu.

Kemudian yang kedua, kata Mendagri, adalah dari badan pengelola dana lingkungan hidup atau BPDLH, itu juga badan layanan umum di bawah Kemenkeu.

“Kalau saya tidak salah Ibu Menteri KLH adalah wakil dewan pengarah, itu anggarannya juga 4 triliun lebih,” tutur Mendagri.

Dana di badan itu, kata Mendagri lagi, mungkin juga bisa digunakan untuk membantu daerah-daerah yang memang target utamanya adalah membantu masyarakat. Khususnya dalam rangka mengalihkan dari cara mereka membakar 2 hektar itu menjadi cara yang tidak membakar dengan menggunakan pemanfaatan-pemanfaatan yang lebih baik.(MRZ)