Semenjak duduk di bangku SMA, ia telah menjalani karier sebagai wartawan di Suara Indonesia, sebuah media di Jawa Timur. Kegiatan sebagai jurnalis terus ia lakoni sepanjang ia menimba ilmu di jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Hingga tahun 1994, Aqua telah bekerja di sejumlah media, di antaranya Jawa Pos, Surabaya Minggu dan Bisnis Indonesia.
Pada tahun 1994, ia memutuskan untuk berhenti sebagai jurnalis, dan memilih untuk bekerja sebagai profesional dengan menjadi pegawai humas di PT Semen Cibinong yang digelutinya hingga tahun 2005. Tiga bulan jadi pengangguran, setelah keluar dari PT Semen Cibinong, jalan hidup Aqua kemudian berubah setelah seorang kenalannya menawarkan untuk menjadi pembicara dengan bayaran Rp 5 juta untuk dua jam.
Sebagai konsultan komunikasi, kariernya melejit. Sudah ratusan instansi baik pemerintah maupun swasta dan juga personal yang telah memakai jasanya. Diawal karirnya, Aqua bertarif Rp 2,5 juta per jam, kini merangkak naik menjadi Rp 60 juta dalam satu sesi.
Pada Maret 2022, misalnya, jadwal kegiatannya makin padat, terutama dalam empat bulan kedepan. Puluhan sesi pertemuan seminar dan pelatihan baik secara daring maupun luring telah ia jalani, salah satunya ada tiga sesi di Rumah Sakit Bhayangkara Medan, Sumatera Utara, selama sebelas jam ia mengisi kegiatan disana. Kemudian esoknya sudah berada di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang, mengisi kegiatan selama 10 jam.
Tiga hari kemudian ia mengisi beberapa sesi di jajaran Polda Sulawesi Selatan dan Kodam IV/Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan. Dari rencana rangkaian lebih dari 30 sesi di Sulawesi Selatan. Dari Pinrang, ia pulang larut malam dan paginya mengisi sesi di Felowship Jurnalis Pendidikan (FJP) Batch IV, Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP). Usai itu, ia berbicara melalui daring didepan 100 mahasiswa S-3 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
“Jadi memang saya senang dan perlu saya tekankan, undangan-undangan tersebut bukan karena saya hebat atau luar biasa, karena yang hebat itu hanya Allah. Tapi, undangan-undangan itu karena kekuatan silaturahim yang selama ini saya lakukan tanpa pamrih,” beber Dr. Aqua Dwipayana, sesi di Felowship Jurnalis Pendidikan (FJP) Batch IV, Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan (GWPP), 19 Maret 2022 di Jakarta.
Tiga buku sudah ia ciptakan, yakni Buku “The Power of Silaturahim, Rahasia Sukses Menjalin Silaturahim”. Buku best seller ini sudah dicetak sembilan kali sebanyak 170 ribu eksemplar dan sepenuhnya dibantu Nurcholis MA Basyari (Direktur GWPP). Hasil penjualan buku digunakan untuk memberangkatkan umroh 167 orang, dimana nama umrohnya adalah rombongan umroh bersilaturahim (The Power of Silaturahim).
Pemberangkatan umroh yang pertama berlangsung pada 2017, rombongan kedua pada 2018, dan rombongan ketiga pada 2019. Untuk yang keempat, sedianya akan diberangkatkan April 2020, namun Pandemi Covid-19 membuat semua itu tertunda dan akan dilaksanakan usai Idul Adha 2022.
Kemudian buku “Humanisme Silaturahim Menembus Batas; Kisah Inspiratif Persahabatan Aqua Dwipayana-Ventje Suardana (Satu Kesamaan Yang Mampu Mengatasi Sejuta Perbedaan)’ dan buku “Berkarya dan Peduli Sosial Gaya Generasi Milenial: Kisah Inspiratif Dua Bersaudara Alira-Savero Dwipayana Bergiat untuk Sesama”, kata pengantarnya ditulis Letjen TNI Doni Munardo yang merupakan kemenakan dari Aqua Dwipayana.
Kedua buku itu dipasarkan sejak Januari 2021. Telah terjual sebanyak 40 ribu eksemplar sehingga masuk kategori “super best seller”. Kedua buku itu sedang proses cetak ulang sebanyak 60 ribu eksemplar.
“Awalnya di launching Januari 2021 dan dalam tempo kurang lebih 10 bulan telah dicetak 40 ribu eksemplar, kemudian saya cetak ulang lagi 60 ribu eksemplar sehingga sudah dicetak dua kali sebanyak 100 ribu eksemplar,” ujar lulusan S-3 Doktor Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran ini.
Aqua yang sudah menjelajahi 34 negara dan telah memotivasi ratusan ribu orang di seluruh Indonesia dan puluhan negara, hanya ingin menegaskan kepada para jurnalis, bahwa selama ini wartawan memiliki potensi yang luar biasa untuk menulis buku. Karena wartawan memiliki banyak pengalaman dan memiliki banyak informasi.
“Namun saya melihat hanya sebagian kecil saja wartawan yang menulis buku. Jadi mudah-mudahan saya doakan, saya dorong, kalau ada yang perlu saya bantu, saya bantu. Saya pesan kepada wartawan yang mengikuti pelatihan FJP Batch IV ini adalah orang-orang pilihan dari 80 peserta, banyak yang ingin ikut, namun hanya terbatas 15 orang yang dipilih. Maka, saran saya, ini dioptimalkan, jangan disia-siakan, dan jangan disalahgunakan,” pesan konsultan komunikasi di berbagai perusahaan BUMN dan BUMD ini.
Jangan Saat Butuh Saja Baru Bersilaturahim
Eksistensi dalam bersilaturahim itu, menurut Aqua Dwipayana, bukanlah saat butuh kita baru berkomunikasi, tapi bagaimana kita melakukan komunikasi itu. Ia mencontohkan, mengenal seseorang sejak 1988. Sejak pertama kali bertemu, sampai saat ini masih berhubungan baik.
“Sementara kebanyakan orang dan wartawan itu baik dengan narasumber saat dia butuh saja. Padahal saya punya keyakinan, narasumber itu, ingin berteman, berkomunikasi secara akrab berkesinambungan dan tentu dengan saling menghormati dengan banyak orang,” beber Aqua.
Setiap hari bagi wartawan itu adalah kerja (everyday is workday) dan jadi wartawan itu sangat menyenangkan. Saat ia menjadi wartawan, ia banyak belajar dan paling senang meliput kegiatan-kegiatan seminar yang ada kaitannya dengan pendidikan, alasannya dalam meliput itu akan mendapat ilmu dari narasumber yang pintar, menambah teman dan menambah saudara.
“Banyak sekali pelajaran hidup yang saya dapatkan selama jadi wartawan. Intinya, menempa saya bahwa hidup ini keras. Tapi, harus tetap dijalani dengan ikhlas dan suka hati. Intinya adalah bagaimana menempa kehidupan saya dengan keras. Tapi yang paling penting adalah tetap menjalani dengan ikhlas dan sukacita. Saya punya keyakinan, menjadi wartawan itu tidak selalu lancar-lancar saja, terutama dalam menunggu narasumber dan kemudian juga tidak selalu nyaman,” ujar pria yang lahir di Pematang Siantar, Sumatra Utara, dari pasangan perantau Minang, Sumatera Barat ini.
Saat berkarir sebagai wartawan, Aqua pernah diancam akan dibunuh oleh konglomerat di Jawa Timur. Namun atas kekuasaan yang maha kuasa, sampai hari ini ia masih dalam kondisi sehat. Malah orang yang mau membunuhnya saat itu, kini menjadi teman, dan terakhir sudah dipanggil sang khalik.
“Semua harus dihadapi dengan hati yang bersih, komunikasi yang baik dan berpikir positif kepada siapapun. Dalam setiap hubungan silaturahim yang dilakukan, ada beberapa hal yang menjadi kunci, yakni, komitmen, peduli dan mendoakan sesama,” ucap Dosen Luar Biasa Bidang Ilmu Komunikasi di Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI dan Sespimti Polri ini.
Sebagai jurnalis, bukan hanya memikirkan apa yang didapat, tapi memikirkan apa yang bisa diberikan. Dengan begitu hubungan yang baik akan terjalin lebih akrab. Karena, menjalin silaturahim itu tak ada ruginya, namun memiliki banyak keuntungan.
Dengan menjaga silaturahim, maka teman kita akan menjadi banyak, sehingga hal itu kelak akan membantu kita saat kita membutuhkannya. Karena itu, tali silaturahim haruslah dipelihara dan dikembangkan. Ketika kita melakukan silaturahim, ia berpesan, jangan ada pamrih, jangan ada niat terselubung, terutama yang ada kaitannya untuk kepentingan kita.
“Tapi yakinlah dengan kita berpikir sebaliknya, yang namanya balasan dari Allah SWT akan luar biasa, apalagi saya memiliki keyakinan bahwa kita manusia dimuka bumi ini, sudah dicatat rejekinya jauh sebelum kita lahir, yaitu 50 ribu tahun sebelum alam semesta ini dibentuk di lauhulmahfuz (kitab tempat Allah menuliskan seluruh catatan kejadian dialam semesta),” tandas Aqua.
“Dengan silaturahim, insyallah jejaring kita akan semakin kuat. Jejaring itu adalah rejeki, dan rejeki disini bukan semata-mata karena uang. Sebagai wartawan kita akan banyak mendapatkan informasi berharga,” urainya.
Belajarlah menjadi wartawan yang komunikatif, mengenali dengan siapa berbicara, mengetahui bagaimana cara menyampaikan pesan yang mudah dipahami, tidak minder, selalu berusaha memperbanyak wawasan, memiliki kemampuan berbicara jelas dan to the point. ramah, murah senyum dan bijaksana.
Staf Ahli Ketua Umum KONI Pusat Bidang Komunikasi Publik, ini kembali berpesan agar kita tidak pernah meremehkan siapapun, karena semua orang itu adalah guru dan sedikit banyaknya memberikan manfaatnya kepada orang lain. Selain itu, kita juga tak boleh menyombongkan diri dengan profesi kita sebagai jurnalis.
“Bagaimana dengan profesi kita ini, kita bisa berbuat yang terbaik, membantu banyak orang, tanpa melanggar aturan dan norma-norma kode etik jurnalistik. Setiap kehidupan itu berharga dan setiap kehidupan mampu menjadi besar. Jadilah seseorang yang bermanfaat bagi orang lain, karena derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauhmana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain,” tutup Dr Aqua Dwipayana dihadapan peserta pelatihan jurnalis pendidikan. (MRZ)