
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) terus bertekad meningkatkan pengawalan kedaulatan di sektor kelautan dan perikanan. Salah satunya diwujudkan dengan memperketat pengawasan lalu lintas komoditas kelautan dan perikanan baik ekspor maupun impor.
Kepada Badan KIPM, DR Ir Rina Msi mengatakan, BKIPM terus berupaya meningkatkan pengawasan pelaksanaan pilar sasaran strategis secara menyeluruh, baik di bidang pengendalian hama dan penyakit ikan, karantina, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan serta pengendalian keamanan hayati ikan.
“Selain mendukung pelaksanaan Peraturan Menteri KP nomor 1 tahun 2015 tentang penangkapan lobster, kepiting dan ranjungan, BKIPM juga melaksanakan sistem control pada CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), pencegahan ekspor atau impor perikanan yang tidak memenuhi persyaratan dan meminimalkan penolakan ekspor hasil perikanan per negara mitra,” katanya kepada wartawan di Aula Balai Besar KIPM Jakarta I, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis (14/4/2016).
Pada pelaksanaan sistem control pada CITES, akhir bulan Maret lalu , BKIPM mengamankan 793 ekor Arwana Golden (Schleropagus formosus) yang termasuk dalam Apendiks 1 CITES (dilarang melalulintaskan) dengan ukuran 10 centimeter dan 378 ekor Arwana Silver Brazil (Osteoglossum bicirchosum) yang berukuran 5 – 10 cm.
“Pada tanggal 29 Maret 2016 lalu, Tim BBKIPM wilayah I memeriksa dokumen karantina dari komoditas perikanan asal Pekanbaru, Riau yang menyatakan bahwa isi barang kiriman tersebut berisi Ikan Botia. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas, ternyata berisi 1.171 ekor ikan Arwana,” tegasnya.
Priode Januari sampai dengan Maret 2016, BKIPM telah menggagalkan lalulintas 7 (tujuh) komoditas perikanan yang tidak sesuai dengan ketentuan.
“Dari data rekapitulasi selama tahun 2016 ini, kami sudah menggagalkan penyeludupan sebanyak tujuh kasus, mulai dari sirip hiu, mutiara, jelly fish, kepiting, lobster, benih lobster dan yang terbaru yakni ikan arwana. Dengan nilai kerugian negara yang dapat diselamatkan berkisar Rp 99.549.370.000,” ungkapnya.
Rina menambahkan, sepanjang tahun 2015 pihaknya juga mencatat beberapa kali melakukan pencegahan upaya penyeludupan dan berhasil menyelamatkan kerugian negara senilai Rp 107.501.190.000,-.
“Pada tahun 2015, kami juga mencatat beberapa kali melakukan pencegahan upaya penyeludupan, diantaranya lobster, lobster beku, benih lobster, kepiting bertelur, sirip hiu, ikan beku, ikan hias, ikan kering. Dan nilai kerugian negara yang dapat diselamatkan mencapai Rp 107 miliar lebih,” bebernya.
Rina juga menyampaikan amanat yang diemban BKIPM yaitu untuk menjaga sumber daya perikanan agar berkelanjutan dengan mengoptimalkan fungsi pengawasan dan pengendalian masuk dan tersebarnya hama dan penyakit ikan dalam rangka menjamin ketersediaan dan keberlanjutan sumber daya perikanan Indonesia.
“Pengendalian pemanfaatan sumberdaya hayati ikan sebagai sumber ketersediaan pangan dan cadangan pangan lokal dan nasional yang memenuhi standar mutu dan keamanan hasil perikanan, serta bebas dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang membahayakan kesehatan ikan dan manusia,” tandasnya. (Rmt)