Oleh: Edi Humaidi, Ketua Kaukus Muda Indonesia (KMI)
Penunjukkan Komjen Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri mendatang dinilai sebagai langkah progresif dan keputusan yang sangat tepat. Pasalnya, keputusan Presiden Jokowi menunjuk Komjen Tito Karnavian karena Tito dinilai sebagai figur profesional dan dinilai mampu melakukan pendobrakan reformasi secara radikal di tubuh Polri. Karena selama ini, citra Polri terkesan kurang baik di mata masyarakat. Polri sudah terlanjur menyandang predikat sebagai institusi penegak hukum yang kerap paradoksial dan tidak bersenyawa lagi dengan masyarakat. Karena itu, Polri harus menjadi pengayom dan pelindung bagi masyarakat dan membuang jauh tindakan refresif-meliteristik yang sesungguhnya merusak citra institusi Kepolisian. Karena hakikat polisi sesungguhnya pengayom, pelindung, mitra masyarakat dan abdi masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas kenegaraanya.
Realitas ini sejalan dengan doktrin mutakhir polisi, shaking hands with the entire community (Satjipto Raharjo, 1999) bergandengan tangan dengan seluruh komponen strategis masyarakat. Karena itu, di tengah membuncahnya pesimesme publik terhadap institusi Polri, maka Komjen Tito dinilai sebagai ‘bintang terang’ yang bisa menyelesaikan problem solving dan dapat menyinari kembali gelap-gulita-Nya institusi Polri. Di pundaknya, Komjen Tito memikul beban dan amanah yang sangat berat untuk mengembalikan martabat dan marwah institusi Polri agar masyarakat tidak antipati dan puas terhadap kinerja institusi Polri ke depan. Hasil survey tahun 2015 terkait kinerja institusi Kepolisian sungguh memprihatinkan karena mayoritas masyarakat tidak puas. Persepsi negatif masyarakat terhadap kinerja Kepolisian yang paling miris terutama dalam tugas memelihara keamanan dan ketertibaban, yang, hanya mencapai 3,2 % reaponden yang merasa puas. Sebanyak 40, 4 % menyatakan penegakan hukum ke internal Polri masih lemah. Sebanyak 54, 9 % tidak puas dengan tugas Polri dalam penegakan hukum (KOMPASIANA,14/06/2016 ).
Simbol Kebangkitan Polri
Track record, rekam jejak dan jam terbang bintang muda Komjen Pol. Tito Karnavian memang tidak diragukan lagi. Pasalnya, jenderal bintang tiga ini adalah satu-satunya jenderal muda yang mempunyai segudang prestasi dan bahkan berhasil melakukan lompatan imajinal di tubuh Polri. Dengan bekal prestasi dan latar belakang pendidikan yang tinggi, Komjen Tito Karnavian melangkah jauh lebih cepat dari para senior yang lain di Kops Byangkara, sehingga tidak salah bila predikat sebagai jenderal muda dan bintang terang pantas disematkan kepadanya. Bukan tanpa alasan yang obyektif dan jernih, Presiden Jokowi mengambil keputusan tepat menunjuk Komjen Pol. Tito Karnavian sebagai calon tunggal Kapolri. Tetapi pilihan Jokowi ‘jatuh hati’ pada Komjen Tito Karnavian karena pertimbangan profesionalisme dan aspek meritokrasi, Tito Karnavian merupakan generasi muda-visioner yang berhasil melewati fase uji verifikasi sejarah di lapangan. Prestasi cemerlang Komjen Tito jika dilihat dari sisi angkatan sangat menonjol, karena terbilang singkat dalam mencapai karir, sebab Tito satu-satunya perwira angkatan 1986 yang sudah memperoleh bintang tiga. Jika Tito berhasil lolos fit and proper test di Komisi III DPR, maka dipastikan Tito Karnavian dapat melaju dengan cepat menyandang predikat bintang empat sekaligus sebagai Kapolri.
Dalam tradisi Polri, suksesi pimpinan Polri biasanya Kompolnas lebih memprioritaskan senior dan angkatan untuk diajukan kepada Presiden sebagai calon pucuk pimpinan tertinggi di tubuh Polri. Karena itulah, nama Komjen Tito Karnavian tidak masuk dalam daftar calon Kapolri usulan Kompolnas, sebab secara angkatan Tito masih terbilang angkatan muda 1986. Alhasil, di luar dugaan Presiden Jokowi justru mengambil langkah progreisf dengan menunjuk Komjen Tito Karnavian yang bukan usulan Kompolnas. Pelbagai pihak menilai figur Tito dinilai tidak rentan dengan “muatan politis” dan tidak tersandera oleh kepentingan politik segelintir elit. Presiden Jokowi juga tak ingin mengulangi memori sejarah kelam saat menunjuk Komjen Pol. Budi Gunawan sebagai calon “titipan”, sehingga posisi Presiden menjadi tersumbat dan tersandera oleh kepentingan politik dan berimplikasi pada kegaduhan politik Nasional. Terlepas dari pelbagai spekulasi politik, momentum suksesi pimpinan Polri yang bersamaan dengan HUT ke-70 01 Juni Kops Byangkara. Setidaknya momentum ini dapat menghadirkan spirit baru ke depan untuk mengembalikan institusi Polri ke pintu gerbang kejayaan sebagai institusi penegak hukum dan pemberatas korupsi terdepan. Di bawah kepemimpinan Komjen Pol. Tito Karnavian bintang terang muda yang energik-visioner dan cemerlang, diharpakan momentum ini setidaknya menjadi simbol kebangkitan Polri.
Dalam konteks ini, terdapat beberapa persoalan fundamental yang harus menjadi skala prioritas dan butuh ekstra penanganan yang jauh lebih serius bagi Komjen Tito Karnavian. Pertama, urgensi pendobrakan reformasi secara komprehensif di tubuh Polri. Hal ini juga sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi agar institusi Polri segera melakuan reformasi kelembagaan dan reformasi struktural. Penulis yakin, bahwa talenta kepemimpinan Komjen Pol Tito akan berhasil membawa Polri ke arah kemajuan yang super dahsyat dan berhasil mengembalikan marwah Polri.
Kedua, pentingnya keteladanan dan peningkatkan profesionalisme serta aspek integritas di tubuh Polri. Hal ini emargency dan amat dibutuhkan di tengah membuncahnya pesimesme publik terhadap institusi Polri karena persepsi masyarakat terhadap polisi dianggap tidak lagi mencerminkan sebagai teladan masyarakat. Komjen Tito Karnavian paling tidak harus berhasil menghilangkan stigma negatif masyarakat yang terlanjur memandang Polri sebagai institusi yang lekat denga korupsi dan suap. Inilah urgensi reformasi struktural dan kelembagaan di internal Polri. Paling tidak Polri harus berani mendesain ulang dan merancang-bangun sistem dan pola recrucment yang jauh dari prilaku korupsi maupun suap.
Ketiga, Polri harus kembali ke “khittah-Nya” sebagai institusi penindak pelaku kejahatan kriminalitas seperti kekerasan seksual yang kian masif dan instabilitas yang juga makin merebak di pelbagai lini kehidupan. Kejahatan di masyarakat kian menggunung dan ini butuh penyikapan yang reaktif dari aparat kepolisian guna membasmi pelbagai kejahatan di masyarakat. (*)