Pembahasan DPRD Kabupaten Tangerang terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masih menjadi polemik sejumlah kalangan, khususnya masyarakyat pesisir utara.
Ketua Himpunan Masyarakat Pantai Utara (Himaputra) Tangerang Satibi menekankan pentingnya keberadaan Undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang perlindungan pesisir. Selain itu, pihaknya menyoal belum terbitnya Peraturan Daerah Zonasi pesisir Provinsi Banten dan undang undang Nomor 6 tahun 2016 tentang perlindungan Nelayan yang menurutnya tidak masuk konsideran dalam pembahasan Raperda RTRW.
“Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW yang sangat amat bertentangan dengan faktual terjadi di lapangan dari tahun 2011 -2017 yang sudah massif serta struktural menggurita adanya dugaan Pelanggaran Tata Ruang tersebut,” paparnya, Jumat (15/12/2017), di sela kesibukannya mempersiapkan diskusi digelar besok.
Dia menyebutkan, kondisi demikian memberikan implikasi lemahnya penegakan hukum dan Peraturan Daerah dan rendahnya wibawa Regulator, sehingga publik menganggap Pemkab Tangerang kurang konsisten dalam menyelamatkan keselarasan RTRW yang berkeadilan.
“Saatnya jajaran DPRD mempunyai Komitmen yang sama terhadap penegakan konsistensi hak publik yang gandrung mengedepankan dampak minimun serta implikasi negatif kurang tertatanya RTRW yang diduga bertentangan dengan RTRW Nasional RTRW Banten dan Perda Rencana Zonas Pesisir dan Pulau Kecil (RZP2K),” terangnya.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa Abil ini, belum lagi tidak di masukannya UU Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan, yaitu UU Nomor 41/2009 serta Perda Lahan Pertanian Abadi Kabupaten Tangerang yang sampai saat ini belum terbit, sehingga Pemkab Tangerang harus lebih bijak membuat Keputusan Adil serta Kajian Revisi serta Evaluasi Perda Tata Ruang wilayah (RTRW) yang dilengkapi dan komprehensif dan berpihak regulasinya terhadap seluruh stakeholder Kabupaten Tangerang Tercinta dan Gemilang. (Sam)