Home Berita Duga Ada Kejanggalan, Orangtua Keluhkan Penahanan Anak di Bawah Umur

Duga Ada Kejanggalan, Orangtua Keluhkan Penahanan Anak di Bawah Umur

0

Polres Tangerang Selatan (Tangsel) mengamankan sebanyak 83 orang yang diduga hendak melakukan tawuran pada Minggu dini hari (17/12/2017) lalu. Dari 83 orang tersebut, 31 orangnya ditetapkan sebagai tersangka yang 20 orang diantaranya berstatus di bawah umur.

Penetapan tersangka dikeluhkan sebagian orangtua anak di bawah umur tersebut. Salah satu orangtua menduga terdapat kejanggalan dalam proses penahanan anaknya.

“Malam minggu anak saya minta ijin, untuk mengikuti aksi bela Palestina, terus dia nonkrong diajak sama temannya di gang dekat rumah, tidak lama datang 15 motor anak-anak dari Pondok Ranji meminta bantuan katanya kampungnya akan diserang, lalu anak saya ikut naik motor sama temannya, disuruh memegang senjata tajam milik temannya, sampai di stasiun Pondok Ranji senjata itu dikasih ke temannya oleh anak saya. Tiba-tiba Polisi datang, lalu anak-anak tersebut disuruh mengakui salah satu senjata itu miliknya, padahal ketika itu anak saya tidak membawa senjata tajam,” ujar seorang ibu berstatus janda itu.

Dia berharap mendapatkan keadilan dan anaknya agar diperlakukan dengan baik. “Saya mohon keadilan saja untuk kasus ini,” pungkasnya.

Di tempat berbeda, LBH Keadilan telah menerima pengaduan dari seorang ibu yang anaknya ditahan di Polres Tangerang Selatan atas sangkaan penguasaan, kepemilikian dan penyimpanan senjata tajam sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951.

“Sekira jam 03.00 WIB terjadi tawuran di dekat stasiun Pondok Ranji. ** bersama sejumlah temannya diminta untuk datang ke lokasi. ** bersama temannya datang menggunakan sepeda motor. Di lokasi sudah ada polisi yang kemudian menangkap ** dan teman-temannya,” ujar kuasa hukum dari LBH Keadilan, Abdul Hammim Jauzi.

Dikatakan Hammim, anak seorang ibu itu saat ditangkap polisi tidak membawa senjata tajam dan diduga dipaksa untuk memegang senjata tajam oleh Polisi dan kemudian difoto.

“Pemeriksaan ** tidak didampingi ibunya. Ibunya hanya diminta untuk membaca dan kemudian menandatangani BAP setelah pemeriksaan ** selesai dilakukan,” tuturnya.

Penahanan anak oleh penyidik diatur dalam Pasal 33 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Berdasarkan Pasal tersebut, penahanan anak oleh penyidik selama 7 hari dan dapat diperpanjang 8 hari oleh Penuntut Umum atas permintaan penyidik. Namun LBH Keadilan memperoleh informasi, bahwa permintaan perpanjangan penahanan oleh Penyidik diajukan pada tanggal 18 Desember 2017 kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang. Tanggal 18 Desember merupakan tanggal anak tersebut dilakukan penahanan.

“LBH Keadilan mempertanyakan proses perpanjangan tersebut yang diajukan ke Penuntut Umum pada hari pertama penahanan. Hemat kami, perpanjangan penahanan cacat hukum,” terangnya.

Dia menilai penahanan yang dilakukan Penyidik Polres Tangerang Selatan adalah cacat hukum. “Kami meminta agar ** dan anak-anak lainnya untuk dilepaskan dari penahanan,” kata Hammim seraya meminta Kapolres meriksa penyidik yang diduga melanggar ketentuan dengan mengajukan permohonan perpanjangan penahanan pada hari pertama dilakukan penahanan.

Kapolres Tangsel AKBP Fadli Widiyanto dikonfirmasi melalui WhatsApp menegaskan, bahwa sistem peradilan anak mengatur penyidik berhak untuk melakukan penahanan terhadap anak berdasarkan alat bukti yang ada.

“Agar dipahami penanganan kenakalan anak-anak/remaja dengan kriminalitas yang dilakukan oleh anak/remaja. Jika anak sudah membawa sajam, maka itu tergolong kriminalitas karena niatnya sudah membunuh,” jelas AKBP Fadli. (Ban)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here