Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn) Ryamizard Ryacudu, menghadiri Asean Defence Minister’s Meeting (ADMM) dan ADMM Plus, Jum’at, (19/10/18) di Singapura. ADMM Plus, merupakan bentuk perluasan kerja sama pertahanan ADMM dengan melibatkan delapan negara mitra wicara Asean, yakni Amerika Serikat, Australia, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, Republik Korea (ROK), Selandia Baru, India dan Rusia.
ADMM merupakan Pertemuan Menteri Pertahanan Asean yang membahas penguatan kerjasama pertahanan di kawasan guna meningkatkan transparansi, keterbukaan dan rasa saling percaya di antara negara-negara anggota Asean. Tujuannya, untuk meningkatkan Confidence Building Measure (CBM) serta menjaga perdamaian dan stabilitas keamanan di kawasan melalui dialog dan kerja sama praktis.
Dalam ADMM di Singapura, Menhan Ryamizard, mengungkapkan, titik berat peningkatan kerja sama pertahanan antar negara dan antar kawasan saat ini adalah suatu bentuk dan mekanisme kerjasama penanganan dua ancaman nyata yang aktual dan realistic, yaitu ancaman terorisme dan bencana alam. Sifat alamiah dari ancaman tersebut adalah tidak mengenal batas negara; tidak mengenal agama, tidak mengenal waktu dan tidak memilih korbannya.
Ia mengatakan, ancaman teroris yang dihadapi saat ini adalah ancaman teroris generasi ketiga yaitu kembalinya para militan asing dari Timur Tengah, setelah kekalahan mereka di wilayah tersebut. Selain itu, kelompok ini juga mengalami evolusi dari yang bersifat ter-sentralisasi menjadi ter-desentralisasi yang menyebar keseluruh kawasan dunia di antaranya di Afrika, Eropa dan Asia Timur dan khususnya di Asia Tenggara.
“Berdasarkan data intelijen ada sekitar 31.500 pejuang ISIS asing yang bergabung di Syria dan Irak. Dari jumlah tersebut 800 orang berasal dari Asia Tenggara dan 700 orang berasal dari Indonesia,” ungkap mantan Panglima Kostrad ini.
Sementara pola operasi dan taktik kelompok teroris, kata Menhan, akan terus berevolusi dan mengalami perubahan, agar tidak mudah di deteksi oleh aparat keamanan. Seperti yang terjadi di Indonesia belum lama ini, dimana kelompok ISIS menggunakan modus baru serangan terorisme oleh satu keluarga utuh dan terjadi dibeberapa tempat di Surabaya serta di beberapa wilayah di Indonesia.
“Mereka ini bukan Islam, karena ajaran Islam adalah ajaran yang damai dan Rahmatan Lil-Alamin. Sangat tidak masuk akal, seorang ibu dapat mengajak anak-anaknya untuk melakukan aksi bunuh diri. Sebagai ibu dari anak-anaknya, seyogyanya ia melindungi dan menjaga anak-anaknya dari pelbagai ancaman yang akan membahayakan anak-anaknya, bukan malah membunuh anak-anaknya (bom bunuh diri). Konsep dan ideologi sesat seperti inilah yang harus kita perangi bersama,” beber Ryamizard.
Oleh karena itu, tambahnya, pertemuan ADMM ini menjadi sangat penting, ditengah upaya bersama untuk mencari format dan platform kerjasama kolektif yang efektif baik yang bersifat strategis maupun operasional. Dikatakan, ancaman ini merupakan ancaman yang bersifat lintas negara dan memiliki jaringan serta kegiatan yang tersebar dan tertutup sehingga dalam penanganannya sangat memerlukan kerja sama antar negara, baik secara bilateral dan multilateral yang intensif, konstruktif dan konkrit, sebab tidak ada satu negara-pun yang dapat menangani masalah terorisme sendiri-sendiri.
Menhan melanjutkan, penanganan ancaman terorisme harus dilakukan secara integral dan komprehensif yang meliputi aspek fisik (hard power) dan aspek non fisik (soft power). Karena seperti yang sering dikemukakan bahwa penanganan terorism dengan hard power hanya berkontribusi satu sampai dua persen, sementara sisanya yang 98 persen adalah dengan pendekatan soft power. Hal ini juga diperkuat dengan Buku yang berjudul “The Future of Power” yang ditulis oleh “John Nye”.
Menurut Menhan, Implementasi konkrit dan komprehensif bentuk kerjasama tersebut diantaranya adalah dengan kerjasama antar lembaga pertahanan keamanan, pertukaran informasi dan intelijen serta kolaborasi kapabilitas militer antar negara pada level strategis, operasional dan taktis.
“Dalam konteks pendekatan soft power, Indonesia mengadopsi penanganan dengan konsep Bela Negara atau kontra radikalisasi dan deradikalisasi. Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk menjaga mindset dan jiwa bangsa melalui pemantapan ideologi Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara yang final yang dikemas dengan konsep penanaman kesadaran Bela Negara. Tujuan Bela Negara ini adalah penanaman nilai-nilai cinta tanah air, siap berkorban untuk bangsa dan negara, serta berbuat baik dan taat hukum serta menjauhi paham-paham radikal,” terang Ryamizard.
Konsep ini juga, kata Menhan, dibangun agar seluruh rakyat Indonesia tidak terpengaruh oleh ajakan-ajakan yang memakai kedok agama Islam, sekaligus sebagai kekuatan daya tahan dan daya tangkal terhadap ajakan dan doktrin paham radikal, untuk kemudian melawan paham-paham tersebut dengan ideologi Pancasila.
Indonesia juga, lanjutnya, mengedepankan konsep deradikaliasi dengan pendekatan kepada para ulama dan tokoh-tokoh agama, pengarahan-pengarahan, ceramah-ceramah kepada ormas-ormas Islam, pesantren-pesantren dan melatih kader-kader Bela Negara. Sementara itu, TNI dan Polri terus berlatih untuk menghadapi ancaman terorisme dengan terus beradaptasi dengan perubahan dan evolusi pola serangan terorisme.
“Saat ini sudah terbentuk 85 juta kader Bela Negara dimana pada akhir tahun masa pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo, ditargetkan mencapai 100 juta kader dari 260 juta penduduk Indonesia. Sebagai Menteri Pertahanan, saya telah mengeluarkan kebijakan untuk menanamkan dan menguatkan konsep kesadaran Bela Negara sejak usia dini hingga perguruan tinggi. Sehingga anak-anak dan generasi muda yang belum terpengaruh akan semakin dikuatkan agar tidak mudah di pengaruhi oleh ideologi radikal,” ucapnya.
Bersihkan Mindset Radikal Dengan Deradikalisasi
Menhan Ryamizard Ryacudu, mengatakan, untuk kelompok masyarakat yang telah terpengaruh ideologi radikal, pemerintah Indonesia telah mengedepankan konsep deradikalisasi untuk memberikan kesadaran dan pada saatnya dapat dikembalikan kepada masyarakat. Kemudian untuk anggota teroris yang tertangkap beserta jaringanya, pemerintah melakukan upaya deradikalisasi untuk membersihkan mindset paham radikal yang ditanamkan kelompok teroris.
“Namun bagi yang sudah terlalu keras pemahanan ideologi radikalnya dan sulit dikembalikan, maka pemerintah Indonesia mengambil langkah keras secara norma hukum dan memeranginya dengan senjata,” ujarnya.
“Dalam konteks kerjasama kawasan dan dalam kerangka ADMM Plus, sudah saatnya kita juga mengembangkan format kerjasama deradikalisasi dan penguatan mindset dengan mengembangkan metode dan kerangka kerjasama yang efektif untuk memerangi idelogi radikal, mengingat setiap negara memiliki tantangan dan keunikan tersenidiri dalam menghadapi ancaman penyebaran ideologi radikal ini,” tegas Menhan.
Penyampaian pesan melalui radio amatir, media social, media online dan kerjasama antar ulama kedua kawasan menjadi penting, untuk di kedepankan. Disamping itu, lanjut Menhan Ryamizard, platform kerjasama keamanan yang sudah ada seperti kerjasama Trilateral di Laut Sulu dan “Our Eyes” juga perlu diperkuat dengan dukungan teknologi modern dari negara-negara mitra Asean seperti kerjasama bantuan satelit dan UAV serta Drone untuk melakukan penjejakan atau penginderaan terhadap pergerakan dan lokasi kelompok-kelompok teroris di kawasan.
Disamping itu, ia melanjutkan lagi, diperlukan penguatan kerjasama untuk mendeteksi jalur logistik dan aliran keuangan dan sumber keuangan seperti dana dari jual-beli Narkoba, pertambangan dan mencegah propanganda di media social, serta peningkatan kapasitas militer dan polisi melalui latihan-latihan dengan materi khusus.
“Kedepan kerjasama Trilateral akan ditingkatkan dengan operasi darat gabungan setelah kesuksesan operasi maritim dan operasi udara bersama di Laut Sulu. Operasi Darat Gabungan akan dilakukan melalui tiga tahap yaitu latihan dimasing-masing Negara bulan depan (Nopember) dan latihan bersama tiga Negara di Tarakan Kalimantan, kemudian latihan bersama di Tawi-Tawi Filipina yang juga akan diperluas dengan melibatkan Singapura dan Brunei Darussalam. Bila payung hukum “SOCFA” telah disetujui oleh ketiga negara, maka akan dilanjutkan dengan Operasi Gabungan di Filipina Selatan,” imbuhnya.
“Hari ini, kita harus lebih kuat daripada sebelumnya. Walaupun menciptakan arsitektur kontra terorisme yang sesuai sedang dalam proses, kita telah membuka jalan karena kegigihan semangat para pemimpin kita. Saat ini kami saling bertukar informasi intelijen di wilayah ini. Mitra-mitra dari luar wilayah ini termasuk Amerika Serikat telah memberikan data intelijen dan kepimpinan operasional yang signifikan, yang terakhir adalah Amerika Serikat memimpin operasi kontra terorisme terhadap Bahrun Naim di Ash Shafa, di Suriah, pada tanggal 8 Juni 2018. Operasi ini sangat tertutup dan saya tidak bisa memberikan informasi secara detail, tetapi saya ingin mengatakan bahwa serangan udara AS terhadap Bahrun Naim, sukses,” ungkap Menhan.
Bahrum Naim adalah figur yang mengarahkan belasan serangan yang berhasil dan gagal, termasuk plot untuk menembakkan roket ke MBS di Singapura. Operasi ini menunjukkan pentingnya kerjasama antar negara.Target jangka panjang teroris yang lain adalah Abu Ghaida yang telah terbunuh dalam serangan udara AS di Kashma, pada 23 Mei 2018.
Ia mempropagandakan Islamic State (IS) sebelum pergi ke Suriah. Ia juga bergabung dengan sayap media IS dan merupakan produser tunggal propaganda mengenai Filipina. Untuk mendukung pengambil alihan Marawi oleh IS, Abu Ghaida secara aktif mempromosikan IS di wilayah ini dan membangun unit media IS Filipina.Operasi kontra terorisme terhadap Bahrun Naim dan Abu Ghaida, telah menunjukkan bahwa jangkauan AS akan tetap vital karena orang-orang Asia Tenggara baru-baru ini mulai pergi ke Afganistan sebagai teater alternatif setelah Suriah.
Sebelumnya, pada Mei 2014, Mehdi Nemmouche, yang berkewarganegaraan Prancis menyerang museum Yahudi di Belgia. Setelah menjalani pelatihan oleh IS di Suriah, Nemmouche, melakukan perjalanan ke Thailand, Malaysia, dan Singapura, sebelum akhirnya ia memasuki Eropa. Kemudian dia melakukan penyerangan di Eropa yang membunuh empat orang.
“Saya percaya jika semua konsep dan platform yang telah kita bicarakan pada hari ini, maka dapat memperkuat stabilitas dan keamanan kawasan dari potensi serangan teroris dan radikalisme dikawasan kita bersama.Sebagaimana sebuah pepatah mengatakan bahwa kejahatan akan terus merajalela dan membesar ketika orang baik diam saja, dan tidak melakukan apa-apa. Saatnya kita mengambil langkah yang lebih tegas menghadapi kejahatan terorisme, inilah saatnya bagi kawasan untuk bersatu demi mewujudkan keamanan, stabilitas dan kesejahteraan kawasan kita bersama,” demikian dikatakan Menhan Ryamizard Ryacudu dihadapan peserta ADMM Plus di Singapura. (MRZ)