Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Marinus Gea menyerap aspirasi warga RT.02/01 Kelurahan Jurumudi, Kecamatan Benda Kota Tangerang terkait pembebasan lahan pembangunan jalan tol Kunciran – Bandara, Senin (25/3/2019).
Dalam kunjungan tersebut, Marinus Gea yang hadir bersama anggota DPRD Kota Tangerang, Supardi langsung disodorkan sejumlah persoalan oleh warga setempat. Terutama mendengar keluhan terkait rendahnya harga tanah yang ditawarkan tim appraisal kepada warga.
Bahkan warga setempat juga mengatakan adanya oknum petugas pengadilan, lawyer tim pembebas lahan dan beberapa oknum lain kerap melakukan pemaksaan untuk mendapatkan tanah yang di ingin dibangun.
Menanggapi keluhan tersebut, Marinus Gea menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh para petugas kepada masyarakat yang ingin dibeli lahanya tidak merepresentasikan pemerintahan pak Jokowi.
Berkali-kali pak Jokowi selalu menyampaikan terkait pembebasan lahan untuk pembangunan infrastruktur selalu mengedepankan ganti untung.
“Jangan sampai ibaratnya seperti warga jual kambing dapat ayam. Tetapi, pemerintah akan membeli ayam warga seharga kambing,” tuturnya.
Untuk itu, calon anggota legislatif DPR RI nomor urut 4 dari PDI Perjuangan itu menambahkan, apabila ada oknum-oknum yang mencoba melakukan tindakan yang kurang baik, bukanlah mencerminkan tindakan pemerintah.
“Pemerintah tentunya tidak akan berani menindas warganya sendiri. Saya khawatir ini hanya ulah segelintir oknum yang mencari keuntungan atas persoalan ini,” terangnya
Marinus menegaskan, dalam waktu dekat ia akan mengumpulkan tim lawyer untuk membantunya menyelesaikan persoalan ini.
“Jadi masalahnya sudah begitu kompleks, ada yang uangnya ditahan oleh pengadilan, ada juga yang belum bersedia menyerahkan lahan dan masih banyak lagi. Jadi perlu kita pelajari terlebih dahulu,” tegasnya.
Sementara Dedi Sutrisno (39) salah satu korban pembebasan lahan mengaku ia bersama 27 kepala keluarga lain masih ingin bertahan.
“Saat ini harga yang ditawarkan oleh tim appraisal untuk satu meter tanah seharaga 2,6 juta. Kami ingin diangka 6,5 juta untuk permeternya,” tegas Dedi.
Alasan Dedi bukan tanpa sebab, pasalnya para tetangga di kampung sebelah menjual tanah mereka dengan nilai Rp. 10.000.000 per meter.
“Kami tidak ada niatan menghalangi program pemerintah, kami hanya ingin dimanusiakan, jangan sampai ketika pindah dari sini kami tak punya rumah,” tukasnya. (Amd)